Chapter 6 - 02

2.8K 243 10
                                    

Airi menarik tangan Sultan, membawanya memasuki pemandian air panas. Papan kayu membatasi setiap sudut kolam yang memisahkan kolam ruang satu dengan yang lainnya. Namun pemandangan senja masih bisa terlihat dengan indah. Airi memandang jauh ke atas. Menikmati warna jingga yang bergerak perlahan. Sembari bermain air, menyiramkan air hangat ke dadanya. 

"Kamu penikmat senja?", tanya Sultan yang ada tepat di sebelah Airi.

Airi menggeleng sembari masih memandang keluar. "Aku menikmati masa. Dan jingga senja adalah sebuah masa yang sayang untuk dilewatkan. Tapi aku lebih menyukai jingga fajar."

Airi menolehkan kepalanya pada Sultan dengan senyum yang sangat disukai Sultan dalam perjalanan ini. 

"Kenapa lebih menyukai fajar daripada senja? Aku pikir banyak sekali orang yang menyukai senja."

"Justru karena banyak orang yang menyukai senja. Kemudian menjadi overrated. Bagiku, senja membawa kesenduan. Aku tidak mau menutup hari dengan sendu. Sedangkan fajar membawa riang. Sama seperti aku yang ingin menjalani hari dengan riang."

"Tapi kulihat hari ini kamu menikmati senja."

Airi tersenyum sembari mendekat pada Sultan dan meletakkan kepalanya pada pundak Sultan. "Mungkin karena aku sedang mencuri masa dan aku harus segera mengembalikannya pada si pemilik masa."

Sultan merangkulpundak Airi. Dia tahu benar apa yang dimaksud Airi. Dia pun sama, tak ingin mengakhiri kebersamaan ini. Untuk pertama kalinya Sultan merasa benar-benar jatuh cinta sangat dalam. Dan untuk pertama kalinya dia bisa jatuh cinta seperti ini dalam waktu yang sangat singkat.

Keduanya terdiam dalam rasa yang sedang bersemi. Berdua menatap senja yang perlahan berganti hitam. Meninggalkan jejak kesenduan kepada malam. 

Airi mendaratkan kecupan pada leher Sultan. Dibalasnya dengan ciuman panas pada bibir Airi. Gelora kembali menjalar pada keduanya. Airi melingkarkan tangannya pada leher Sultan. Membuatnya dadanya bersentuhan secara bebas dengan payudara Airi yang mulai mengeras. Sultan memeluk erat Airi, mendekatkan tubuhnya sehingga Airi dapat merasakan dengan jelas kejantanan Sultan yang mengeras menyentuh kulit perutnya.

Sultan memindahkan ciumannya ke leher Airi dan perlahan menuju ke payudaranya. Sultan seakan tak pernah bosan memainkan puting Airi dengan lidahnya, sesekali menghisapnya dan memainkan lidahnya, membuat Airi terkikik geli dibuatnya. Kali ini disasarnya bagian sebelah yang kenyal. Diciuminya dengan sedikit ganas hingga membekas merah, lalu kembali diciumnya bibir Airi sembari mengangkatnya tinggi keluar dari kolam. Airi menautkan kakinya pada pinggang Sultan. Berpasrah pada Sultan yang mengangkatnya keluar dari kolam.

Tangan kiri Sultan meraih handuk putih berukuran besar, lalu menurunkan Airi dan menyekakan handuk pada tubuhnya. Airi melakukan hal yang sama. Sekali lagi, Sultan membopong Airi menuju ke ranjangnya. Menidurkan Airi. Keduanya tak lagi berkata-kata. Hanya saling memandang mata, dan tersenyum dalam gairah dan rasa cinta yang berpadu. Sultan memandangi tubuh Airi yang membuatnya semakin terkagum atas kecantikan wanita di depannya. Tangan Airi meraih kedua tangan Sultan. Namun Sultan melepasnya dan membelai lembut tubuh Airi perlahan. Membuat wanita itu memacu nafasnya. 

Kini diciuminya tubuh Airi dari atas lalu turun hingga ke bawah. Diciuminya bibir bawah Airi yang merekah merah hingga basah. Airi terpejam melenguh tertahan. Mencengkeram kuat rambut Sultan dan menguatkan lingkaran kakinya pada tubuh Sultan, menguncinya rapat. Nafasnya mulai memburu. Sultan menekankan lidahnya masuk. Airi membuka matanya seketika, menahan nafasnya lalu menghembuskannya dengan nikmat. Sultan tertawa puas mendapati reaksi Airi. Dihentikannya ciumannya, lalu berpindah ke leher.

Airi melenguh kecewa. Dia menginginkan lebih. Tapi Sultan hanya menggodanya dengan menggesekkan kejantanannya pada bibir bawah Airi yang sudah sangat basah.

"Please....", pintanya putus asa.

Sultan menggeleng dan masih menggesekkan bagian dirinya yang sudah sangat mengeras pada dinding merah itu. Airi putus asa menahan keinginannya untuk segera dimasuki Sultan. Reaksi wajah yang putus asa itu membuat Sultan tersenyum lebar.

"Kamu jahat banget sih....", protes Airi sembari terengah-engah sambil menggigit bibirnya menahan hasrat yang sangat besar.

Sultan masih tersenyum lebar sembari menciumi payudara Airi. Sedangkan Airi berusaha meraih benda keras itu dengan tangannya, namun Sultan mencegahnya.

"Give it to me, please.....", pinta Airi semakin putus asa.

Wajahnya sudah memerah, nafasnya memburu, air mata hampir keluar karena keputus asaan dalam besarnya gairah diantara keduanya. Sultan menyerah, tak kuat menyiksa Airi terlalu lama, dimasukkinya Airi perlahan, membuat Airi melenguh panjang. Airi mencengekeram Sultan di dalam lubangnya, membuat Sultan semakin bersemangat untuk bergerak semakin cepat. Airi tak mampu menahannya. Tangannya mencengkeram sprei putih di sampingnya kuat. Namun hal itu tak juga membuatnya kuat menahan serangan Sultan yang lebih ganas dari sebelumnya.

Payudara Airi naik turun akibat gerakan Sultan. Membuat Sultan gemas ingin memainkannya. Namun Airi justru semakin tak kuasa menahan gairah. Dipeluknya Sultan erat. Dikuncinya tubuh Sultan dengan kakinya, lalu menahannya kuat sedangkan pinggulnya bergerak seirama dengan gerakan Sultan. Kali ini Sultan yang tak kuasa menahan sensasi gerakan dan cengkaraman Airi dari dalam. Dia merasakan denyutan pada kejantanannya. Semakin Airi bergerak, denyutannya semakin kencang. Dia tahu dirinya sudah mendekati puncak.

"Airi...aku...aku...mau keluar..."

Namun Airi enggan melepas Sultan. Dibiarkannya Sultan mengeluarkan cairannya di dalam liang. Kali ini Sultan yang melenguh panjang. Airi tertawa puas. 

"Nakal banget sih digerakin lagi...hmmmm...keluar lagi kan....", kata Sultan sambil menggesekkan hidungnya pada hidung Airi. 

Airi tertawa, "Kamu tau nggak, ada satu hal darimu yang aku nggak suka?"

Sultan menatap Airi lama, "Apa itu?"

"Hidung kamu...", Airi tertawa.

"Kenapa hidung aku?"

"Iya, hidung kamu kayak buah jambu, coba kalau hidungmu kayak pnyanya Deva Mahardhika, pasti kamu lebih ganteng lagi,"kata Airi semakin tertawa.

Sultan menggerutu, "Ih sebel, lagi-lagi dibilang hidung jambu. Sama kamu lagi!!"

"Habis lucu sih...bikin gimana ya...not as perfect as it should be"

"Ih kamu nih, aku mau kasih kamu banyak benih biar kamu hamil terus anak-anak kita nanti punya hidung aku semua..."

Kata Sultan sembari menggerakkan kejantanannya yang masih keras itu lagi. Membuat Airi yang masih tertawa kembali memacu nafasnya.

"Tapi aku suka kamu, meskipun hidungmu unik seperti ini,"

Sultan tersenyum lalu berbisik lirih di telinga Airi, "I know...and I love you, I'm falling in love with you this hard..."

Airi tersenyum lebar, bergidik merasakan sensasi yang semakin membuatnya bergairah.

Roman Tiga PuluhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang