H E R A

1.7K 96 21
                                    

" Orang bilang, jauh di mata dekat di hati.
Kalau ku bilang, kita itu jauh di hati dekat di mata. "

-Si penguntit

***

Selamat pagi Hera ucapkan untuk Gara yang sedang menyugai rambutnya ke belakang menggunakan jari-jari tangannya di seberang sana. Hazel cokelat gadis itu menyipit kala membidik objek yang jarak pandangnya sejauh lima puluh meter ke depan dengan menggunakan teropong milik kembarannya, Huda.

Dibalik jendela kamar bernuansa biru laut ini, Hera mengarahkan teropongnya ke arah kamar tetangga seberang, tepat di mana seorang laki-laki yang bernama lengkap Anggara Setiaji itu berada.

Gara, seperti itulah Hera memanggilnya. Jika orang lain memanggil lelaki berdarah Jawa itu dengan Angga, maka tidak dengan gadis pemilik hazel cokelat tersebut. Gadis itu punya panggilan sendiri, panggilan sayang katanya. Tentunya panggilan itu hanya dia yang tahu, bahkan Huda yang satu rahim dengan gadis itupun tak tahu-menahu mengenai panggilan itu.

Secret admirer.

Mungkin dua kata itu cocok jika disematkan kepada gadis yang bernama lengkap Hera Achjani ini. Menguntit sudah menjadi kerjaan sehari-harinya. Siapa lagi jika bukan menguntit Gara. Seperti sekarang ini contohnya, dibalik teropong itu hazel cokelat Hera berbinar. Gerak-gerik Gara yang sedang menggulir ponsel seraya tersenyum hingga menampilkan dua lesung di pipi tirusnya menjadi bagian dari rezeki gadis itu di pagi ini.

" Shit! "

Teropong itu Hera lemparkan ke sembarang arah. Dengan gerakan secepat kilat dia bersembunyi dibalik gorden tebal kamarnya. Jantungnya berpacu lebih cepat. Dengan tangan yang sedikit gemetar dia taruh di dada, tepat di mana jantung yang sedang berloncat-loncat itu berada.

Tadi sebelum teropong itu Hera lempar, Gara mengalihkan tatapannya dari ponsel ke jendela kamar yang ada di seberang tempat laki-laki itu berdiri. Mata hitam pekatnya menghunus lurus seolah membalas tatapan gadis berhazel cokelat itu dibalik teropong.

Dengan ragu-ragu Hera mencoba mengintip jendela di seberang sana melalui celah gorden kamarnya. Gadis itu menghela napas lega, pemilik mata hitam pekat itu tak lagi ada di sana.

" Hayo! Ngintip apa lo?! "

Untuk yang kedua kalinya Hera berjengkit kaget. Suara bariton Huda yang tiba-tiba masuk di indra pendengarannya berhasil membuat gadis bergigi gingsul itu mengelus dada.

" Huda! " Hera menepuk lengan Huda kesal.

Huda memberikan tatapan menyelidik ke arah saudari kembar lima menitnya itu.

" Ngintip anaknya Om Danu pake baju ya, lo? "

Satu jitakan berhasil mendarat mulus di kening Huda. Siapa lagi pelakunya jika bukan Hera?

" Sembarangan! Gimana mau ngintip kalo anaknya aja udah gak ada di kamar? " Hera melirikan hazelnya ke arah jendela kamar seberang.

Huda tertawa renyah. Dia adalah satu-satunya orang yang tahu jika adiknya itu sangat menyukai Anggara. Satu-satunya orang yang sangat tahu kebiasaan Hera setiap waktu yang selalu meminjam teropongnya untuk mengamati gerak-gerik sahabatnya itu dari kejauhan.

Laki-laki yang memiliki lesung di dagunya itu merangkul Hera. Menggiring kembarannya berjalan keluar dari kamar.

" Maka dari itu, Ra. Ayo kita cepat berangkat ke sekolah. Biar bisa ngintip anaknya Om Danu secara live! "

***

Stalker Fifty Meter [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang