“Yuk pulang, Mit,” ajak Aldi dan segera masuk ke dalam mobil Mita, namun suara Nayla memberhentikannya.
“Eh, gue gimana?” Nayla tampak kebingungan.
“Emm, elo pulang bareng dia saja deh, soalnya mobil gue bakal penuh, kan mereka pulang bareng gue,” ucap Mita seketika membuat Nayla melotot tajam.
“Apa ini, enggak, kan lo berangkat sama gue, enggak mau,” oceh Nayla tak terima.
“Gue ada urusan bentar sama Mita sama teman-teman gue juga,” ucap Aldi membuat bahu Nayla meluruh.
“Bro, lo anterin Nayla pulang ya?” Gilang sudah tahu rencana apa yang dibicarakan Aldi. Namun tak ada sahutan dari Hito, dia hanya menampilkan raut wajah datar.
“Enggak mau, pleas Mita, gue balik sama lo saja. Gak apa-apa deh berdempetan,” pinta Nayla dengan wajah melasnya, dalam hati Mita sangat tidak tega melihat sahabatnya seperti ini. Namun tatapan yang diberikan Aldi kepadanya seolah berbicara bahwa Mita harus mau menjalankan misi ini.
“Eh, gue buru-buru ini. Yuk, Mit, Lang, Ko,” semuanya menaiki mobil Mita. Dengan wajah memohonnya Nayla menatap kepergian mobil Mita.
Tiba-tiba Hito berjalan dari belakangnya, dia menatap punggung Hito yang kini menuju mobilnya.
Meskipun anti dengan seorang gadis, namun Hito masih memiliki hati, dia menghampiri Nayla yang berdiri dengan menunduk. Hito mengklakson mobilnya sehingga membuat Nayla tersentak dan mendongak menatap Hito. Hito berbicara dengan dagunya, menyuruh Nayla untuk masuk ke dalam mobil.
Dengan ragu-ragu Nayla masuk ke dalam. Bukan tanpa alasan, Nayla sebenarnya bisa pulang sendiri, namun masalahnya dia tidak tahu dimana dia sekarang, sebab dia baru pertama kali menginjakkan kaki disini.
Hito melajukan mobilnya. Sepanjang perjalanan mereka fokus menyumpah serapahi sahabatnya masing-masing yang tega meninggalkan mereka berdua dalam situasi seperti ini.
Dasar sahabat bangsat, gue tahu rencana lo semua. Awas saja, bakal habis lo, batin Hito mencengkeram kuat stir yang dipegangnya. Nayla melihatnya, dia tahu bahwa Hito sedang emosi.
Mitaaa, teganya lo, ninggalin gue sama es batu. Gak tahu apa kalo dia lagi emosi. Huaaaa, Bundaa, kini gantian Nayla yang sedang menyumpah serapahi sahabatnya, mereka semua benar-benar tega.
“Eh Hito kita mau kemana?” ujar Nayla saat sadar ini bukan jalan menuju rumahnya. Tak ada sahutan, Nayla benar-benar merasa bahwa disampingnya bukan manusia melainkan patung hidup. Dia hanya bisa menghela napas. Tak ada gunanya mengajak bicara manusia ini, yang ada hanya angin yang akan menjawabnya.
Mereka sudah sampai disebuah restoran, Hito turun dan diikuti Nayla dibelakang. Mereka duduk disamping jendela kaca yang memperlihatkan pemandangan kota Jakarta.
Seorang pelayan menghampiri meja mereka. Lalu tersenyum ramah.
“Tuan—,” ucap pelayan itu terhenti saat Hito menatap tajam ke arahnya. Pelayan itu sadar bahwa dia elah melakukan apa.
“Emm, mau pesan apa?” lanjut pelayan itu dengan wajah gugup setengah mati. Nayla menatap pelayan itu, kenapa dia, sampai seperti ini setelah Hito menatapnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Only One [SELESAI]
Dla nastolatkówMencintai seorang yang tidak mencintai kita memanglah hal menyakitkan. Harus mempersiapkan diri dan hati untuk menelan pahitnya kenyataan. Jika berjuang sudah dilakukan. Namun, jika sang maha membolak-bolikkan hati tidak berkenan, semua yang pernah...