"Hup!!"
Sultan meletakkan koper Airi kembali di lantai setelah mengangkatnya dari tanga penginapan.
"You're always need a man to lift your baggage, lady."
Airi tersenyum simpul, "Makasih lho mas."
"By the way, ini berat lho. Kopernya kecil tapi mbak bawa batu?"
Airi tertawa. Sultan melihat wajah sinar matahari senja dari jendela belakang tempatnya berdiri. terpantul cerah pada wajah Airi yang sedikit berminyak sisa kelelahan akan kegiatannya hari ini.
"Enggak, saya bawa mesin tik."
"Mesik tik?", kata Sultan terperanjat. Namun Airi hanya terbahak.
"Laptop mas. Yang jadul dan beratnya hampir 5 kilo."
"Astaga, mbak! Pantesan berat...."
"Maaf lho mas, padahal tadi udah bilang mau angkat sendiri lho."
"Ya untung saya yang angkatin mbak. Ga kebayang mbak selama ini angkat-angkat sendiri."
Airi tersenyum akan perhatian Sultan yang di matanya terlihat sangat tulus.
"Jadi, rencana mas Sultan malam ini ngapain?"
"Hmm..paling nyari makan malam, terus jalan-jalan aja di sekitar kota. Mbak?"
"Sama....."
"Kenapa nggak bareng aja?"
"Ide bagus!"
"Okay, kalo gitu jam berapa kita pergi?"
"Habis maghrib aja biar nggak malem-malem banget gimana? Semenit lagi maghrib nih", kata Airi sembari melirik ponselnya.
"Jam 6 oke kalo gitu?"
"Boleh....."
"Yaudah, kutunggu di lobby nanti ya.."
"Iya...."
Keduanya agak canggung ketika berpisah.
"Oke, mmmm sampai nanti..."
"Iya mas...sampai nanti..."
Jantung Airi berdebar kencang. Padahal hanya janjian makan malam bersama tapi entah mengapa Airi begitu tegang. Pun begitu dengan Sultan. Baginya, Airi adalah strangers. Yang dia temui dalam perjalanan dan akan terlupa ketika perjalanan itu berakhir. Namun rasanya, dia ingin bersama Airi sepanjang hari.
Airi menunggu Sultan hingga benar-benar sampai ke bawah melalui suara derap langkah kakinya. Lalu memasuki kamarnya sendiri. Airi tersenyum senang. Tersenyum-senyum sendiri. Memutar-mutar tubuhnya di depan kaca meja rias. Merebahkan diri di kasur sambil tersenyum senang. Lalu sesaat menyadari tingkah bodohnya dan bangkit menuju ke kamar mandi.
"Nggak, nggak, ini nggak bener. Airi...ingat, dia itu artis, jangan mimpi ketinggian. Jangan jatuh cinta. Kalian ini cuma ketemu sekarang. Besok minggu, kamu pulang ke Kyoto, kamu lupa dia, dan dia juga bakal lebih lupa sama kamu ketika dia pulang ke Jakarta nanti. Oke?! Good. Bersikap biasa, jangan terlalu excited, jangan jatuh cinta. Oke Airi!! Allright,..... good girl!"
Ucap Airi pada dirinya sendiri.
*-------*
"Dah siap?" Kata Sultan setelah melihat Airi turun dari tangga di dekat Lobby penginapan. Airi mengangguk mantab.
Sedektik kemudian mereka melangkah meninggalkan penginapan dan berjalan ke arah stasiun.
"Kita kemana?", tanya Sultan dalam perjalanan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Roman Tiga Puluh
RomanceSultan Syah Damara, 31, seorang pekerja di bidang entertainment. Memutuskan untuk berhenti sejenak dari dunia yang membesarkan namanya. Melarikan diri ke Jepang untuk melupakan sejenak penat kehidupan glamor yang dijalaninya. Pertemuannya dengan Air...