"Kelompok Adenium?", sapamu padaku yang terduduk berpeluh menahan terik matahari kala pertama kali kita bertemu di OSPEK fakultas.
"Iya, Adenium juga?", balasku singkat tanpa betul-betul memperhatikan wajahmu.
"Iya, dari jurusan apa?", tanyamu lembut. Kali ini aku baru memperhatikanmu. Untuk sedetik saja jantungku serasa terpukul bergetar melihat senyum manis dan tatapan matamu.
"Agrotek,"
Jangan salah sangka dengan jawabanku yang pendek. Bukan karena aku ketus, aku hanya tertawan.
"Oh! Kita satu jurusan. Syukurlah ada teman."
Katamu sembari mengambil tempat duduk di sebelah tanpa permisi. Namun aku biarkan saja. Bodohnya aku tak mampu berkata apa-apa. Hanya senyum tipis yang kulontarkan. Sedangkan kamu, menatap ke depan memandangi orang yang berlalu lalang mencari kelompoknya.
"Ades." Kataku pada akhirnya memperkenalkan diri setelah berpuluh detik terdiam atas gejolak hati yang terjadi akibat senyummu itu.
"Airi." Jawabmu semakin tersenyum dengan tatapan tajam ke mataku sesaat lalu kau buang begitu saja dengan tertunduk malu sedetik kemudian.
Adalah awal mula aku mengenalmu. Seorang gadis manis dengan rambut panjang yang terurai indah. Menenteng tas ransel coklat dan jaket denim tebal berwarna coklat muda. Aku pikir kamu menyukai warna coklat. Sepatumu juga coklat. Senyummu manis seperti coklat. Namun waktu itu aku pun tahu bahwa hidupmu pun sepahit coklat.
Harus aku akui, kalau saja tidak ada Sekar yang bersemayam, aku pasti akan jatuh cinta padamu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Roman Tiga Puluh
RomanceSultan Syah Damara, 31, seorang pekerja di bidang entertainment. Memutuskan untuk berhenti sejenak dari dunia yang membesarkan namanya. Melarikan diri ke Jepang untuk melupakan sejenak penat kehidupan glamor yang dijalaninya. Pertemuannya dengan Air...