Sudah seminggu setelah pertengkaran itu terjadi. Hito tidak pernah lagi menampakkan diri di depan Nayla. Entah ada di mana dia sekarang. Sebenarnya Nayla juga merasa khawatir dengan keadaan suaminya. Selama seminggu ini dia tidak bisa tidur dengan tenang, pikirannya sibuk memikirkan Hito. Bagaimana dia? Tinggal di mana dia sekarang? Pertanyaan itu selalu saja membuat kadar kekhawatiran Nayla semakin naik. Dia berusaha menanyakan keberadaan Hito kepada teman-temannya. Namun, dia sengaja tidak bertanya pada Adi dan Ana, sebab dia tidak ingin orang tua Hito tahu bahwa rumah tangga Nayla sedang bermasalah. Pekerjaan Nayla sekarang hanya bisa mondar-mandir tak jelas di depan pintu, sesekali tangannya sibuk mengutak-atik ponselnya. Sekarang dia sadar, dia sangat menyesal tidak mendengar penjelasan Hito waktu itu. Dan karena keegoisannya, dia sendiri yang merasakan pahitnya. Tubuh Nayla benar-benar lelah, dia harus mengurus rumah tidak lagi kedua anaknya yang terus rewel, seakan tahu masalah yang tengah dirasakan kedua orang tuanya.
***
Di belahan bumi yang lain. Hito sekarang sedang berada di apartemen yang ia sewa. Dia sengaja melakukan itu karena tidak ingin mengganggu istrinya. Namun, dengan dirinya yang hidup serba sendirian, Hito tampak tak seperti dulu lagi. Dia yang dulu penuh dengan kewibaannya, sekarang berubah menjadi lelaki yang culun. Yang ia lakukan setiap hari hanya meringkuk di dalam kamar, tak memikirkan hal lain, bahkan untuk merawat dirinya sendiri pun dia tidak peduli. Dia mau makan hanya ketika dia merasa benar-benar lapar, dan mandi pun ia jarang. Penampilan Hito benar-benar berubah drastis.
Lelaki itu beranjak dari ranjangnya, kemudian berjalan menuju sisi ruangan. Dia menatap dirinya dari pantulan cermin di depannya. Matanya sembab dan memerah, seminggu belakangan Hito tidak bisa mengontrol emosinya. Bahkan dia memecahkan kaca dan barang-barang yang ada di dalam apartemennya, yang ia butuhkan sekarang adalah sebuah ketenangan, tetapi Hito bel mendapatkannya.
"Nayla, maafin aku." Hito meluruhkan tubuhnya ke lantai sambil bersandar dinginnya dinding. Selama di sana, bibir pucat itu hanya mengeluarkan perkataan maaf. Tangannya terulur menarik rambutnya kasar, dia menjambak kuat-kuat rambutnya sendiri. Dia meraung marah, sedetik kemudian dia menangis. Benar-benar siapa pun yang melihatnya akan merasa sangat iba.
Hito secara perlahan membunuh jati dirinya sendiri. Dia sekarang hanya menjadi lelaki lemah yang tak berdaya. Hidup sebatang kara tanpa kehadiran seorang yang ia sayang.
***
"Hito emang kayak bocah. Pake acara kabur segala." Seorang lelaki tengah sibuk menyusuri jalanan yang sudah gelap.
"Kamu jangan gitu. Kasian Nayla, kamu 'kan temennya." Wanita sebelahnya memukul bahu sang suami. Aldi dan Mita, pasangan suami istri itu dari beberapa hari belakangan ini sibuk mencari keberadaan Hito. Mereka juga sangat iba dengan keadaan Nayla sekarang. Jadi, mereka memutuskan untuk membantu mencari keberadaan Hito.
"Jakarta udah kita kelilingin. Nyempil di mana dah tuh orang," racau Aldi yang gemas sendiri.
"Eh, bukannya itu Hito?" Mita memekik saat samar-samar dia melihat lelaki yang perawakannya seperti Hito. Lelaki di sana berjalan sempoyongan, berkali-kali tubuhnya jatuh tersungkur.
Mita dan Aldi pun segera bergegas ke sana. Matanya membulat saat tahu bahwa Hito baru sajar ke luar dari klub malam.
"Bener-bener gila ni orang." Aldi segera turun dan menghampiri Hito yang terkapar lemah di tanah. Hito sedang mabuk berat, bahkan untuk berdiri pun rasanya ia tidak kuat. Aldi dan Mita bersusah payah menopang badan Hito yang memang lebih besar. Mereka berdua membawa Hito menuju mobil dan merebahkannya di bangku belakang.
Napas Aldi terengah. "Gegara elo gua udah seminggu gak dapet jatah dari bini gue," Aldi memukul kepala Hito yang sedang tak sadarkan diri. Mita pun mendengus dan berganti memukul bahu sang suami.
***
"Ini di taroh mana?" tanya Mita yang sudah tak kuat lagi menahan berat badan Hito.
"Taroh gudang. Nyusahin aja," Aldi mendengus kesal. Tak segan-segan Mita memukul kepala sang suami.
Aldi dan Mita pun meletakkan tubuh Hito di kamar tamu. Napas keduanya terdengar saling bersahutan. "Urusin sana!" suruh Mita kepada Aldi yang sedang meregangkan otot-ototnya.
"Ogah," tolak Aldi.
"Kamu mau aku yang bukain baju Hito?" Mita tersenyum penuh arti. Buru-buru Aldi memeluk sang istri lalu memintanya ke luar kamar.
"Nyonya Nicholas hanya boleh melihat tubuh seksi Tuan Nicholas," ujar Aldi yang kadar kerecehannya sudah di ubun-ubun. Memang sifat humoris dari dalam diri Aldi tidak pernah hilang, meskipun sekarang ia sudah berumah tangga.
Aldi segera menutup pintu kamar, dan bergegas mengurus Hito yang terkapar lemah. Aldi menutup hidungnya rapat-rapat saat bau alkohol menyeruak masuk ke dalam hidung.
"Lu yang kena masalah. Gue yang susah."
***
Pagi hari seorang lelaki merasa perutnya mual. Dia segera bangkit dari ranjang dan berlari menuju kamar mandi. Tangannya terulur memegangi kepalanya yang seakan berputar. Tetapi setelah ke luar kamar mandi. Dia baru sadar jika dirinya tidak sedang berada di apartemennya.
"Rumah Aldi?" gumam lelaki itu menyapu isi ruang kamar. Pandangannya teralihkan saat melihat pintu kamar terbuka dan menampilkan sosok Aldi yang menampilkan wajah datar.
Aldi tertawa hambar. "Pak bos udah bangun. Mari makan. Apa perlu saya suapin?" Aldi berujar malas, dia menatap sinis Hito.
"Kok gue bisa ada di sini?" Hito memegangi kepalanya dan berjalan menghampiri Aldi.
"Kenapa pala lo? Kliyengan?" Aldi tersenyum miring sembari bersedekap dada.
"Gue kenapa bisa ada disini?" Hito mengulang pertanyaan yang sama sebab Aldi bukan menjawab malah bertanya balik.
"Kenapa gak mampus aja, sih lo. Buat susah orang aja," ujar Aldi sinis lalu berjalan meninggalkan Hito.
Entah ada dendam kesumat apa, Aldi seperti tidak suka dengan keberadaan Hito di rumahnya. Hito pun berjalan mengikuti Aldi dan mereka duduk bersama di meja makan.
Mita menyambut Hito dengan suka cita. Di satu sisi Mita juga merasa lega karena telah berhasil menemukan Hito. Di satu sisi ada seorang yang cemburu akan Mita yang terlalu menyambut ramah kedatangan Hito.
"Suaminya yang mana, nih woe!" Aldi menusuk-nusuk daging yang berada di atas piringnya. Matanya tak menatap seseorang yang ia sindir. Namun, ucapannya mampu membuat Mita dan Hito saling pandang dan kemudian terkekeh.
Di sela-sela kegiatan sarapan paginya, Hito merasa menyesal karena telah memilih sebuah klub malam untuk meluapkan segala emosinya. Bukannya bertambah reda pikirannya. Kini Hito merasa telah muncul masalah yang baru lagi. Dia pikir, dia sudah sangat keterlaluan. Tak memikirkan bagaimana nasib anak istrinya yang ia tinggal.
"Seberat apa masalah lo, sih? Sampe-sampe lo pergi ke tempat gituan?"
Mita memelototi Aldi karena merasa suaminya telah lancang bertanya hal privasi Hito.
"Gue frustasi."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Only One [SELESAI]
Teen FictionMencintai seorang yang tidak mencintai kita memanglah hal menyakitkan. Harus mempersiapkan diri dan hati untuk menelan pahitnya kenyataan. Jika berjuang sudah dilakukan. Namun, jika sang maha membolak-bolikkan hati tidak berkenan, semua yang pernah...