"Hai...", sapa Sultan tatkala melihat Maria Rosa muncul di balik pintu setelah beberapa saat menunggu di depan kediamannya.
"Hei, sayang. Masuk. Koq tumben langsung ke rumah nggak ngabarin dulu?", sapa wanita yang 10 tahun lebih tua darinya namun masih nampak seperti seusianya.
Sultan masih mematung di depan pintu. Membuat Maria Rosa mengernyitkan dahi.
"Sultan?", tanyanya lembut.
"Ah, sorry. Ada hal penting yang ingin aku bicarakan."
"Masuk, duduk dulu. Mau minum apa?"
"Nggak, makasih. Maria, aku harus menjelaskan sesuatu padamu."
Maria Rosa duduk di sofa ruang tamu yang bermodel ukiran ala keraton berwarna merah itu. Sultan mengikuti duduk di depannya.
"Sebelumnya, aku benar-benar minta maaf sama kamu. Aku tidak bisa melanjutkan hubungan kita."
Bagai disambar petir, janda cantik itu terkejut tergambar jelas dari ekspresinya. Matanya memerah menahan emosi yang baru saja keluar. Dia berharap sedang salah mendengar kalimat yang diucap Sultan.
"Aku lagi nggak salah dengar kan ini?", tanyanya dengan gemetar memastikan yang baru saja didengarnya.
"Maaf. Maafkan aku."
"Kenapa? Kenapa tiba-tiba?"
"Aku bingung harus menjelaskan dari mana. Aku punya anak, dan aku baru tahu hari ini."
"What? Kamu nggak lagi mabuk kan?"
"Nggak, Maria. Aku sadar. Aku sama shocked nya hari ini."
"Kamu nggak lagi ditipu orang kan? Karena bisa aja orang ngaku punya anak dari kamu buat panjat sosial?"
"Nggak, aku nggak sedang ditipu."
"Kamu......"
"Aku melakukannya dengan sadar. Dengan perasaan yang sangat menggebu saat itu padanya. Waktu itu sangat singkat, terlalu singkat untukku menyadari bahwa ada hati yang sudah tertinggal di sana. Dan, yang saat ini ada di pikiranku adalah, bagaimana caranya aku ketemu dengan mereka. Gimana caranya aku memperbaiki keadaan bagi mereka. karena kelalaianku justru membuat mereka ada dalam keadaan yang tidak begitu baik. Tapi, di sisi lain, aku nggak bisa nggak ngabarin kamu. Bagaimana pun juga, kita masih.... ah....ini semua salahku...."
Maria Rosa terdiam kaku memandang Sultan. Mencoba mencerna kata demi kata yang terucap dari bibir pria muda yang sangat dicintainya.
Hubungan mereka pada awalnya memang hanyalah sahabat. Adalah Maria Rosa yang mengungkapkan perasaannya yang berubah menjadi lebih dari sekedar sahabat pada Sultan. Dan atas inisiatif dari pihak manajemen, mereka pun dipasangkan pada beberapa lagu dan acara. Sultan menjadi terbiasa dengan kehadiran Maria Rosa di hari-harinya. Mengaburkan pandangannya tentang Airi yang ditinggalkan di belahan bumi yang lain.
"Marahlah, Maria. Aku tidak akan menghindar. Aku terima."
Maria Rosa masih terdiam. membuat Sultan semakin salah tingkah.
"Maria, kumohon, katakan sesuatu."
Wanita itu masih menahan amahnya. Kali ini tangannya mengepal. Tergambar jelas dia melawan emosinya saat ini.
"Sejak kapan?", kata itu yang pada akhirnya keluar setelah beberapa menit Maria Rosa bungkam di depan Sultan.
"Dua setengah tahun yang lalu."
"Berarti anakmu sudah...."
"Satu tahun lebih."
"Kenapa bisa kamu nggak tahu tentang itu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Roman Tiga Puluh
RomanceSultan Syah Damara, 31, seorang pekerja di bidang entertainment. Memutuskan untuk berhenti sejenak dari dunia yang membesarkan namanya. Melarikan diri ke Jepang untuk melupakan sejenak penat kehidupan glamor yang dijalaninya. Pertemuannya dengan Air...