***
Dengan perasaan setengah hati, Nayla menyapu lantai koridor kelas IPA dari ujung barat sampai ujung timur. Meskipun tidak banyak tempat yang harus dibersihkan Nayla, namun dirinya merasa tidak nyaman, sebab saat berada didepan kelas anak IPA, semua memerhatikan Nayla. Dia pun tidak menanggapi tatapan tersebut dan memilih melanjutkan hukumannya. Butuh waktu lima belas menit bagi Nayla untuk membersihkan semuanya. Peluh membanjiri kening Nayla, dia mengusapnya menggunakan punggung tangan. Nayla duduk dikursi depan kelas IPA 1, dia mengibas-ngibaskan tangannya didepan wajah berharap keringat ini akan hilang.
Tiba-tiba Bu Har datang menghampiri Nayla. "Sudah selesai, Nayla?" tanya Bu Har dengan wajah yang berbeda dari biasanya.
"Su-sudah, Bu," jawab Nayla kikuk, tangannya memainkan ujung pegangan sapu.
"Kalo sudah kamu ikut Ibu ke ruang guru, sekarang ya, Ibu mau manggil murid kelas ini dulu," ujar Bu Har sambil menunjuk kelas IPA 1 menggunakan dagunya. Nayla mengangguk dan segera berlalu meninggalkan Bu Har. Nayla menembalikan sapu didalam kelas dan berjalan sendiri menuju ruang guru. Nayla bukan murid yang pelupa, dalam waktu beberapa hari Nayla sudah mampu mengingat tempat-tempat disekolah yang terbilang cukup besar ini.
Nayla sudah berada diruang guru, tepatnya didepan meja Bu Har yang sedang dia tunggu. Suasana kantor sangat sepi, hanya ada beberapa guru disana yang sibuk dengan kegiatan masing-masing. Nayla menoleh saat mendengar suara Bu Har yang tengah berbicara dengan seseorang. Mata Nayla membulat sempurna saat tahu siapa murid yang ada disamping Bu Har.
"Hito, kamu duduk disamping Nayla," suruh Bu Har, Hito pun menurut, dengan wajah datar, dia menganggap tidak ada manusia disampingnya.
"Maksud Ibu manggil kalian kesini itu Ibu mau ngajuin kalian menjadi peserta lomba Olimpiade matematika mewakili sekolah kita," ujar Bu Har dengan tenang sambil menatap Nayla dan Hito bergantian.
"Kenapa saya, Bu?" tanya Nayla yang masih tak percaya. "Maksudnya kan saya masih baru disekolah ini, kenapa gak murid-murid lain saja yang sudah lama disekolah ini," pendapat Nayla, Bu Har hanya tersenyum menanggapinya.
"Iya Ibu tahu, tapi Ibu melihat kamu cukup berprestasi dibidang akademik terutama matematika. Ibu tahu dari raport kamu waktu sebelum sekolah disini," Nayla hanya mengangguk lemas. Dia seharusnya senang jika dia di ikutsertakan dalam lomba ini, namun yang menjadi permasalahan kenapa partner lombanya harus Hito?
"Baiklah, lombanya akan diselenggarakan tiga minggu lagi, dan Ibu rasa itu cukup buat kalian berlatih. Ibu mau, setiap sepulang sekolah kalian menemui Ibu disini. Kalian paham?" ujar Bu Har sukses membuat Nayla mematung, berbeda dengan Hito yang hanya menampilkan wajah setenang air dan sedatar tembok.
"Mengerti, Bu," balas Nayla dan Hito bersamaan. Kemudian Bu Har mempersilahkan keduanya untuk berbalik menuju kelas masing-masing. Saat keluar dari ruang guru, Hito berjalan didepan Nayla, dan dia hanya menatap penuh cemas punggung Hito.
Kenapa sekian banyaknya murid disini harus elo sih, gerutu Nayla dalam hati. Saat berada didepan mading sekolah tiba-tiba Hito berhenti, membuat Nayla yang ada dibelakang otomatis menabrakkan tubuhnya ke punggung Hito.
"Aduhh," pekik Nayla, Hito berbalik menatap dingin Nayla.
"Jalan pakai mata," ucapnya lalu menoleh ke mading membaca pengumuman disana. Membiarkan Nayla yang terus mengoceh menyalahkannya. Nayla pun geram, dan meninggalkan Hito sendiri disana, berjalan dengan menghentakkan kaki menuju kelasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Only One [SELESAI]
Fiksi RemajaMencintai seorang yang tidak mencintai kita memanglah hal menyakitkan. Harus mempersiapkan diri dan hati untuk menelan pahitnya kenyataan. Jika berjuang sudah dilakukan. Namun, jika sang maha membolak-bolikkan hati tidak berkenan, semua yang pernah...