"Gue ... Gak nyangka, San," lirih Malika tanpa mengalihkan pandangannya. Cewek itu masih menatap lurus ke depan. Terlampau terkejut mendengar ucapan Sandra tadi.
"Sorry, Mal." Sandra menunduk sembari meremas jemarinya kuat. Tepat ketika dia merasa Malika akan menjauhinya, di saat itu pula dia merasa sebuah tangan melingkari bahunya. Sandra menoleh dan mendapati Malika yang menatapnya.
"Lo gak salah, San. Lo gak perlu minta maaf. Ini semua terjadi bukan karena kesalahan lo."
"Tapi ... Gue gagal-"
"Gagal di bagian mana? Lo cewek yang tepat buat Daffa. Justru dia yang salah. Dia yang sia-siain lo, San." Malika menepuk bahu sahabatnya pelan, berusaha untuk menyemangati sahabatnya itu.
"Gue gak nyangka ternyata lo ngalamin masalah yang sepelik ini. Dan gue gak banyak ngebantu. Gue yang harusnya minta maaf."
"Lo banyak ngebantu gue, Mal. Kalau gak ada lo, gue gak tahu harus cerita ke siapa. Bahkan gue gak berani cerita sama papa soal ini."
Malika membuang napasnya. Pasti berat sekali berada di posisi Sandra. Cewek itu pasti dilema. Antara ingin meninggalkan, tapi masih ingin bertahan di saat yang bersamaan. Namun hatinya telah menelan teramat banyak kekecewaan.
"Gue yakin lo pasti bisa lewatin ini semua. Lo kuat, San."
Kedua sahabat itu saling berpelukan satu sama lain. Saling memberikan kekuatan yang melebur menjadi satu dalam sebuah tangisan. Satu merasa sakit, satunya lagi juga ikut merasakan hal yang sama. Meskipun mereka bersahabat semenjak masuk SMA, tapi keduanya seperti sudah bersahabat sejak lama.
Tepat di luar kelas, seseorang memperhatikan mereka dari balik kaca jendela. Hatinya kembali teriris.
Di saat yang bersamaan, Bani datang hendak memasuki kelas dengan setumpukan buku paket di tangannya. Namun langkahnya terhenti bahkan sebelum dia sampai ke ambang pintu.
Bani menoleh ke arah Kevin yang menarik bajunya hingga dia sedikit mundur ke belakang.
"Jangan dulu masuk," ucap Kevin.
"Hah?"
🌹
Sudah hampir satu jam Natasia berdiri di pintu kamar putranya. Dan sudah satu jam pula Daffa hanya duduk terdiam memandangi pemandangan di luar jendela kamar dari meja belajarnya. Melihat itu, Natasia semakin khawatir . Kondisi Daffa lebih buruk dari sebelumnya. Baru sebentar dia melihat Daffa bahagia, tapi keadaan seakan tidak mengizinkannya. Terlebih saat Sandra mengetahui semuanya.
Natasia baru saja hendak melangkahkan kakinya, namun sebuah tangan menyentuh bahunya.
"Biarkan saja dulu, Ma," ucap Rafael. Sang istri menatap Daffa sendu lalu mengembuskan napas.
"Tapi, Pa. Kita gak bisa terus-menerus biarin Daffa seperti ini."
"Papa tahu. Tapi untuk sementara kita biarkan saja dulu Daffa menenangkan pikirannya. Papa yakin Mama tahu betul apa yang saat ini ada di dalam pikiran Daffa."
Natasia menatap Rafael. Jelas dia tahu maksud dari ucapan suaminya itu. Daffa pasti memikirkan Sandra. Hanya dia yang bisa membuat Daffa tertawa lepas, sampai menangis dengan keras. Sandra sudah seperti sumber kekuatan sekaligus kebahagiaan bagi Daffa.
Tapi Sandra sudah meninggalkannya, batin Natasia. Dia menatap punggung Daffa pilu. Lelaki itu tidak seperti Daffa yang dia kenal. Dia seperti orang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kesandra ✔
Novela JuvenilKehidupan Sandra berubah semenjak bertemu kembali dengan rivalnya sejak kecil, yakni Kevin. Hari-harinya terasa begitu menyebalkan karena cowok itu terus-menerus mengganggunya. Namun di balik semua itu ternyata Kevin menyimpan sebuah rahasia dengan...