"Sejak kapan lo kenal sama Daffa?"
Kevin mengerjap beberapa kali. Apa Sandra sudah mengetahuinya? Atau Daffa yang memberitahunya?
"Jawab gue."
"San, lo ngomong apaan sih? Masa iya Kevin kenal-"
"Sejak tiga belas tahun lalu."
Suasana meja itu mendadak hening. Malika sampai lupa menutup mulutnya yang masih menganga lebar.
"Tiga ... belas tahun?" Sandra menatap Kevin tidak percaya. Lelucon macam apa ini? Dia dan Daffa sudah berpacaran lebih dari satu tahun dan tidak mengetahui hal ini sama sekali.
Bagaimana bisa?
"Lo bohong. Iya kan?"
Pak Slamet dan istrinya mengantarkan pesanan keempat murid itu. Mereka sepertinya terlihat sedang membicarakan hal yang cukup serius, tidak seperti biasanya yang selalu membuat keributan. Terutama Sandra dan Kevin. Keduanya saling menatap satu sama lain dalam diam.
Pemandangan yang aneh untuk seorang Pak Slamet.
"Bokap gue sama bokapnya Daffa itu temenan sejak mereka masih sekolah. Daffa pindah, dan gue ketemu sama dia lagi pas masih kelas 3. Dan gue, kenal sama Daffa jauh sebelum gue kenal sama lo. Dan lo masih nyangka gue bohong? Lo bisa telepon Daffa sekarang juga."
Kevin mengambil sendok dan garpu. Dia mulai memakan bakso pesanannya, mengabaikan Sandra yang masih sibuk mencerna perkataannya barusan. Sementara Malika dan Adnan hanya bisa terbengong-bengong.
"Jadi selama ini lo sama Daffa saling kenal?" Adnan angkat bicara.
Kevin mengembuskan napasnya pelan. "Ya gitu deh."
"Kok lo gak ngasih tahu gue?" tanya Sandra.
"Kenapa gue harus ngasih tahu lo?"
"Ya kan gue ceweknya Daffa. Kalo lo emang temenan sama Daffa, setidaknya gue bisa nanya-nanya sama lo kalo terjadi se-"
"Gak penting." Kevin memotong ucapan Sandra dan menatap cewek itu sejenak sebelum kembali terfokus pada makanannya.
"Emang Daffa gak ngasih tahu lo, San?" tanya Malika dengan mulut yang sibuk mengunyah bakso.
"Kalo Daffa ngasih tahu gue, gue gak mungkin kaget pas tahu kalau mereka ternyata temenan. Apalagi udah lama banget."
"Gue yang nyuruh dia supaya gak ngasih tahu lo."
Mata Sandra memelotot. "Kenapa? Gue kan cewek-"
"Karena lo ceweknya. Lo bakal nyuruh-nyuruh gue kalo tahu soal ini. Lo bakal nyuruh gue hubungin Daffa-lah, nganterin lo pulang-lah, ngingetin Daffa makan-lah, ngasih tahu apa yang lagi Daffa lakuin-lah. Dan gue gak mau jadi budak lo."
Sandra mengerjap. Memang benar ucapan Kevin itu kalau dirinya akan melakukan semua itu meskipun tidak sepenuhnya benar. Apalagi memperlakukan Kevin sebagai budak. Budak katanya? Yang benar saja.
Tapi bukankah hal itu wajar? Sandra adalah kekasih Daffa. Dan Daffa adalah sahabat Kevin. Bukankah seharusnya cowok itu tidak marah?
Sandra mengerucutkan bibirnya. Dia memotong bakso yang berukuran besar dengan gerakan kasar.
"Kok bisa sih Daffa tahan temenan sama lo segitu lamanya?"
Kunyahan Kevin terhenti dan menatap Sandra. "Harusnya gue yang ngomong gitu. Kok bisa sih Daffa tahan pacaran sama lo selama setahun?"
"Kevin lo-"
"Udah, San. Habisin makanan lo. Bentar lagi bel." Malika buru-buru melerai perdebatan keduanya. Sandra pun hanya menurut saja, karena toh tidak ada untungnya juga baginya berlama-lama adu mulut dengan Kevin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kesandra ✔
Ficção AdolescenteKehidupan Sandra berubah semenjak bertemu kembali dengan rivalnya sejak kecil, yakni Kevin. Hari-harinya terasa begitu menyebalkan karena cowok itu terus-menerus mengganggunya. Namun di balik semua itu ternyata Kevin menyimpan sebuah rahasia dengan...