"Nay-Nay, gue punya rekomended drakor baru, nih. Mau nonton gak?" tawar Mita namun matanya masih tetap fokus pada laptop di depannya.
"Apa sih?" Nayla yang sedang membaca buku di lantai merasa terusik.
"Sini. Liat dulu. Bagus banget tauk!" Mita tetap bersikeras, namun tak sedikitpun pandangannya teralihkan dari layar laptop.
Nayla bernapas jengah, lalu menatap Mita. Alangkah terkejutnya, dia melihat Mita yang sedang sibuk menggigit ujung gulingnya dengan senyum mengembang.
"Ayo dong cium. Ah, lama bet dah. Ayoo!" Mita memekik tak jelas. Dia sudah berpolah seperti cacing kepanasan. Nayla mengernyit bingung. Lalu menggaruk kepalanya.
Saat kesadarannya terkumpul penuh, Nayla menatap Mita tajam. "Wehh, lo liat apaan, Mita?" Nayla buru-buru menutup laptopnya.
"Balikin, Nay. Nanti gue ketinggalan adegan ... Hahaha," Mita sepertinya sudah gila. Nayla menggeleng, berusaha menjauhkan laptopnya dari jangkauan Mita.
"Otak lo udah gak suci lagi. Bener-bener."
"Balikin woi!"
"Enggak. Gue harus nge-ruqyah elo dulu."
"Apasih. Emang gue setan?"
"Otak lo tuh setan."
Brukk
Nayla menabrak kursi di depannya, matanya membulat sempurna. Mulutnya meringis kesakitan. Namun masih tak berkutik. Laptop di tangan sudah ia jatuhkan di lantai.
"A-aw. Sa-kit." Nayla terbata karena nyeri di perutnya.
Mita mendekat panik, namun tak mampu menghilangkan rasa ingin tertawanya.
"Sak-it, Mita." Nayla memeluk perutnya sendiri. Tawa Mita seketika meledak. Nayla menatapnya kesal dan bingung.
"Temen lo nih, temen lo! Sekarat udah." Nayla berjalan membungkuk menuju kasurnya. Mita ikut menuntunnya namun masih belum berhenti tertawa.
"Gue harus ngapain? Hahaha." Mita berucap dengan napas naik turun, dia juga ikut memeluk perutnya sendiri karena sakit terlalu lama tertawa.
"Lo diem!" Nayla berucap sinis. Mulutnya sesekali meringis.
"Coba sini gue liat. Perut lo luka nggak?" Mita menerobos ingin membuka baju Nayla.
"Lo apa-apaan sih, Mit?" Nayla menjauh, menyingkirkan tangan Mita.
"Ya gue mau ngecek, ada luka nggak?"
"Gak-gak-gak! Otak lo ntar ambigu." Nayla bergidik memasang wajah songongnya.
***
"Udah mau malem. Lo nggak pulang?" Mita mengangkat wajah, menatap Nayla yang bertanya padanya.
"Eh, maksud gue ... Ntar ortu lo nyariin." ralat Nayla karena merasa sudah membuat Mita salah paham. Namun Mita malam tersenyum miring. "Gak akan."
Nayla mengernyit bingung. "Oh, ortu lo lagi gak dirumah?" Nayla menebak, lalu tanpa aba-aba dia memeluk Mita antusias. "Lo nginep disini aja. Gimana?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Only One [SELESAI]
أدب المراهقينMencintai seorang yang tidak mencintai kita memanglah hal menyakitkan. Harus mempersiapkan diri dan hati untuk menelan pahitnya kenyataan. Jika berjuang sudah dilakukan. Namun, jika sang maha membolak-bolikkan hati tidak berkenan, semua yang pernah...