Chapter 12 - 3

3.7K 264 33
                                    

Hujan hari ini tidak hanya membasahi bumi, tetapi juga membasahi perasaan wanita mungil di akhir umurnya yang menginjak 40 ini. Maria Rosa mengusapkan kedua tangannya bersilang pada lengannya. Meresapi dingin hawa yang menyusup sembari memandangi rintik hujan yang jatuh membasahi taman kecil bunga mawar miliknya.

Orang melihatnya sebagai wanita yang sukses bukan hanya dalam dunia hiburan sebagai seorang diva, tetapi juga sebagai wanita pengusaha yang handal. Mulai dari usaha kosmetik hingga makanan dilakukannya di sela kesibukannya sebagai seorang selebritas ternama tanah air. Tetapi, kesuksesannya tidak lantas pula diikuti dengan kehidupan asmaranya.

Pernikahannya dengan mantan suaminya di kala usianya 22 tahun hanya bertahan dua tahun selepas Lintang, anak semata wayangnya lahir. Mantan suaminya sudah menikah lagi, sedangkan dia tak berujung pada pernikahan keduanya. Maria selalu menyalahkan dirinya sendiri ketika mengingat hidupnya sendiri. Mengapa selalu jatuh cinta pada orang yang salah? 

Setelah lama menjanda, kenapa harus jatuh cinta pada laki-laki yang usianya 10 tahun di bawah? Yang seharusnya menjadi kakak untuk Lintang, dan bukan sebagai ayah sambungnya. Dan mengapa berkali-kali pula Maria harus memaafkan perbuatan laki-laki itu atas dasar kelemahannya. Mencoba mengerti kelemahannya, namun hatinya serasa sesak.

Airi, memang bukan wanita pertama yang ditiduri Sultan dalam perjalanannya. Dirinya paham betul, Sultan mudah untuk menyukai seseorang dan melepaskan hasratnya lalu berlalu tenggelam dalam kesibukannya dan melupakan begitu saja. Banyak wanita yang menghubungi Sultan, namun Dera selalu memasang badan atas perbuatan adiknya itu. Maria tahu betul. Dia pun yang sering membantu Dera dalam melakukan negosiasi terhadap wanita-wanita tersebut. Namun kali ini, masalahnya bukan hanya ditiduri semata. 

Maria mengutuk dirinya sendiri. Sudah tahu Sultan begitu, tapi dia masih mampu memaafkan lagi dan lagi. Cintanya mungkin sudah kelewat batas manusiawi. Atau hanya cinta buta belaka. Maria tak peduli tentang itu. Untuk orang seusianya, tak lagi peduli tentang apa kata orang terhadapnya. Yang dia bisa hanyalah memberi. Soal terbalaskan, dia tak ingin banyak berharap. Tapi tetap saja, mengapa hatinya sesakit ini?

Wanita itu pun tahu betul, Sultan akan selalu kembali padanya tanpa syarat. Seperti pagi tadi. Selepas pertengkaran demi pertengkaran dengan pembahasan yang sama, Sultan masih tetap mengunjungi rumahnya. Hati laki-laki itu tak bisa berbohong. Dirinya mencintai Maria dengan segala kekurangan yang dimilikinya. Dan wanita itu menerimanya ikhlas.

Kali ini hatinya bimbang. Diambilnya ponsel yang diletakkan di tepi jendela. Berkali-kali telah dilihat kontak Airi yang didapatnya secara diam-diam dari ponsel Bobby tanpa sepengatahuannya. Dan tanpa sepengetahuan Sultan dan keluarganya, Maria telah mengambil inisiatif untuk menghubungi Airi. Sempat ragu dan takut Airi akan mengabaikannya, namun ternyata, Airi tak seperti dugaannya. Dan kali ini, dimantabkan hatinya untuk menghubungi ibu dari anak-anak Sultan itu.

"Hai...Airi?", suaranya bergetar, gugup karena ponselnya telah tersambung.

"Hai, Kak Maria...makasih sudah menghubungi."

"Emm...bisa ngobrol sekarang?"

"Bisa kak. Silakan, apa yang mau ditanyakan?"

"Emm...pertamanya, aku minta maaf kalau ini terkesan akan mengganggu privasimu. Tapi, mungkin kamu sering mendengar berita kedekatan Sultan denganku, tapi tak banyak yang tahu kebenarannya..."

"Iya kak, aku tahu koq kalau hubungan kalian itu beneran..", pootong Airi, membuat Maria menutup matanya menahan gugup.

"Iya, itu betul. Emm....aduh aku nggak tahu mulai dari mana..."

"Ahaha, santai aja kak. Kalau misal kakak ingin tahu kebenaran tentang anakku itu adalah anaknya mas Sultan, iya, aku bersumpah, karena aku tak pernah melakukannya dengan orang lain. Mas Sultan adalah yang pertama dan terakhir, kak."

Roman Tiga PuluhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang