Malam ini, Nayla menyempatkan waktu untuk berkumpul bersama keluarganya. Jangan lupakan bahwa diantara mereka kini ada Mita. Keberadaan Mita disana bukan lagi sebagai penggangu, justru sebagai pelengkap. Meskipun baru dua hari, Mita sudah pandai menyesuaikan dirinya dengan kedua orang Nayla.
Sosok wanita paruh baya kini kembali dari dapur. Membawakan sepiring kue dan kacang. Ferdian yang sedang sibuk membaca koran, tak menyadari kegiatan orang-orang di dekatnya. Nayla dan Mita yang entah sibuk beradu mulut. Dan Erika sibuk menonton drama di layar kaca.
"Tante suka drama juga?" Mita berbasa-basi. Erika menoleh, lalu mengangguk antusias.
"Kok anaknya enggak, ya? Ahh dasar Nayla gak ada gaul-gaulnya." Mita melirik Nayla sambil terkikik, dan mendapati Nayla yang tengah mempelototinya. Mita nyengir lebar dengan mengacungkan kedua jarinya.
Saat semua larut dalam kesibukan masing-masing. Mereka dikagetkan dengan suara dering ponsel yang berbunyi keras. Semua pasang mata menatap siapa pemiliknya. Dan itu ternyata Nayla. Nayla tertegun membaca nama seseorang yang kini menelfonnya. Kepalanya menoleh ke kanan-kiri, menyusuri setiap wajah yang menatapnya dengan mengerutkan dahi. Mita mengangkat wajahnya seakan berbicara 'Siapa?'. Namun Nayla malah salah tingkah dengan pipi merona.
"Eh Nayla lupa besok ada tugas. Emmhh, Nayla ke kamar dulu." Nayla terkikuk dan segera berlari kecil menuju kamarnya, meninggalkan ketiga orang yang saling beradu pandang.
Sampai di kamar, dia segera menutup pintu. Tak ingin membiarkan orang lain tahu.
"Tumben nelfon? Ada apa?" Nayla berbisik sambil sesekali melirik ke pintu.
"Hayolohhh, lagi telfonan sama siapa?" Nayla terperanjat saat Mita datang dan langsung mendobrak pintu. Nayla menyembunyikan ponselnya di balik punggung.
"Eng-enggak. Gak sama siapa-siapa." Mita berjalan maju dengan memasang wajah menyelidik.
"Lo ngapain?" Nayla berjalan mundur, masih setia menyembunyikan ponselnya.
"Yang nelfon Hito, 'kan?" tebak Mita yang kenyataannya adalah benar.
"Jangan su'uzon wehh." Nayla tetap membela diri. Sedetik kemudian, tawa Mita melengking di penjuru kamar. Nayla yang mendengar pun bergidik ngeri.
Udah gak beres nih.
"Nayla-Nayla. Gue tau kali kalo lo boong. Secara tadi lo bilang kalo lo mau ngerjain tugas buat besok. Besok kan libur Nayla. Lo lupa?" Nayla menggigit bibir bawahnya sendiri, merasa malu dan tak tahu harus menjawab apa.
"Ahh udah lah." Nayla mwnjatuhkan tubuhnya di atas ranjang, sebelum itu dia sudah mematikan sambungan telfon secara sepihak. Tak peduli. Mita yang ikut berbaring pun terus menertawakannya, menganggap kepolosan Nayla sebagai lelucon.
"Nay, kita kan libur empat hari tuh. Gak mungkin, kan, kita cuma di rumah, rebahan doang?" Nayla hanya berdeham, malas untuk berbicara.
Mita berangsut duduk dan mendongak layaknya sedang berpikir. "Gimana kalo besok kita ... ke pantai?" usul Mita dengan wajah yang berseri.
Nayla menggeleng, "enggak ah. Males gue." Mita pun meraih guling dan memukulkan pada Nayla berkali-kali sambil terus merengek, "ayolah, Nay. Sekali aja buat gue seneng kek." Tak mendapat jawaban, Mita malah dipunggungi oleh Nayla.
KAMU SEDANG MEMBACA
Only One [SELESAI]
Novela JuvenilMencintai seorang yang tidak mencintai kita memanglah hal menyakitkan. Harus mempersiapkan diri dan hati untuk menelan pahitnya kenyataan. Jika berjuang sudah dilakukan. Namun, jika sang maha membolak-bolikkan hati tidak berkenan, semua yang pernah...