"Sana masuk," titah Kevin begitu Sandra turun.
"Makasih." Sandra berucap singkat. "Sori bikin lo repot. Lo bisa pulang sekarang."
"Lo bisa minta tolong sama gue kalo ada apa-apa lagi."
Sandra yang baru saja hendak pergi itu kembali berbalik dan menatap Kevin.
"Gue gak mau lo kenapa-napa." Kevin melanjutkan.
Sandra tertegun. Keningnya berkerut begitu melihat beberapa bulir keringat yang turun membasahi dahi Kevin.
"Vin—"
"Daffa .... nyuruh gue jaga lo, kan?" potong Kevin. Kedua sudut bibirnya perlahan tersenyum, namun senyuman itu terlihat berbeda. Sandra terdiam di tempatnya. Dia bahkan tidak bereaksi saat Kevin menepuk pelan salah satu lengannya sebelum berpamitan pulang.
Tepat ketika Kevin hendak memakai helm, sebuah mobil tampak memasuki halaman. Hendra keluar dan menghampiri kedua remaja itu.
"Ke mana aja kamu, hm? Bi Surti sampe nelepon Papa tadi." Hendra menarik salah satu pipi putrinya.
"Aku ada pelajaran tambahan tadi. Maaf gak bilang dulu, HP aku juga mati jadi gak bisa ngasih tahu soalnya ngedadak juga," ucap Sandra.
"Kenapa gak naik angkot?"
Sandra berkedip. Dia lantas membuang pandangannya dan berkata, "banyak anak-anak cowok dari sekolah lain. Jadi aku jalan kaki."
"Astaga, kamu ini. Papa sampe khawatir, makanya telepon Kevin. Untung dia bisa nemuin kamu. Udah malem loh ini."
"Iya, Pa. Maaf."
Hendra menghela napas. "Makasih ya, Vin. Maaf Sandra bikin repot terus. "
Kevin tersenyum. "Sama-sama, Om. Enggak kok, aku juga tadi lagi gak ngapa-ngapain." Dia menatap Sandra selama beberapa saat. "Hm ... kalo gitu aku pamit pulang dulu, Om."
"Loh, kok buru-buru? Enggak mampir dulu? Makan dulu, Vin. Belom juga jam tujuh."
"Lain kali, Om. Aku ada janji sama temen-temen. Hehe," ucap Kevin dan segera menyalami Hendra.
Hendra tertawa pelan. "Ya udah. Hati-hati, ya."
"Iya, Om. Gi, gue pulang dulu." Pandangan Kevin bertumbuk dengan kedua mata milik Sandra. Gadis itu mengangguk.
"Hati-hati."
Kevin tersenyum tipis. Dia lalu memakai helm dan pergi dari sana. Sandra masih menatap kepergian Kevin, bahkan ketika tubuh lelaki itu sudah menghilang dari pandangannya.
"Katanya musuh. Kok natapnya begitu?" goda Hendra. Pria itu tertawa pelan hingga Sandra mencubit lengannya kuat.
"Papa ish!" Sandra melangkah lebar memasuki rumah. Hendra menatap putrinya yang menjauh. Dia lantas menoleh ke arah Kevin pergi tadi.
Kamu kuat nahan semuanya, Vin.
🌹
Wulan yang mendengar suara motor milik Kevin pun segera turun. Dilihatnya Kevin tengah merebahkan tubuh di sofa. Merasa ada yang aneh, Wulan semakin mempercepat langkahnya menuruni tangga.
"Vin?" panggilnya, namun tidak ada respon sama sekali. Wulan menyingkirkan tangan Kevin yang berada di kening. Kedua mata putranya terpejam dengan napas yang terdengar berat.
"Vin, kamu kenapa?" Wulan mulai khawatir. Dia segera mengambil beberapa lembar tisu dan mengusap dahi Kevin yang basah karena keringat. Dibanding panas, dahi putranya terasa begitu dingin.
"Mama panggil dokter, ya?"
Kevin langsung menahan tangan Wulan ketika wanita itu hendak pergi. "Gak usah, Ma. Kevin cuma capek. Dibawa tidur juga baikan."
"Vin, kamu gak pernah kayak gini. Mama bikinin bubur, ya? Kamu belum makan dari pagi. Tadi pulang sekolah juga kamu gak makan. Kamu ada masalah? Kalo ada sesuatu cerita aja ke Mama."
Sederetan kalimat Wulan hanya dibalas dengan seulas senyuman. Kevin menatap mamanya yang terlihat begitu khawatir.
"Ma, aku bener-bener gak kenapa-napa. Mama gak usah khawatir. Aku cuma capek." Kevin kembali memejamkan kedua matanya.
Wulan menghela napas pelan. "Janji ya, kamu gak kenapa-napa. Kalo ada yang sakit cepetan kasih tahu Mama."
Kevin hanya bergumam pelan sebagai jawaban. Wulan mengangkat kepala Kevin dan menaruh sebuah bantal di bawahnya.
"Kalo laper, cepet makan. Jangan bikin Mama khawatir." Wulan mengusap rambut Kevin dan menatap wajah yang terlihat lelah itu. Akhir-akhir ini pola makan Kevin semakin tidak teratur. Ya, akhir-akhir ini. Semenjak Daffa ketahuan memakai narkoba dan di-drop out dari sekolah.
"Kevin kenapa, Ma?" Wulan menatap Bayu yang baru saja pulang. Pria itu melepas jas yang dikenakannya menghampiri sang istri. "Kevin sakit?"
Wulan menatap Kevin selama beberapa saat dan mengangguk pelan. "Tapi dia bilang cuma capek. Mama mau manggil dokter tapi katanya gak usah."
Kening Bayu berkerut. Dia memang selalu sibuk, tapi dia tetaplah sosok ayah yang akan selalu memperhatikan putranya.
"Kayaknya dia masih kaget soal Daffa. Mereka kan udah sahabatan lama banget, bahkan sebelum Kevin ketemu sama Sandra. Dia pasti banyak pikiran. Bahkan Papa aja sempet gak percaya pas Hendra ngasih tahu."
Wulan mengangguk setuju. Dia lalu mengambil tas milik suaminya dan segera pergi ke kamar mereka.
"Sebelum kasus Daffa ketahuan, kayaknya dia udah ngerasa kalo Daffa berubah. Dulu mereka berdua pernah berantem pas Daffa ke sini. Padahal selama ini mereka baik-baik aja. Kevin juga cukup sering nganterin Sandra pulang sekolah. Mas Hendra yang bilang begitu. Dia sama Daffa juga jarang keluar bareng, paling sama Adnan kalo gak Angga," ucap Wulan seraya membuka lemari pakaian.
"Papa bener-bener gak nyangka Daffa sampe begitu. Padahal dia anak yang berprestasi, sayang sekali. Sifatnya juga berbanding terbalik sama Kevin. Dibanding belajar, Kevin malah sering nongkrong sama ngerokok."
"Pergaulan Kevin agak berantakan pas SMP. Tapi sekarang dia udah gak ngerokok. Dia juga udah hampir gak pernah nongkrong malem-malem, paling futsal doang," ujar Wulan.
"Oh, ya?" Bayu berkedip. Dia bahkan sudah bosan memarahi Kevin yang selalu membuat seisi rumah bau karena asap rokok. Tapi kini putranya itu sudah berhenti?
"Hm. Semenjak dia sering sama Sandra."
"Loh? Sandra? Mereka kan—"
"Kevin sering nganterin Sandra pulang, entah dia disuruh Daffa atau kemauan dia sendiri karena mungkin dia ngeliat Sandra pulang sendiri. Kevin itu gak bener-bener benci sama Sandra. Papa sendiri tahu, kan? Mereka juga udah kenal sejak SD, jadi mereka juga udah tahu karakter masing-masing." Wulan menatap suaminya yang kini duduk di tepian ranjang.
"Jika sebuah pertemanan bisa menumbuhkan cinta, maka hal itu juga bisa berlaku bagi mereka yang saling membenci. Cinta bisa tumbuh kapan pun dan dari mana pun. Mama yakin Papa ngerti. Kevin udah dewasa, Pa. Memangnya Papa pikir untuk apa Kevin menyimpan mawar yang diberikan Sandra selama bertahun-tahun?"
Bayu terdiam. Dia sendiri pun tahu, bagaimana Kevin memperlakukan benda itu. Tidak peduli bagaimana rupanya, baunya, benda itu tetap terpajang di dinding kamarnya hingga sekarang. Padahal itu hanya setangkai mawar, dia bisa saja beli yang baru atau bahkan minta langsung pada Sandra, gadis itu masih memiliki banyak di halaman rumahnya. Tapi Kevin justru tetap mempertahankan yang lama. Dia benar-benar menjaganya.
"Bahkan Irma menitipkan Sandra pada putra kita, padahal dia sendiri tahu bagaimana hubungan mereka. Keduanya sering bertengkar di sekolah, Mama sama Irma sering bolak-balik ke ruang guru, bahkan Kevin pernah membuat gadis itu jatuh dari tangga sampai tidak masuk berhari-hari. Tapi Irma tidak pernah marah. Dia justru menaruh kepercayaan pada Kevin," lanjut Wulan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kesandra ✔
Fiksi RemajaKehidupan Sandra berubah semenjak bertemu kembali dengan rivalnya sejak kecil, yakni Kevin. Hari-harinya terasa begitu menyebalkan karena cowok itu terus-menerus mengganggunya. Namun di balik semua itu ternyata Kevin menyimpan sebuah rahasia dengan...