#34 : Perjanjian ✔

68 8 0
                                    

Hari sudah menjelang pagi, Hito masih setia menunggu Nayla untuk sadar. Erika dan Ferdian disuruh Hito untuk lebih baik pulang, sebab mereka juga butuh istirahat.

"Sayang, kapan kamu sadar?" lirih Hito mengelus punggung tangan Nayla, lalu mengecupnya lama.

"Aku akan selalu disini, nemenin kamu," lanjutnya namun tak berselang lama, ponsel Hito berdering. Hito segera mengangkatnya, sebab tertulis nama Gilang disana.

"Gimana Nayla?" tany Gilang to the point.

"Baik, cuman belum sadar aja."

"Alhamdulillah ...," terdengar seseorang yang mengucapkan syukur serempak,

"Lo sama anak-anak?" Hito mengernyit tatkala mendengar suara yang tak asing lagi baginya.

"Iya, yaudah nanti kita pulang sekolah langsung kesana,"

"Hmm." Hito hanya berdeham, kemudian mematikan sambungan telfonnya.

Saat hendak duduk disamping brankar, tiba-tiba ada suara decitan pintu, tanda bahwa ada yang masuk. Setelah Hito tahu siapa yang datang, raut mukanya berubah jauh lebih datar.

"Hallo, Bro!" sapa Betran menepuk pundak Hito, sok akrab.

Hito tak menggubris, dia lebih memilih diam.

"Lo ingat kan sama perjanjian kita?" seketika Hito menoleh, dengan masih memberikan tatapan wajah datar.

"Ya," balas Hito singkat.

"Jadi Nayla jadi milik gue sekarang, 'kan?" Betran tertawa remeh. Hito diam, dia tidak menjawab, dia benar-benar bingung dengan pertanyaan ini.

"Kalo lo diem, berarti lo pengecut." Betran terus memandang remeh Hito.

"Ya. Tapi lo juga harus janji sama gue, kalo lo sampe berani-berani nyakitin Nayla. Lo bakal habis di tangan gue," ujar Hito memperingati dengan memberi tatapan tajam.

Betran terkekeh, "itu mah gampang."

"Yaudah, ngapain lo masih disini?" Betran menatap risih keberadaan Hito. Dia merasa bahwa dirinya sudah menang atas permainan ini. Hito tak menjawab, dia sedang mencoba untuk tidak tersulut emosi menghadapi lelaki tak berotak seperti Betran.

"Lo mau jagain Nayla? Gak perlu! Lo kan bukan siapa-siapanya sekarang. Yang berhak tuh gue," Betran benar-benar membuat Hito naik pitam. Hito sedari tadi sudah menahan emosinya, bahkan Betran tahu itu, namun Betran terus saja bermain api.

Tak lama kemudian, jari-jari tangan Nayla bergerak. Matanya pun serasa ingin terbuka. Hito bergegas memanggil dokter.

"Keadaan pasien sudah membaik, namun masih harus tetap dirawat disini," jelas dokter, membuat dua laki-laki di depannya tersenyum.

"Saya pamit dulu," dokter pun berlalu pergi.

Hening sesaat, "ha-us," ucap Nayla dengan suara serak, Hito pun bergegas mengambilkan air putih, dan Betran menghampiri Nayla.

"Nayla, akhirnya lo sadar juga," ujar Betran dengan wajah dibuat-buat, namun Nayla hanya menatapnya datar.

"Hi-to ...," sang pemilik nama pun mendekat sembari tersenyum hangat,.

"Ada apa, hmm?"

"Kok aku bisa ada disini?"

"Panjang ceritanya. Kamu sendiri kemarin kok bisa ada di gudang sekolah?" Hito berbalik tanya.

Sekelibat otak Nayla berputar mengenai kejadian kemarin. Tetapi yang dia ingat hanyalah saat dia terjatuh tersandung. Dan setelah itu dia tidak mengingat apapun lagi.

Only One [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang