Bagian Tiga Puluh Dua : Tamu Tak Diundang

426 23 17
                                    

Hari Minggu. Waktu yang tepat untuk bermalas-malasan di atas tempat tidur. Bagi mereka yang menghabiskan waktunya selama enam hari penuh, akan menghabiskan waktunya pula di atas tempat tidur pada hari ke tujuh. Entah benar-benar tidur, atau hanya sekadar guling-guling di kasur.

"Sandra belum bangun, Bi?" tanya Hendra yang baru saja menyeruput secangkir kopi. Bi Surti yang sedang menyapu di balkon itu menghentikan sejenak kegiatannya.

"Belum, Pak. Masih digulung selimut di kasur. Tumben," ucap Bi Surti lalu lanjut menyapu.

Hendra mengernyit. Putrinya bukanlah tipe orang yang senang bermalas-malasan seperti itu bahkan di hari Minggu sekalipun. Hendra  melihat ke arah jam dinding yang terpajang di sana.

"Lho, ini sudah mau jam tujuh." Hendra meletakkan koran yang sedang dia baca ke atas meja dan beranjak dari kursi.

"Enak aja males-malesan."

Hendra mendekati pintu kamar putrinya dengan langkah lebar. "Sandra, bangun!" Dia mengetuk pintunya berulang kali.

"Sandra!"

Hendra membuang napasnya. Dia pun memilih langsung membuka pintu kamar Sandra yang memang tidak pernah dikunci. Kedua matanya mengerjap beberapa kali saat melihat keadaan di dalam.

"Ke mana anak itu?" Matanya mencari ke setiap sudut kamar namun tak kunjung menemukan keberadaan Sandra. Tidak terdengar suara dari kamar mandi, artinya Sandra tidak ada di dalamnya. Tempat tidur juga terlihat sudah rapi yang berarti si pemilik sudah bangun.

"Sandra?" Hendra keluar dari kamar putrinya dan berjalan menuruni tangga. Dan siapa sangka, orang yang baru sepuluh menit yang lalu dia bicarakan dengan Bi Surti kini terlihat sibuk membuat beberapa roti isi di dapur. Penampilannya juga sudah rapi.

"Eh, Papa. Pagi, Pa," sapa Sandra sembari meletakkan beberapa roti isi di sebuah lunch box.

"Papa kira kamu masih-"

"Nih, buat Papa." Sandra menyodorkan sepiring roti isi ke arah Hendra dan meletakkannya di atas meja. Papanya terlihat kebingungan melihat apa yang tengah dilakukannya saat ini. Jarang sekali Sandra berada di dapur apalagi membuat roti isi.

"Aku udah kasih Bi Surti barusan. Jadi itu Papa habisin aja," lanjutnya.

"Terus itu mau kamu apain? Kok banyak?" tanya Hendra tepat setelah Sandra menutup lunch box. Cewek itu tersenyum simpul.

"Ini buat Daffa. Hehe." Sandra terkekeh. Dia memasukkan lunch box tadi dan sebotol jus mangga buatannya ke dalam sebuah papper bag.

"Mau ke rumah Daffa sama siapa? Kevin?" Hendra terkekeh sembari mengambil salah satu roti isi buatan putrinya. Rasanya tidak buruk juga. Hampir seperti buatan Irma.

Bibir Sandra sudah mengerucut dengan wajah yang masam. Mendengar nama Kevin membuat mood-nya seakan-akan hilang begitu saja.

Kunyahan Hendra terhenti mendapati reaksi Sadra yang sudah terlalu biasa baginya. Dia tertawa pelan. "Papa bercanda kok."

🌹

"Kevin! Bangun, Nak! Sudah siang." Suara ketukan terdengar dari pintu kamar milik Kevin. Sementara si pemilik kamar terlihat masih asik rebahan dengan balutan selimut yang sudah tidak berbentuk. Salah satu kakinya terekspos karena selimut yang tersingkap.

"Kevin!" Wulan membuang napasnya kasar. Sifat pemalas Bayu benar-benar menurun pada Kevin.

Di dalam, Kevin hanya menggeliat pelan tanpa berniat membuka kedua katup matanya. Tangannya bahkan malah semakin mengeratkan selimut hingga benar-benar menutupi seluruh tubuhnya. Suara mamanya masih terdengar, membuat tidurnya terusik. Selimut semakin ditariknya hingga menutupi kepala. Hingga suara Wulan tidak terdengar lagi. Wanita itu tidak akan bisa masuk, karena pintu yang dikunci. Dan Kevin selalu menyimpan kunci kamarnya di dalam laci.

Kesandra ✔ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang