Keesokan harinya, di kelas. Nayla berdiam merenung di bangkunya. Lalu-lalang beberapa teman sekelas sudah tak ia indahkan lagi. Tatapan bertanya dan ingin tahu terpancar dari beberapa temannya disana.
"Lo kenapa, Nay? Kok tumben banyak diem?" Nuri, gadis itu bertanya ramah. Salah satu dari sekian ribu orang yang tidak membenci Nayla dan Mita.
Nayla sadar dari lamunannya. Kemudian mengembuskan napas, dan berkata, "Gue gak apa-apa." Sebuah kalimat yang sudah semua orang ketahui, bahwa dibalik kalimat pendek itu menyimpan berjuta masalah. Karena tak ingin terlalu mengusik privasi Nayla. Nuri mengangguk paham, lalu kembali ke bangkunya, sebelum itu dia menepuk pundak Nayla pelan, menyalurkan kekuatan.
Gadis itu terus berdiam diri, pandangannya kosong. Bahkan guru yang sedang mengajar di depan pun tak ia indahkan. Gadis itu sedang tak bersemangat, kalimat saat Hito membentaknya masih terngiang di kepala. Nayla tak bisa terus-terusan seperti ini. Sampai akhirnya, "Pak, saya izin ke UKS, badan saya lagi gak enak," izinnya mengangkat tangan. Semua pandangan beralih menatapnya. Guru itu mengangguk, memberikan izin. Nayla berjalan gontai menuju UKS. Mita sempat menawari diri untuk menemani Nayla. Namun di tolak.
Namun saat keluar kelas. Nayla tak sadar ada sebuah sosok yang juga baru saja keluar kelas. Sosok itu terus memerhatikan Nayla. Memerhatikan langkah gontainya. Karena Nayla sendiri tak mengetahui, dia terus berjalan menuju UKS.
"Kak, saya izin istirahat sebentar ya disini," Nayla meminta izin pada dua petugas penjaga UKS.
Dia merebahkan dirinya diatas brankar. Suasana tenang, namun itu semakin membuat pikirannya kalut. Dia pun memejamkan matanya, berusaha untuk tidur. Namun samar-samar dia mendengar ada suara obrolan, mungkin itu suara petugas tadi, pikirnya. Karena tertutup tirai berwarna putih, Nayla tak tahu siapa yang sebenarnya datang.
Krekk ...
Suara tirai digeser terdengar. Nayla masih memejamkan mata, dia pikir itu petugas tadi sedang mengambil obat. Sampai akhirnya suara deheman terdengar sangat dekat di telinganya. Nayla membuka mata. Lalu menatap sosok di sampingnya, kemudian membalikkan badannya ke samping, enggan menatap sosok itu.
"Ngapain loe disini?" Nayla menggigit jari telunjuknya. Menatapnya kembali, seakan membuka luka yang kemarin sempat membuatnya menangis.
"Maaf,"
Nayla tertawa sumbang, "buat apa? Lo 'kan gak salah."
"Gue udah buat loe nangis kemarin."
Satu tetes air mata Nayla keluar dari sudut mata, segera dia menghapusnya.
"Iya." Nayla menyahut singkat.
Hito berbalik lalu pergi. Sedetik saat Nayla membalikkan badannya. Dia sudah tak melihat lagi sosok yang beberapa menit lalu sudah meminta maaf.
Air matanya kembali luruh. Namun tak ada isak tangis. Dia berusaha untuk tidak bersuara.
Gue cinta sama loe. Tapi kenapa? Saat gue melihat wajah lo. Hati gue rasanya sakit banget.
Mengembuskan napas kasar. Nayla kembali memejamkan mata. Tak ada gunanya juga dia terus-terusan menangis hanya untuk lelaki yang tidak mencintainya.
Jam istirahat telah tiba, bel berbunyi nyaring ke penjuru sekolah. Nayla terbangun, dia menatap langit-langit ruangan berusaha mengumpulkan nyawanya. Kemudian dia mendudukkan diri sambil bersandar pada tembok.
KAMU SEDANG MEMBACA
Only One [SELESAI]
Fiksi RemajaMencintai seorang yang tidak mencintai kita memanglah hal menyakitkan. Harus mempersiapkan diri dan hati untuk menelan pahitnya kenyataan. Jika berjuang sudah dilakukan. Namun, jika sang maha membolak-bolikkan hati tidak berkenan, semua yang pernah...