#23 : Terlupakan ✔

92 13 1
                                    

"Dia siapa?"

Sontak semua terdiam. Menatap Hito dengan raut wajah bertanya. Hito mengenali teman-temannya, mengapa tidak dengan Nayla? Karena memang sudah tahu apa yang akan terjadi, Nayla bersikap seolah tidak terjadi apa-apa. Dia mengatur napasnya akibat detakan jantungnya yang bekerja dua kali lebih cepat. Dia memasang wajah biasa saja. Karena terjebak dalam suasana serba canggung, akhirnya Gilang mengajak Nayla keluar, dia hanya menurut, pikirannya seperti orang linglung.

"Nayla, lo gak apa-apa?" Tangan Gilang terulur menepuk pundak Nayla berkali-kali. Seakan telah sadar dari lamunannya, Nayla mengangguk lemah. Gilang merapatkan kedua bibirnya, dia juga bingung bagaimana semua ini terjadi?

"Sesuai kata dokter. Hito didiagnosis mengidap Amnesia Anterograde. Dan itu bakal bikin dia lupa sama kejadian yang baru dia alami dan otomatis dia bakal lupa sama orang baru, salah satunya gue." Nayla berucap lirih, Gilang memasang wajah kaget, dia syok. Dia masih tak habis pikir.

Nayla jatuh terduduk, pertahannya seketika hancur. Gilang dengan sigap meraih tubuh Nayla, menopang berat tubuh Nayla. Gilang berkali-kali menenangkan Nayla. Semangat hidupnya seperti sudah hilang, untuk berdiri pun dia sudah tak mampu. Mata Nayla memerah menahan air mata. Meskipun tidak menunjukkan dengan nyata bahwa dirinya sedang menangis, namun sosok di sebelahnya tahu Nayla sangat syok dengan kejadian ini.

"Gilang, gue harus apa?" suara Nayla parau. Dia menggigit kuku jarinya, dia masih menahan air matanya yang kapanpun akan segera siap meluncur. Gilang juga bingung, dirinya tidak bisa melakukan apapun kecuali menenangkan Nayla. Setelah beberapa saat merasakan dinginnya ubin rumah sakit, Nayla beranjak berdiri diikuti dengan Gilang. Dengan perasaan mantap dia masuk kembali ke ruangan Hito. Dilihatnya dia tengah berbincang dengan dua temannya. Untuk melangkahkan kaki mendekati Hito rasanya begitu berat bagi Nayla. Namun karena Gilang setia mendukung dari belakang, akhirnya dengan perasaan campur aduk dia berani menemui Hito.

"Hai." Nayla menyapa ramah disusul senyum mengembang di wajah. Hito menatap Nayla datar tak berekspresi. Dalam hati Nayla dia berusaha menguatkan dirinya sendiri.

Oke, mulai semua dari awal.

"Gimana kabar lo?" tanya Nayla berbasa basi. Tetapi yang ia lihat, Hito tak merespon malah menatapnya dengan tatapan asing. Nayla sadar itu, dia mengembuskan napas kasar sekali lagi.

"Gue Nayla." Tangan Nayla terulur menggantung di udara, tetapi tak ada tanda-tandanya seseorang akan menerima jabatan tangan itu. Justru orang tersebut malah mengacuhkan Nayla, menganggapnya tak ada.

"Bro, lo sama sekali gak kenal dia?" Aldi geram sendiri, dia berjalan mendekat ke samping ranjang Hito. Dan bersikeras membuat Hito kembali normal.

"Enggak."

Kerongkongan Nayla seketika mengering mendengar perkataan Hito. Namun tiba-tiba semua beralih menatap pintu, terlihat seorang gadis tergesa-gesa masuk ke dalam ruangan.

"Hito, lo udah siuman? Kenapa gak ada yang ngasih tau gue, sih?" omel Mita yang di tujukam pada semua yang ada disana. Tetapi sadar tidak ada sahutan, Mita menatap semuanya bergantian dengan tatapan bertanya.

"Kok canggung gini?"

"Lo khawatir sama gue ya?" Tangan kekar seseorang mengacak pelan rambut Mita. Yang diperlakukan seperti itu pun sontak terkejut, sama halnya dengan orang disana yang menyaksikannya.

"Bro?" Gilang menginstruksi dan memberikan tatapan seolah-olah dia tak percaya apa yang baru saja ia lihat.

"Kenapa?" Hito menyahut sambil terus menatap Mita dengan senyum yang terbit di wajahnya.

Only One [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang