Matahari baru sudah berganti, kini seorang gadis sedang menggeliat, meregangkan otot-ototnya selepas bangun tidur. Pukul setengah enam, gumam gadis disana. Dia buru-buru menuju kamar mandi lalu bersiap-siap berangkat sekolah.
Setelah setengah jam berlalu, gadis itu bersiap untuk sarapan bersama keluarga kecilnya. Dimeja makan, terlihat kedua orang tuanya. Gadis itu mencium pipi keduanya secara bergantian dan dibalas dengan senyuman hangat.
Selembar roti dengan selai coklat, serta satu gelas susu coklat. Menu yang sangat Nayla suka, apalagi berhubungan dengan coklat. Nayla melahapnya dan menenggak susu hingga tak bersisa. Lalu berpamitan dengan kedua orang tuanya.
Saat baru menginjakkan kaki keluar rumah, Nayla terkejut melihat siapa yang menunggunya didepan gerbang rumah.
"Ngapain?" tanya Nayla hati-hati. Lelaki itu tersenyum tipis. Pertama kali senyuman itu diperlihatkan dengan orang lain. Dan pertama kali juga bagi Nayla dia melihat senyuman dari lelaki itu.
"Hito, lo senyum?" Nayla tampak memekik tak percaya.
"Memangnya kenapa?" Hito balik bertanya.
"Lo kan patung mana mungkin bisa senyum," sahut Nayla dengan polosnya, Hito yang melihat hanya menyunggingkan sebelah bibirnya.
"Buruan naik," suruh Hito, namun Nayla masih tak mengerti.
"Buat apa?" jawab Nayla membuat Hito mengembuskan napas.
"Sekolah lah, memangnya?"
"Eh, gue bisa berangkat sendiri kok," tolak Nayla dengan halus.
"Naik?"
"Angkot,"
"Buruan naik. Gue gak nerima penolakan," sergah Hito membuat Nayla mematung. Hito mengenakan helmnya, namun Nayla masih tak berkutik. Tiba-tiba Hito menarik tangan Nayla, membuatnya terhuyung ke depan dan siapa sangka, Nayla sedang berada tepat didepan Hito dengan jarak mungkin hanya satu sentimeter. Jantung keduanya seakan berpacu dua kali lipat.
Mampus dah. Hito denger jantung gue gak ya? Kalo denger, malu dong gue. Batin Nayla masih dalam posisi yang sama.
Setelah keduanya sadar, buru-buru Hito melepaskan genggamannya.
"Sorry, gak sengaja," ucap Hito berusaha menetralkan jantungnya. Nayla hanya mengangguk.
Selama perjalanan, mereka saling diam. Tak ada yang berani membuka percakapan terlebih dahulu. Nayla berusaha menampilkan raut muka yang biasa saja, tapi tidak bisa. Dia menunduk sambil memainkan jarinya. Hal yang selalu Nayla lakukan saat ia sedang gugup.
Saat Nayla sadar dia sudah dekat dengan sekolah, dia menyuruh Hito untuk menurunkannya dijalan, tak jauh dari gerbang.
"Hito, gue berhenti disini saja,"
"Kenapa?"
"Gak apa-apa. Pasti nanti diliatin banyak orang,"
"Apa urusannya?"
"Gak apa-apa, turunin gue ya," pinta Nayla. Namun bukan Hito namanya, dia adalah lelaki keras kepala, dimana setiap keinginannya harus terpenuhi. Dia terus melajukan motornya sampai masuk ke dalam gerbang. Dan seperti yang sudah Nayla kira, banyak pasang mata yang menatap ke arahnya. Nayla hanya bisa menunduk dengan mengeratkan genggamannya pada tas Hito.
Saat sudah berada diparkiran. Nayla buru-buru turun dan mengucapkan terima kasih kepada Hito. Dia berlari kecil menuju kelasnya. Saat sudah berada dikelas, dia dengan cepat menenggelamkan wajahnya diantara kedua lipatan tangannya. Mita yang menyadarinya pun mendekat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Only One [SELESAI]
Teen FictionMencintai seorang yang tidak mencintai kita memanglah hal menyakitkan. Harus mempersiapkan diri dan hati untuk menelan pahitnya kenyataan. Jika berjuang sudah dilakukan. Namun, jika sang maha membolak-bolikkan hati tidak berkenan, semua yang pernah...