"Kenapa kamar kamu berantakan gini, ha?" Nayla menautkan alisnya dengan menyapu pandangan ke seluruh kamar Hito yang sudah seperti kapal pecah. Hito dengan santainya berjalan menuju kasur king size-nya dan merebahkan diri, tak merespon Nayla yang berdiri di ambang pintu.
"Lagi emosi aja." Jari Hito bergerak membuka seluruh kancing seragamnya, menampilkan kaos pendek berwarna putih yang sedikit menerawang. Nayla memandang Hito seakan kembali merasa bersalah.
"Maafin aku, ya? Pasti gara-gara ...,"
"Apa sih. Kok pacar aku malah minta maaf terus." Hito berangsut duduk, menepuk kasur bermaksud menyuruh Nayla untuk duduk. Yang di suruh pun hanya menurut.
"Anggap kejadian kemarin gak pernah terjadi." Hito menangkup kedua pipi Nayla. Yang Nayla lihat saat dia menelaah setiap inchi wajah Hito, tak ada lagi sorotan mata tajam melainkan berganti dengan sorotan mata yang teduh, menggambarkan ketulusan. Nayla tak bisa menghentikan bibirnya untuk berhenti tersenyum. Memandangi seseorang yang dicintai dari jarak dekat memanglah memiliki sensasi berbeda. Dan itu memang dibenarkan oleh Nayla, memandangi wajah Hito dari jaral sedekat ini mampu membuat jantungnya berpacu berkali-kali lebih cepat.
"Ngapain senyum-senyum?" Hito ikut terkikik, berangsur dia melepaskan tangannya dari kedua pipi Nayla. Tawa keduanya seketika meledak. Entan menertawakan hal apa.
Hito kini sedang sibuk di kamar mandi. Nayla berinisiatif untuk membereskan kamar Hito yang memang berantakan. Dimulai dengan dia memungut sampah bekas makanan di lantai, dilanjut membenahi barang yang sebelumnya tergeletak di sembarang tempat.
Dan beberapa menit setelahnya, Hito keluar dari kamar mandi. Dahinya mengkerut menatap seluruh penjuru kamarnya yang berubah seratus delapan puluh derajat dari sebelumnya. Hito mendapati Nayla yang berdiri dekat meja belajarnya dengan membawa sebuah kemoceng. Hito tersenyum hangat memandangi Nayla yang masih tak sadar dengan keberadaannya.
"Gini kan bag- AAAAAA!!!" Nayla berbalik dan seketika dia berteriak keras, reflek kedua tangannya menutupi matanya. Dia tak sengaja melihat Hito yang masih telanjang dada, hanya mengenakan handuk yang di lilitkan di pinggangnya. Nayla masih sibuk menyumpah serapahi Hito. Dia berjalan dengan menutup mata, tangannya meraba-raba mencari pintu keluar. Hito terkekeh melihat tingkah Nayla. Dia tak kunjung memakai pakaian dan malah terus menggoda Nayla. "Ngapain tutup mata?"
"Hito ih cepetan pake baju ... Ini pintunya dimana, sih, Ya Allah." Nayla semakin meratapkan pejaman matanya dan masih sibuk mencari keberadaan pintu yang jelas-jelas di belakangnya.
"Loh, kok gak bisa dibuka?" Nayla menggerak-gerakkan gagang pintu berkali-kali. Tetapi pintu seakan sudah dikunci.
Krincing ... Krincing
Nayla tertegun. "Hito, kamu yang ngunci pintunya ya?" sambungnya berteriak kesal. Tawa Hito seketika meledak, dan semakin membuat Nayla bertambah kesal.
"Kamu pake baju cepet, elahh. Aku pegel nih tutup mata terus." Tak mendapat sahutan, yang Nayla dengar hanya suara tawa seseorang.
"Gak ah, enak gini. Bisa godain kamu."
"Hito!! Bentar lagi aku marah nih." Nayla sudah tersungut-sungut, dia ingin sekali memukul kepala sang pacar, namun dengan keadaan seperti ini dia harus rela mengubur hidup-hidup niatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Only One [SELESAI]
Teen FictionMencintai seorang yang tidak mencintai kita memanglah hal menyakitkan. Harus mempersiapkan diri dan hati untuk menelan pahitnya kenyataan. Jika berjuang sudah dilakukan. Namun, jika sang maha membolak-bolikkan hati tidak berkenan, semua yang pernah...