Chapter 4 - 03

2.6K 237 7
                                    

"Single?"

"Sebulanan lah. Kan udah pernah dibahas."

"Oh iya, lupa."

Airi tersenyum sambil memotong steaknya, "Mas Sultan?", matanya melirik Sultan yang duduk di depannya.

Sultan hanya menggeleng sambil tersenyum. 

"By the way, waktu itu kalau nggak salah cowoknya lebih milih teman sekantor?"

"Iya, betul."

"Saya masih nggak ngerti kenapa hubungan jarak jauh itu jarang yang berhasil."

Sultan dengan sabar menunggui Airi yang masih mengunyah daging lembut lalu menelannya beberapa detik kemudian. Matanya memandangi wajah Airi dengan senyum yang jelas sekali terpancar bahagia.

"Mmmm....mmmmm....", Airi berusaha menelan cepat makanannya, "Hmmm...okay, ini dari persepsi saya...", Airi mengambil gelas minum lalu meneguk airnya perlahan.

"Ketika kami kemudian harus berpisah kota, tentu saja karena dia bekerja dan saya masih kuliah, perbedaan itu yang membuat kita pada akhirnya tidak bisa mempunyai satu titik temu. Ini kita bayangkan masih dalam satu negara, mas. Jadwal. Itu yang menjadi kendala besar untuk kita."

"Jadwal?"

"Iya, jadwal saya harus melakukan penelitian, jadwal dia harus bekerja, kita tidak match. Sesederhana itu, sehingga kemudian membuat komunikasi kita sebatas halo, apa kabar, udah makan belum, lagi ngapain. "

Sultan memandang Airi yang kembali memotong steiknya sambil berbicara.

"Kita tidak bisa munafik kan, mas? Manusia butuh teman untuk berbicara. Dan saya akui bahwa beberapa waktu terakhir itu adalah waktu terberat saya. Sehingga saya lebih sering bercerita melalui pesan. Yang kemudian ditanggapinya hanya sebatas -ya udah biarin aja-, atau -sabar ya-. No, no, I want more than that. I want your existence. Tapi saya nggak dapat itu. Lalu saya mulai rewel."

Sultan tersenyum mendengar kalimat terakhir Airi. Dirinya tahu betul tingkah wanita jika sedang meminta perhatian. Mengingatkannya pada kedua saudara perempuannya.

 "Yang saya tidak tahu bahwa dia juga butuh tempat itu. Dia juga butuh untuk didengarkan. Dan memang tidak semua harus tentang saya. kemudian saya melewatkannya begitu saja. Lalu dia bertemu dengan seseorang, dan orang itu menjadi teman berkeluh kesah, lalu kemudian dia mulai membandingkan saya dengan dia."

Air muka Airi mendadak berubah, Sultan menyadari itu. Ingin dia menghentikan cerita Airi, namun wanita itu hanya tersenyum dan menggeleng.

"Pertamanya, saya menyalahkan dia. Tapi kemudian saya sadar, bahwa sayalah yang memberikan ruang itu padanya. Lalu kemudian kami semakin jauh. Dan saya mengambil keputusan untuk mengakhirinya."

"Kenapa nggak mencoba untuk memperbaiki? mereka belum jadian kan?"

"Nggak, mereka belum jadian. Dan dia tidak berselingkuh. Menurut saya."

"Lalu, kenapa?"

"Bagi saya, ini tidak baik, mas. Sekali kita memberikan ruang untuk dimasuki oleh orang lain, maka selamanya ruang itu tidak akan pernah tertutup. Jika saya ingin memperbaiki, maka saya akan memperbaikinya dengan orang baru."

"Aku masih belum ngerti..."

"Bayangkan jika kita pacaran. Lalu mas Sultan lebih suka curhat dengan emm...misalkan saja...emm..siapa itu temen deket mas yang di film Terakhir?"

"Amanda Mika.."

"Iya...misalkan, kita pacaran, tapi mas lebih suka curhat sama Amanda Mika. Mas bayangkan perasaan saya."

Roman Tiga PuluhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang