D U A P U L U H

442 37 2
                                    

" Hati itu ibarat gelas kaca yang jatuh. Kalau sudah dibuat retak dan pecah tidak akan bisa kembali utuh seperti semula."

-Si penguntit

***

Berubah itu mudah, yang sulit adalah mempertahankan. Detik ini berkata iya detik berikutnya bisa berkata tidak. Tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini. Jika Sang Maha pembolak balik hati berkehendak maka terjadilah. Saat ini berkata suka esoknya berkata cinta. Hari ini berkata cinta hari berikutnya berkata benci. Mudah bukan?

Menggantungkan harapan kepada seseorang tidaklah menjanjikan kebahagiaan. Jikapun bahagia, maka selalu ada duka yang terselip di dalamnya. Bagai hadiah yang terbungkus cantik berpita namun sayang ketika dibuka hanyalah sampah yang merupakan sebuah tipuan alias zonk semata. Menyakitkan? Merasa tertipu?

Seperti itulah yang dirasakan gadis malang itu. Untuk yang kesekian kalinya ia harus kehilangan orang yang ia sayangi. Dua kali kehilangan sosok orang tua dan untuk yang ketiga kalinya ia kehilangan sosok laki-laki yang selalu membuatnya bersemangat untuk menjalani hidup.

Hera mematut dirinya di cermin. Berusaha menampilkan senyum terbaiknya kepada semua orang hari ini. Ingin mengatakan kepada dunia jika ia bukanlah gadis malang yang menjadi korban patah hati.

" I'm fine, "  ucapnya mantap namun sayang sorot matanya mengatakan sebaliknya.

Tak mau kembali lemah, Hera segera menyudahi kegiatan bercerminnya. Biar bagaimanapun juga, ia harus baik-baik saja. Ia harus bisa mempertahankan topeng fake smile miliknya sebaik mungkin. Ya, harus!

Mungkin kalian akan berpikir jika Hera akan berhenti menjadi secret admirer Anggara setelah mengetahui fakta jika laki-laki itu telah memilih Sandra. Fakta yang membuat gadis itu menangis dalam diam dipelukan kembarannya.

Awalnya gadis itu ingin berhenti. Namun ia sadar, jika ia berhenti maka ia telah mengingkari janjinya sendiri.

" Mungkin gue lebih memilih jadi secret admirer, "

" Sampai kapan? "

" Sampai perasaan gue ke Anggara hilang."

Mengingat apa yang telah ia ucapkan kepada Huda waktu itu menjadi tamparan telak tersendiri untuk Hera. Ia sadar, hatinya memang sakit namun rasa merah jambu itu masih ada untuk seorang Anggara Setiaji. Ia tidak bisa berhenti sampai rasa itu hilang yang entah sampai kapan rasa itu bertahta di hatinya yang tak lagi utuh.

Hera memilih untuk bertahan.

Memilih pilihan yang sulit dan menyakitkan. Bagi Hera, ia sudah terlanjur jatuh ke dalam. Tak ada gunanya lagi jika ia harus kembali naik ke permukaan. Sudah terlanjur sakit maka rasa sakit itu harus ia rasakan hingga akhir.

Ibarat gelas kaca yang jatuh menjadi retak. Gelas kaca itu tak akan lagi bisa kembali mulus yang ada justru akan semakin retak hingga akhirnya pecah berkeping-keping. Maka sepeti itu pula hati.

Hati Hera sudah sakit, hatinya sudah dibuat retak oleh keputusan Anggara yang memilih Sandra. Hati Hera tak akan bisa kembali baik yang ada justru akan semakin retak dan hancur berkeping-keping.

Teropong hitam seperti biasa sudah siap di jendela. Hera bergerak ke arah di mana teropongnya berada. Pagi ini, sebelum berangkat sekolah seperti biasa ia akan memulai harinya dengan melihat Anggara di seberang sana.

Hera tersenyum, di sana ia melihat Anggara baru beranjak dari kasurnya.

" Jangan diliat kalau cuma buat lo nangis. "

Stalker Fifty Meter [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang