Chapter 10 - 03

2.2K 297 20
                                    

Sultan kembali ke Indonesia dengan harapan hampa. Airi tetap menolak pinangannya. Kata-kata Airi ketika terakhir berkunjung ke rumahnya masih terngiang jelas.

"Kamu ingin menikahiku karena kamu mencintaiku atau karena rasa tanggungjawabmu terhadap kami, Mas?"

Sultan tertegun dengan pertanyaan itu. 

"Aku tahu Mas Sultan sebetulnya mencintai Maria Rosa. Namun keraguan mas akan jarak umur yang terlampau jauh membuatmu ragu dan terkesan tarik ulur."

"Airi, aku.....", Sultan tercekat, kehilangan kata-kata tak mampu melanjutkannya.

"Kita memang pernah punya cerita. Kita punya mereka dari itu. Tapi, bukan berarti lantas aku mau begitu saja menikah denganmu dimana kamu menaruh hati pada orang lain dan keluargamu menyukainya dan tidak begitu denganku. Kalau tujuanmu ingin mebuat aku, Ayuma dan Ayato bahagia, tidak dengan begini. Hidupku dari dulu tidak beruntung mas. Bagiku, ini adalah kebahagiaan untukku. Mereka ini. Dan itu sudah cukup."

Mata Airi yang memerah menahan air mata dan emosi membuat Sultan tak berdaya.

"Kamu tahu rasanya menjadi orang yang terpinggirkan? Hanya bisa menahan tangis melihat yang lain berbahagia. Hanya mampu pura-pura tak mendengar ketika makian dan hinaan diteriakkan. Hanya berangan bisa hidup bahagia dan itu sudah cukup untuk membuatku tersenyum melawan semua sakit hati ini."

Airi berhenti sejenak untuk menelan air lirunya.

"Dan pada akhirnya aku punya kebahagiaan kecil bersama mereka, mungkin bagimu ini serba kekurangan, tapi bagiku ini sudah cukup. Cukup..... Sangat cukup untukku tersenyum setiap detik. Sangat cukup untukku merasa bangga akan sesuatu. Dan aku nggak mau kembali merasakan hinaan, nyinyiran dan makian lagi. Apalagi jika aku masuk dalam keluargamu dengan cara seperti ini. Aku tak sanggup mas. Lebih tidak sanggup lagi menghadapi serangan media dan fans Mas Sultan. Sudah...cukup aku hidup seperti ini, aku sudah senang, Mas. Tolong, pahami aku."

Airi benar. Dirinya memang menaruh hati pada Maria Rosa yang mengisi hari-harinya. Namun dia juga tak bisa membohongi bahwa Airi mempunyai tempat tersendiri di hatinya. Namun Sultan tak pernah mengira bahwa Maria Rosa akan berbuat sejauh ini demi memenangkan hatinya. 

"Awalnya aku kira dia adalah seorang fans gila yang mengaku-aku telah tidur denganmu dan memintamu untuk bertanggung jawab. Aku hanya tidak ingin media membesarkan ini dan kamu terjebak dalam keadaan yang buruk!!"

Begitulah pembelaan Maria Rosa kala dia mendatangi rumahnya untuk meminta penjelasan sebelum dia berangkat ke Jepang. 

"Kenapa kamu tidak bertanya padaku? Setidaknya memberi tahuku?"

"Aku...aku hanya ingin melindungimu..."

"Setidaknya kamu bisa kan bertanya, ini benar atau tidak?", kata Sultan masih dengan nada tinggi.

"Aku...takut.....Aku takut kalau itu benar dan dia akan mengambilmu dariku...."

Tangis Maria Rosa pecah sekali lagi dihadapan Sultan. Kecintaan wanita cantik itu kepada Sultan melebihi siapapun hingga dia berani untuk mempertahankannya dengan cara apapun juga. Dan dia tahu, bahwa jika benar mereka pernah bersama atas dasar suka sama suka, maka harapannya untuk menjalin hubungan lebih lanjut dengan Sultan akan pupus.

"Aku tak pernah menyangka orang sebaik dan selembut kamu tega melakukan hal seperti ini!!"

Kata-kata Sultan waktu itu kepada Maria Rosa cukup untuk membuatnya patah hati. Sultan pun merasa patah hati dua kali. Dia kehilangan wanita yang selalu ada untuknya, dan kini dia kehilangan wanita istimewanya.

Sultan melangkah lesu memasuki pekarangan rumahnya. Pintu rumah dibukanya perlahan. Dilihatnya kakak dan adiknya sedang berkunjung ke rumah bersama dengan para suami dan keponakan-keponakannya yang lucu-lucu. Sultan diam mematung. Membayangkan Ayuma dan Ayato berada di tengah-tengah mereka. Tanpa sadar air matanya menetes. 

Ibunya melihatnya dari kejauhan.

"Sudah pulang nak?"

Sultan mengangguk, lalu berjalan memasuki ruangan tengah dimana keluarganya tengah berkumpul.

"Cepet banget dari Jepangnya dek? Ada urusan apa?", kata Kakaknya.

Sultan menatap tajam Dera, kakaknya. Lalu memalingkan pandangan kepada ibunya.

"Mama nggak bilang ke mereka?"

Ibunya menggeleng. Sultan paham sekali bahwa ayah dan ibunya memang pandai menjaga rahasia. 

"Mama papa pikir akan lebih baik jika kamus endiri yang bercerita."

"Ada apaan sih ma?", kata Dika, sang adik dari taman di samping rumah.

Sang ibu memandangi Sultan, memberikan isyarat apabila putranya ingin bercerita sekarang. namun Sultan enggan bersuara. Dia hanya membuka tas ranselnya dan mengeluarkan amplop coklat tebal berisikan sejumlah uang yang diberikan kedua saudarinya pada Airi. Lalu diletakkannya ampop itu di atas meja tepat di depan Dika. Lalu berjalan menuju ke arah kamarnya.

Dera seketika mengenali amplop coklat tersebut. Sedangkan Dika memandangi Dera seolah bingung apa yang harus dilakukannya saat ini.

"Sultan! Tunggu! Kita cuma ingin melindungi kamu!"

Sultan membalikkan badan.

"Dengan mengusir ibu dari anak-anakku?", jawab Sultan dengan setengah teriak.

Dera terkejut.

"Apa benar itu ankmu? Kamu sudah tes DNA? Bisa jadi dia hanya mengada-ada memanfaatkan kamu yang pelupa!", sanggah Dera tak kalah sengit.

"Tahu apa kakak tentang dia?"

"Karena kita tidak tahu itulah makanya kita harus melakukan ini. Kita nggak ingin karir kamu hancur!"

"Kak, Sultan secara sadar berhubungan dengan dia. Dan memang kalian tak pernah mengenalnya karena dia tak pernah ada di Indonesia!!! Sultan sadar kak! Sultan menyukainya! Makanya itu terjadi."

Dera terdiam. Dirinya tak menyangka bahwa yang dia lakukan atas dasar sayangnya kepada sang adik justru di luar kendalinya.

"Dera, Dika, masuk ke kamar ayah!", pinta sang ayah tegas menengahi pertengkaran anak-anaknya.

Keduanya menurut. Sultan berjalan masuk ke kamarnya lalu membanting pintu. Meluapkan emosi yang sedari kemarin ditahanya.

"Satu hal saja yang aku pinta dari mas, tolong akui mereka sebagai anak mas. Itu sudah lebih dari cukup untukku. Aku tidak ingin mereka kehilangan figur ayah. Tentu saja, aku tidak akan melarang mas atau keluarga mas jika mereka bersedia, untuk bertemu mereka. Mau diambil untuk liburan juga tidak masalah. Asal jangan diambil selamanya. Karena merekalah hidupku satu-satunya, Mas. Dan itulah yang sebenarnya menjadi tujuanku mengapa aku mencari mas Sultan dan ingin memberitahu bahwa aku mengandung. Aku sungguh, tak ingin memintamu untuk menikahiku."

Pinta Airi pada Sultan sebelum berpisah. Hal itu membuat dada Sultan semakin sesak. Dia tak bisa membayangkan betapa beratnya Airi melewati semuanya sendirian. Keinginannya menikahi Airi adalah karena dia ingin memberikan kebahagiaan untuk wanita itu seperti dia telah memberikan kebahagiaan tak terkira pada Sultan atas kedua anak kembarnya. Namun rupanya, Airi mempunyai pikiran yang berbeda.

"Rasa tanggung jawab yang kamu punya itu sudah lebih dari cukup untuk membuatku bahagia mas. Artinya bahwa rasa cinta yang ada itu nyata. Namun, menikah adalah hal yang berbeda mas. Terus terang, aku trauma dengan apa yang pernah terjadi pada ibuku. Mungkin karena ketakutannya menjadi yang kedua dan menerima banyak risakan dari istri ayah membuat ibu tak kuat dan memutuskan untuk menyerah ketika melahirkanku. Aku juga tak tahu. Mungkin saja ibuku memang lemah fisiknya. Namun, aku tak ingin hal seperti itu terjadi untuk kedua kalinya. Aku tak ingin kedua anakku....anak kita terkucilkan di keluargamu. Aku mungkin masih bsia menanggung makian atas diriku. Tapi tidak jika makian itu untuk mereka."

Sultan mengalah, untuk kembali pulang. Namun dia berjanji pada dirinya sendiri tak akan menyerah untuk meyakinkan Airi.


Roman Tiga PuluhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang