Chapter 6 - 04

2.5K 274 7
                                    

Sultan menyeduh teh di hadapannya. Ketidaksabaran bergelanyut manja pada hatinya. Sesekali memandang keluar jendela kaca yang memisahkan ruangan yang dipesan khusus untuk pertemuan hari ini. Matanya tertuju pada seorang wanita cantik mungil dengan tinggi sekitar 150 cm. Mengenakan kemeja putih dipadu jaket tipis UV-Cut warna biru muda dan celana jeans. Rambut panjangnya terurai indah dan hanya dihiasi dengan bando warna hitam. Kesederhanaan penampilannya tak mengurangi kecantikan wajahnya.

"Dengan Mas Sultan mas,"

Sultan mendengar  suara wanita tersebut samar-samar.

"Di ruangan sebelah ya mbak, silakan." Jawab seorang resepsionis restoran.

"Terima kasih." 

Dia menunggu sebentar. Lalu datang seorang laki-laki yang dikenal Sultan secara dekat. Jojo. Sultan keluar dari ruangan kaca itu, lalu menemui mereka.

"Hai Jo!", sapanya ramah.

"Halo mas. Ini Mbak Luna. Mbak Luna, ini Mas Sultan."

"Waah, haloo mas Sultan. Saya Luna. Eh terima kasih banyak lho mas atas kesediaan mas Sultan menghubungi kami langsung.", kata Luna sembari menjabat tangan Sultan.

"Eh iya mbak, sama-sama. Jo, sorry, kita bisa ditinggal nggak? Agak private sih. Tapi aku dah pesen meja buat kamu di depan ruangan kalo misal mau nungguin."

"Oh gitu? Santai aja sih mas, ini Mbak Mega juga nanti ke sini. Aku tungguin sini aja sekalian makan."

"Sorry, but thank you ya Jo." kata Sultan sambil menepuk pundak Jojo. Lalu berpaling pada petugas restoran, "Mas, meja depan jadi diambil untuk teman saya ya.", lalu berpaling ke arah Luna, "Mbak Luna, boleh ikut saya? Kita ngobrolnya di dalam aja."

Luna mengernyitkan dahi. Namun Jojo memberi kode agar dia mengikuti saja. 

Sultan mempersilakan Luna duduk di kursi depan. Menarik nafas panjang dan memandang Luna yang nampak keheranan.

"Mbak Luna, sebelumnya maaf banget, kemarin mungkin Jojo bilang mau ada urusan promosi tapi, hal yang saya ingin bicarakan dengan Mbak Luna jauh dari soal promosi."

"Iya mas?"

"Mmm....", Sultan terlihat kebingungan untuk mengatur kalimatnya. Sedangkan Luna kebingungan mengapa dia diajak bertemu dengan Sultan. 

"Ada masalah apa ya mas dengan saya?". Luna mulai menegang takut apabila Sultan mendapati dirinya yang beberapa kali maninggalkan komentar iseng pada akun sosial medianya.

"Enggak, nggak ada masalah apa-apa dengan mbak. Hanya saja, saya ingin tanya perihal salah satu kru Radio PPI Jepang yang bernama Airi,"

Luna tak bisa menyembunyikan rasa terkejutnya ketika Sultan menyebut nama Airi.

"Airi Maya Saphira, mas?"

"Betul, Airi Maya Saphira....", ada getaran yang Luna bisa rasakan ketika Sultan menyebut nama sahabatnya.

"Betul, saya kenal Airi. Kami sangat dekat. Ada masalah apa kira-kira mas dengan Airi?"

"Kira-kira mbak kapan terakhir kali bertemu dengannya?"

"Baru kemarin sore, saya ketemu dia di PIM lantas memesankan taksi online untuk ke bandara."

"Shit!", pikir Sultan.

"Kenapa mas dengan Airi?", desak Luna semakin penasaran.

"Mbak punya kontaknya?"

"Iya saya punya.."

"Boleh minta?"

"Bentar mas, tolong jelaskan sama saya terlebih dahulu ada masalah apa dengan Airi? Saya nggak bisa memberikan kontak Airi secara sembarangan!"

Roman Tiga PuluhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang