Bagian Dua Puluh Tujuh : Kekecewaan Seorang Ibu

461 22 11
                                    

"Makasih, Vin," ucap Daffa pelan. Kevin yang tengah duduk di kursi belajar milik Daffa itu pun hanya membuang napasnya.

"Gio yang ngeyel pengen ke sini. Dia sampe nekat pergi ke sekolah lo karena pengen banget ketemu. Dan ... Gio udah tahu semuanya. Tentang gue sama lo yang udah temenan sejak dulu," ucap Kevin. Matanya menatap sebuah foto yang tepat berada di depannya.

Daffa mengerjap. Dia terkejut saat mendengar itu. Kekasihnya sampai pergi ke sekolahnya? Dan dia juga sudah tahu pertemanannya dengan Kevin. Bagaimana bisa?

"Sandra udah tahu? Dia tahu dari mana?"

"Gue gak tahu. Tapi lo tenang aja. Dia gak ngambek kok." Kevin menatap refleksi Sandra yang ada di dalam bingkai foto itu. Dia menghela napasnya.

"Meja lo kenapa jadi di sini?" tanyanya kemudian yang menyadari perubahan letak meja belajar  Daffa yang setahunya terletak tepat bersebelahan dengan jendela.

"Gue yang pindahin." Daffa masih duduk bersandar di atas tempat tidurnya.

"Vin ... "

"Apa?"

"Lo nggak kasih tahu Sandra kan?" tanya Daffa. Dia benar-benar belum siap kehilangan semuanya saat ini. Dan kalau boleh jujur, sampai kapan pun Daffa tidak akan pernah siap.

"Gue gak sejahat itu, Daf," ucap Kevin. Bersamaan dengan itu, Sandra masuk ke dalam kamar dengan tangan yang membawa nampan berisi semangkuk bubur dan obat-obatan.

"Mama kamu bela-belain pergi ke apotek. Kamu harus minum obatnya," ucap Sandra. Terselip nada kesal di dalam ucapannya.

"Bi Lilis sama Tante Natasia siapin makanan buat kamu, biar kamu sehat. Kamu malah enak-enakan rebahan di kasur. Kamu gak pengen sembuh?"

"Dan ... " Ucapan Sandra terhenti. Dia memerhatikan wajah Daffa yang masih terdapat luka di beberapa bagian.

"Kamu kok bisa babak belur gitu sih? Kamu berantem?" lanjutnya.

Daffa terdiam. Dia melirik ke arah Kevin sekilas sebelum menjawab, "enggak kok, aku-"

"Gue yang mukulin dia."

Sandra  memelotot dan menoleh pada Kevin yang kini tengah melipat kedua tangannya di dada. Terlihat begitu tenang, seolah hal yang sudah dilakukannya itu adalah hal yang benar.

"Lo gila?! Kok lo bisa-bisanya sih mukul sahab-"

"Bukan Kevin, kok. Ada masalah lain di sekolah. Biasalah, cowok," ucap Daffa buru-buru menahan tangan Sandra ketika cewek itu hendak berdiri dari posisinya.

Sandra beralih menatap Daffa dengan salah satu alis yang terangkat. "Di sekolah?"

Sandra tahu kalau Daffa bukanlah tipe cowok yang bisa dengan mudah berkelahi, apalagi tanpa alasan yang pasti. Dan ini terdengar aneh baginya.

Salah satu sudut bibir Kevin terangkat melihat itu. Apa yang baru saja Daffa lakukan? Melindunginya dari amukan kekasihnya?

Sandra membuang napasnya. "Awas aja kalo beneran lo yang bikin muka Daffa kayak gini, gue pastiin besok muka lo bakalan lebih parah dari ini. Lihat aja!"

Kevin berdecih, "gue tunggu."

Kedua mata Sandra kembali membulat. Kevin menantangnya?

"Udahlah." Daffa menggenggam tangan Sandra lembut berusaha melerai pertikaian dua orang itu. Terkadang tingkah Kevin dan Sandra membuat Daffa tertawa, namun di sisi lain dia juga tidak tega melihat keduanya yang sering naik darah karena ulahnya masing-masing.

Sandra menatap Daffa dan dia pun menyerah. Tidak ada untungnya juga berkelahi di hadapan orang yang sedang sakit. Dan lagi dia tidak ingin diusir oleh Natasia karena membuat kegaduhan di rumahnya.

Kesandra ✔ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang