Airi sudah menguap berkali-kali, mengingat waktu sudah hampir menunjukkan pukul 9 malam. Megumi, adiknya, masih melajukan motor ke tempat tujuan mereka, yaitu Restoran Nusantara. Konon kabarnya, restoran itu dipunyai oleh adik dari Arya Sena, artis, selebriti dan produser film terkenal. Sebuah tempat yang masuk ke dalam bucket list dalam kepulangan Airi tahun ini.
"Masih jauh, Meg?", tanya Airi sudah tidak sabar ingin pulang.
"Nggak si kak harusnya. Tapi jalannya nggak ngerti nih, aku nggak sering lewat daerah sini soalnya, kayaknya kita muter deh."
"Ya udah, balik aja deh. Tahun depan ke sini lagi," katanya sudah tidak sabar untuk merasakan hangatnya pelukan lautan kapas.
"Tenang kak, tenang. Bentar lagi nyampe. Aku laper tau dari tadi juga nemenin kamu ngobrol sama temen-temenmu doank kayak obat nyamuk."
"Lah, kamu nemenin ngobrol juga mesen donat, eclair, bubur kacang ijo. Pantesan nggak kurus-kurus," protes Airi pada adiknya yang memang lebih besar daripada dirinya.
"Nah tu, udah keliatan kan restonya, makanya jangan protes mulu lah."
"Dih!"
"Turun sini gih, pesenin tempat, aku parkir dulu."
Airi lantas menurut apa kata adiknya. Sembari memesan tempat, matanya berkeliling ke ruangan. Bibirnya bersungut tanda kecewa karena tidak ada satu selebriti tanah air pun yang nampak.
"Nemu artis kak?", tanya adiknya mengagetkannya dari belakang. Airi hanya menggelengkan kepalanya sembari menurunkan gurat senyum di bibir.
"Anda belum beruntung"
"Pulang yuk ah, ngantuk aku." kata Airi menarik tangan adiknya.
"Laper aku kak, makan dulu lah, gila"
Airi menurut saja karena badan adiknya yang lebih besar mengintimidasinya.
Seorang pramusaji memersilakan mereka berdua untuk menempati meja berkapasitas empat orang di tengah. Tepat di sebelahnya terdapat meja panjang dengan kapasitas 8 orang yang sudah ditandai dengan tulisan "Reserved".
"Minta menunya mbak," kata Megumi kepada pramusaji itu, lalu menerima dua buku menu.
"Pesen apa? Jangan bilang cuma pesen minum aja. Ku tinggalin kamu disini. Jauh-jauh dibelain ke sini harus makan lah!" Omel Megumi yang paham benar karakter kakaknya yang nafsu makannya akan hilang bula sudah mulai mengantuk atau kecewa.
"Iya..iya.."
Airi hanya bisa menurut kali ini. Salah ucap, adiknya tidak segan meninggalkannya di sana. Airi tidak tahu Jakarta. Tidak pula tersemat aplikasi ojek online di telepon genggamnya. Dirinya pun tak tahu di mana alamat kos adiknya.
"Pesen apa?"
"Sop buntut sama es beras kencur, deh"
Megumi memanggil pramusaji kembali.
"Mbak, pesan sop buntut satu, gurame asam manis yang ukuran kecil satu, nasinya 2 porsi, buat dia yang porsi kecil, es beras kencur dua."
"Baik mbak, saya ulangi pesanannya. Sop buntut satu porsi, gurame asam manis kecil satu, nasi ukuran kecil satu, nasi ukuran biasa satu, ada tambahan lagi?"
"Mau martabak?" tanya Megumi.
Airi mengangguk sambil meletakkan kepala di atas tas yang diletakkannya di meja.
"Martabak telur satu mbak, daun bawangnya jangan banyak-banyak."
"Martabak telur, daun bawangnya sedikit. Itu aja kak?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Roman Tiga Puluh
RomanceSultan Syah Damara, 31, seorang pekerja di bidang entertainment. Memutuskan untuk berhenti sejenak dari dunia yang membesarkan namanya. Melarikan diri ke Jepang untuk melupakan sejenak penat kehidupan glamor yang dijalaninya. Pertemuannya dengan Air...