Chapter 1 - 03

4.3K 478 5
                                    

Sultan tahu, sedari tadi mata Airi memandang bukan pada Deva. Tetapi padanya hingga sengaja mengadu mata beberapa kali. Meski beberapa kali dirinya melihat mata Airi tertuju kepada semua teman-temannya. Namun tak sebanyak pada hitungannya.

Ada sesuatu yang tanpa sadar memaksanya untuk memadu pandang pada wanita yang tak dikenalnya itu. 

Tidak.

Sultan mengenalnya.

Dia hanya tidak bisa mengingat kapan dan dimana dia melihat tatapan tajam mata Airi yang besar dan berkantung jelas itu.

Sementara itu, Airi yang kembali, terkejut dengan posisi Megumi yang sudah berdiri disebelah meja para selebriti dan mengobrol dengan asyik. 

"Nah, ini kakak saya sudah datang. Kak, sini, buruan foto sama kak Deva!"

Muka Airi menjadi merah. Kampret si Megumi, pikirnya.

"Hai, duh, maaf banget mas, terima kasih banyak sudah bersedia memenuhi permintaan adik saya."

"Ah bukan masalah, mbak." Timpal Deva ramah.

Lalu kemudian mereka berfoto bersama. Juga dengan selebriti lain yang ada di sana. 

"Saya unggah di IG boleh?" 

Sudah menjadi kebiasaan Airi selama tinggal di Jepang untuk meminta ijin kepada setiap orang yang bukan temannya untuk mengunggah fotonya di media sosial. Airi tidak akan mengunggah apabila yang bersangkutan tidak mengijinkannya.

Beruntung, semua mengijinkannya. Bahkan Arya Sena bukan hanya memintanya untuk menandai setiap individu dalam foto tersebut, malainkan juga lokasinya. Dia bilang, sebagai promosi terhadap restoran milik adiknya.

Airi melihat Megumi celingak-celinguk. Lalu melemparkan pandangan mengisyaratkan bertanya, ada apa gerangan.

"Kayaknya tadi ada Mas Sultan ya?"

"Oh, Sultan lagi ambil sesuatu di mobil. Tungguin aja."Kata Maria Rosa menimpali.

"Nggak apa-apa mbak, makasih banyak. Yuk pulang Meg, keburu kemalaman, aku belum selesai packing." Kata Airi disusul ucapan terima kasih kepada para artis yang ditemuinya, lalu menarik tangan Megumi pergi.

"Nggak nungguin Sultan dulu sekalian?" Tanya Deva.

Airi menggeleng, "Nggak, Mas. Lain kali aja. Mari mbak, mas."

Sejalan dengan kepergian kakak beradik itu, Sultan memasuki ruangan dan mendekati teman-temannya. Pandangannya tertuju kepada keduanya yang sudah berjalan ke arah pintu. Sesaat kemudian Airi membalikkan badan sambil berjalan. Mata mereka beradu. Airi melempar senyum, lalu menghilang dibalik pintu.

Sultan tertegun. 

Dia merasa mengenal senyuman itu.

"Siapa?", tanya Sultan pada semua.

"Fansnya Deva. Lucu banget malu-malu mau minta foto, akhirnya dimintain adiknya."

"Ooh.."

"Kayaknya dia hater-nya loe deh. Soalnya tadi diminta nungguin loe nggak mau malah buru-buru pulang." Kata Adi sambil tertawa dan disamput gelak tawa teman-temannya yang sependapat.

"Masak si? Tadi udah ketemu sih di depan toilet."

"Oalah, kirain hater loe."

"Oh by the way, Bang Arya, Dimas masih di sini kan?"

"Masih, di dalam, ke sana aja."

Sultan berjalan ke arah ruangan Dimas. Dari jendela di dekat dapur, dia bisa melihat dengan jelas Megumi yang sedang berusaha menjalankan motornya, dan Airi yang berdiri tepat menghadap padanya. Lagi, mereka beradu pandang agak lama. Sejalan dengan perintah megumi agar Airi segera naik ke motor, Airi menangguk sembari tersenyum pada Sultan. Seakan berucap, selamat tinggal.

Sultan masih mematung. Siapa dia? Sebuah senyum yang tidak asing. Sepasang mata yang tidak mau hilang dari benaknya. Tapi dia masih tidak bisa mengingatnya.

Sedangkan Airi, tersenyum riang hingga sampai di kamar kos adiknya.

"Dah buruan kalau mau packing. Perasaan dari tadi senyum-senyum mulu. Makasih donk sama aku yang akhirnya ngabulin keinginanmu foto sama Deva Mahardhika."

"Iyaaa...makasiiih adikku. Tapi, ada yang bikin aku senang lebih dari sekedar ketemu Deva."

"Hmmm??"

"Aku ketemu dengan dia."

"Eh?"

"Kamu ingat dua tahun lalu, aku pernah jatuh cinta pada seseorang, dan hari ini, aku bertemu dengannya."

"Di mana?"

"Di restoran."

"Siapa?"

"Sultan."

"Sultan? Halu kakak."

Airi tidak menjawab. Dia kemudian melanjutkan aktivitas berbenah, karena besok malam, dia harus kembali ke Jepang, tempat dimana dia tinggal. Dan tempat dimana semua berawal.

Sedangkan Sultan, masih dirundung pikiran tentang siapa Airi. Sesampainya di rumah, dibukanya Instagram. Benar yang di bilang teman-temannya, foto mereka di Restoran milik Dimas Suherman sudah diunggah. Tak sulit bagi Sultan untuk melihatnya. Akunnya tidak dikunci. Tertampil nama akunnya Airi Maya Saphira.

Sultan mencoba mengingat nama itu. Tapi hasilnya nihil.

Dilihatnya foto-foto dari Airi. Hingga matanya tertuju pada sebuah foto ruangan bergaya Jepang yang difoto dari luar. Terlihat tempat tidur yang besar dan lemari di sisinya dalam warna yang agak gelap. Yang menjadi perhatian Sultan adalah tulisan yang tertera di sana.

"Jatuh cinta itu mudah. Aku bisa membuatmu jatuh cinta padaku hari ini, lalu kamu melupakannya keesokan hari. Tapi, apakah bisa semudah itu?"

Sultan mengulan-ulang kalimat pembukanya, "jatuh cinta itu mudah."

"Jatuh cinta itu mudah."

"Jatuh cinta itu mudah."

Sultan memejamkan matanya. Membawa kalimat itu pada alam bawah sadar yang mulai mengingat siapa dia.

Roman Tiga PuluhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang