"Kenapa repot-repot ke rumah aku dulu, sih, Bil? Kalo kamu bilang, aku bakal jemput kamu," ujar Leo dengan wajah sedikit kesal. Nabila pun hanya menunduk karena merasa bersalah. Leo pun menghela napas, dia memejamkan matanya rapat-rapat.
Leo segera menaiki motornya dan memakai helm. Karena merasa gadis di sampingnya masih saja terdiam, Leo memakaikan helm ke kepala Nabila. Sontak gadis itu pun terkejut. Dia tak mampu lagi menahan bibirnya untuk tidak tersenyum. Hanya perhatian kecil. Namun, mampu membuat jantung Nabila berdetak tak karuan.
Nabila pun segera naik ke atas motor. Gadis itu nampak kesusahan karena letak roknya yang sedikit menyibak akibat motor Leo yang terlalu tinggi. Dari kaca spion Leo melirik wajah Nabila yang resah, dia pun segera melepas jaketnya dan memberikannya pada gadis di belakangnya. Nabila sempat diam sambil menatap Leo yang menyodorkan sebuah jaket. Karena sudah paham, Nabila segera menata jaket Leo di atas pahanya agar lebih tertutup.
"Makasih."
***
"
Mas, kamu tetep bakal biarin Leo tinggal di rumah sendiri?" tanya Nayla yang kini tengah membuatkan kopi untuk suaminya yang sedang sibuk membaca koran di meja makan.
"Terserah Leo aja, maunya gimana," sahut Hito. Sebenarnya Nayla merasa tidak tenang jika harus meninggalkan Leo di rumah sendiri. Karena Nayla sudah berperan sebagai orang tua bagi Leo, wajar saja jika Nayla merasa khawatir.
***
Waktu istirahat telah tiba. Para murid berlomba-lomba menuju kantin, terkecuali seorang remaja lelakibyang masuh setia duduk di bangkunya. Tidak ada dorongan sedikit pun baginya untuk pergi ke sana, meskipun dia tahu dia lapar. Baginya, malas saja rasanya jika harus berjalan. Karena merasa dia di dalam kelas sendiri, dia lebih memilih duduk bersandar di dinding. Sepasang headseat sudah setia terpasang di kedua telinganya. Mendengarkan musik, salah satu hobinya.
Saking larut dalam kesibukannya, dia bahkan tidak mendengar suara langkah kaki yang berjalan menuju ke arahnya.
"Nih," samar-samar Leo mendengar suara perempuan, dia pun membuka mata dan melihat Nabila yang berdiri di depannya sambil menyodorkan makanan. Leo beranjak berdiri dan duduk di bangkunya, diikuti Nabila di belakang dan ikut duduk di bangku sebelahnya.
"Aku tahu, kamu pasti laper, 'kan?" Tak ada sahutan, Leo hanya mengangguk samar. Nabila pun tersenyum senang, dan buru-buru ia membukakan makanan yang tadi ia pesan. Nabila hendak menyuapi Leo, tetapi dengan cepat Leo mengambil alih sendok plastik dari tangan Nabila dan memakan makanan itu sendiri. Nabila menatap nanar tangannya, sedetik kemudian dia memasang wajah ceria. "Makan yang banyak. Biar gak sakit." Nabila nyengir sambil menatap lekat Leo yang sibuk melahap makanan. Leo berbalik tersenyum menatap Nabila. Gadis ini benar-benar perhatian, pikirnya.
"Kamu gak makan?" tanya Leo di sela-sela mengunyahnya. Nabila mengangguk antusias. Namun, tiba-tiba Leo menyuapi Nabila, karena pergerakan yang membuatnya sedikit terkejut, Nabila hanya menurut saat Leo terus memasukkan makanan ke dalam mulutnya.
"Kamu ngasih makanan ini ke aku, sampe kamu lupa makan. Lain kali, jangan bohong," ujar Leo yang sepenuhnya benar. Memang benar, saat bel tanda istirahat berbunyi, dia sdalah murid pertama yang ke luar kelas. Bahkan tatapan dari teman-temannya pun tak ia hiraukan.
Nabila terkekeh, dia merasa malu karena Leo sudah mengetahui aksinya.
"Leo udah suka sama Nabila?"
Uhuk ... Uhuk
Seketika Leo tersedak, buru-buru Nabila membantu mengeluarkan air minum yang ada di dalam tas Leo. Leo menegak air meniralnya hingga sisa setengah. Ucapan Nabila sungguh membuatnya tersentak.
Leo menempelkan ounggung tangannya ke dahi Nabila, mengecek suhu badan Nabila. "Normal," gumamnya. Nabila mengerutkan dahi. "Kenapa, Leo?"
Leo menggeleng kuat. Nabila sungguh membuatnya tak habis pikir. Jika kebanyakan wanita jual mahal jika berhadapan dengan Leo, dan baru kali ini dia menemukan wanita sebar-bar Nabila, meskipun ini bukan untuk yang petama kalinya, tetap saja Leo merasa Nabila sudah dibutakan oleh cinta.
"Mending hapus aja rasa cintamu ke aku. Aku gak mau, kamu kecewa," ujar Leo serius, bahkan Leo berani menatap mata Nabila selama beberapa detik.
"Enggak. Aku bakal tetep mau nungguin kamu, sampai kamu siap jadi pacar aku," sahut Nabila seperti tidak ada beban. Leo hanya menghela napas berat. Menasihati Nabila mmang tidak ada gunanya. Leo hanya takut, ketika Nabila berharap lebih padanya dan juga bergantung padanya, dia takut jika yang Nabila dapat adalah kekecewaan. Leo tidak tega rasanya. Meskipun begitu, Leo memang belum siap untuk menjalani hubungan berstatus pacaran, itu akan membuat hidupnya merasa lebih terbebani saja.
"Terserah kamu aja. Yang penting aku udah ingein kamu." Leo memutar tubuhnya menghadap tegap lurus ke depan. Makanan yang tadi diberikan Nabila pun tak ia makan lagi. Dia menyibukkan diri dengan membaca buku. Tangan Nabila terulur mengambil sisa makanan Leo,alu memasukkannya kembali ke dalam kresek. Nabila beranjak berdiri tetapi matanya tak beralih sedikit pun dari Leo.
"Kamu nanti anterin aku pulang, 'kan?" tanya Nabila bersemangat. Leo mendongak, lagi-lagi dia harus membuat gadis periang ini kecewa. "Maaf, Bil. Gak bisa, kamu naik angkot atau suruh papa kamu jemput aja," ujar Leo.
Aku kecewa, aku sakit. Tapi aku tidak mau berhenti mencintaimu.
***
Sudah waktunya pulang, Leo bergegas pergi menuju ke suatu tempat. Dia sangat buru-buru saat ini, bahkan ia ke luar gerbang paling pertama. Leo tak sadar jika ada seorang yang menyadari gerak-geriknya yang tak biasa.
"Leo mau ke mana?" gumam seorang berlari menuju luar gerbang. Ia melihat bahwa Leo membawa motor dengan kecepatan penuh. Laki-laki itu memang terburu-buru.
Leo kini sudah sampai di tempat yang ia tuju. Di sebuah perumahan yang lusuh seperti tak terawat. Leo menenteng beberapa kantung plastik berisi makanan. Senyum Leo tak kian luntur saat ia sudahbtak sabar bertemu dengan seseorang.
"Kak Leo!" seru gadis yang mungkin umurnya tiga tahun di bawahnya. Gadis berpakaian sederhana itu seketika berhambur memeluk kedatangan Leo.
"Kamu apa kabar? Udah lama gak kesini, makin cantik aja," puji Leo menoel hidung gadis di depannya dan mampu membuat gadis di depannya bersemu malu-malu.
"Yang lain mana?" Hito melongok, mengecek keadaan rumah di dalam. Gadis di sana menyahut bahwa semua sedang tertidur. Leo pun menyerahkan kantung kresek di tangannya kepada gadis itu.
"Kakak pulang dulu, ya?" pamit Leo mengacak rambut gadis itu.
"Kok buru-buru?" Gadis di sana nampak tak rela.
"Kakak ada urusan." Leo pun berbalik dan berjalan menuju motornya yang berada di pinggir jalan.
"Dia siapa?"
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Only One [SELESAI]
Teen FictionMencintai seorang yang tidak mencintai kita memanglah hal menyakitkan. Harus mempersiapkan diri dan hati untuk menelan pahitnya kenyataan. Jika berjuang sudah dilakukan. Namun, jika sang maha membolak-bolikkan hati tidak berkenan, semua yang pernah...