#39 : Ujian ✔

64 8 0
                                    

Satu tahun kemudian.

Yang dulu masih kelas sebelas kini sudah beranjak menjadi kelas duabelas. Nayla dan Mita masih tetap sekelas, begitupun Fira, Hito dan kawan-kawan juga tetap masih sekelas.

Perubahan sudah terlihat dari sikap siswa siswi, yang dulu sering terlambat sekarang sudah jarang bahkan sudah tidak ada lagi yang terlambat. Mereka semua sudah menjadi kakak kelas, jadi harus memberikan contoh yang baik untuk adik-adiknya.

Dan ya, secara tidak langsung hubungan Nayla dan Hito sudah berjalan satu tahun lebih. Meskipun ada saja hal kecil yang membuat mereka bertengkar, namun semakin dewasa mereka sudah semakin paham, hubungan ini sudah tak main-main. Bahkan Hito pernah berkata akan melamar Nayla setelah lukus sekolah nanti. Ntahlah itu benar atau hanya omong kosong belaka. Tapi tunggu, waktu yang akan menjawabnya.

Kini kelas 12 sudah ada kegiatan les sepulang sekolah, meskipun ada 12 murid yang mengeluh akan diadakannya les dengan alasan tidur siangnya terganggu lah, capek lah, namun semangat mereka patut diacungi jempol, meskipun mereka menggerutu namun mereka masih mau untuk mengikuti les, itu pun demi kebaikannya masing-masing bukan?

Kali ini, sepulang les sekitar pukul empat sore lewat lima belas. Hito mengajak Nayla untuk pergi ke rumah pohon yang dulu pernah Hito buatkan khusus untuk Nayla. Namun tak jarang, teman-temannya ikut bergabung disana, namun itu bukan masalah yang besar.

"Mau kemana kalian?" tanya Mita seperti ingin mengintrograsi.

"Rumah pohon," jawab Nayla sekenanya.

"Ikut dong."

"Gue juga ya?" timpal Fira.

"Ya udah ayok!" seperti biasa mereka bertujuh membelah jalanan kota metropolitan yang terkena senja hari ini yang terlihat sangat indah. Sekitar kurang lebih 15 menit, akhirnya mereka sudah sampai disana. Letaknya tak jauh dari restoran milik Hito. Disana pemandangannya sangat menyejukkan mata, rumah pohon yang dibuat di letakkan di pohon besar dekat sungai. Hito pun tak lupa membuat dua buah ayunan yang terbuat dari kayu.

"Senja mengajarkanku, bahwa sesuatu yang indah, kepergiannya yang sejauh apapun pasti akan dinanti," gumam Nayla berpuisi di tepi sungai sambil merebahkan tubuhnya di rerumputan yang hijau.

"Bwaa!" Hito mengagetkan Nayla, membuatnya tersentak.

"Ish, Hito ngagetin aja." Nayla memukul bahu Hito dan malah membuatnya tertawa.

"Lagi ngapain?" Hito melirik Nayla yang tengah rebahan di atas rumput.

"Liatin masa depan." Nayla terkikik sambil menatap langit.

"Gak liatin aku aja? Aku 'kan masa depan kamu." Hito terkekeh, Nayla pun berangsut duduk. "Ogah." tawa Nayla pecah melihat perubahan mimik muka Hito.

"Aldi?" panggil Gilang setengah berbisik.

"Paan?"

"Jangan keras-keras."

"Emang ada apa?"

"Gue mau ...,"

"Mau apa?"

"Ya yang sudah gue rencanain kemarin."

"Ohh, lo mau nembak Fira," pekik Aldi dengan cepat Gilang menutup mulut laknat sahabatnya ini yang asal ceplas ceplos.

"Gausah keras-keras bisa gak sih? 'kan malu di denger Fira."

"Katanya cowok, kok malu?." Aldi berdecih.

"Serah lu!"

Kini Gilang takut-takut untuk mengungkapkn perasaanya pada Fira, sudah kurang lebih setahun Gilang menyimpan perasaan ini. Namun untum kali ini, dia harus mengungkapkan seluruh perasaanya pada Fira. Masalah diterima atau tidak Gilang siap menanggungnya.

Only One [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang