S A T U

791 66 1
                                    

" Nyatanya di mana ada fans di situ ada haters. "

-Si duta sekolah

***

Tik tok tik tok

Suara jam dinding yang berdetak membuat fokus gadis pemilik hazel cokelat itu teralihkan. Beberapa kali ia curi-curi pandang ke arah jam dinding. Tak peduli dengan keberadaan guru berkepala plontos di depan sana yang sedang berisik menjelaskan materi organ-organ reproduksi pada manusia.

" Itu jam gak bakalan kemana-mana kali, Ra. Diliatin mulu," sindir Bani, teman sebangku Hera.

" Istirahat kok lama banget, ya? " Hera tak lagi menatap jam, melainkan kembali fokus menatap Pak Galih.

" Waktu itu jangan ditunggu, Ra. Semakin lo tunggu semakin terasa lama," ucap Bani disela-sela kegiatan menggambarnya.

Hera mendengkus, " By the way, Ban. Ini lagi pelajaran biologi loh, bukan seni," sindir balik Hera saat mendapati Bani sedang menggambar tokoh anime di belakang buku tulisnya.

Bani menutup buku tulisnya. Melempar tatapan tajamnya pada Hera yang tengah tersenyum polos.

" Kecilin suara lo. Pak botak denger mampus lo! " bisik Bani.

" PAK BOTAK?! "

Bani membolakkan kedua matanya. Ingin rasanya ia menenggelamkan Hera ke dalam kolam lele yang ada di belakang sekolah. Suara gadis itu yang menyerukan Pak Botak berhasil menarik perhatian penghuni kelas bahkan sang pemilik julukan pun kini juga ikut menatap mereka.

" Bani, Hera! " bentak Pak Galih yang membuat keduanya memejamkan mata.

Jika Bani saat ini sedang merutuki kebodohan Hera, maka tidak dengan gadis itu. Hera justru membalas tatapan Pak Galih dengan senyum sopannya dan berkata, " Ya. Ada apa, Pak? "

" Coba kalian jelaskan apa yang telah saya jelaskan tadi!" titah pak Galih tenang namun mengintimidasi.

Hera terdiam, hazel cokelatnya melirik Bani yang tengah menatap Pak Galih dengan tegang. Suara detak jam dinding menarik perhatian pemilik hazel cokelat tersebut. Gadis itu tersenyum, satu menit lagi bel istirahat berbunyi. Ide jahil melintas dibenaknya. Bermain-main didetik-detik istirahat sepertinya bukan hal yang terlalu buruk bukan?

" Bani tau, Pak. Katanya dia mau jawab."

" Mati aja lo, Hera! " jerit Bani dalam hati.

Bani menatap Hera horor. Sedangkan yang ditatap malah tercengir lebar tak berdosa. Gadis ini benar-benar membuat Bani ingin menenggelamkannya di kolam lele yang sangat bau itu.

" Oke, Bani.  Jelaskan! " pinta Pak Galih.

" Mmm ... anu, Pak. Itu ...."

Pletak

Seisi kelas berjengkit kaget, suara penggaris yang dipukulkan ke meja oleh Pak Galih berhasil membuat mereka terkejut bukan main. Terlebih Bani, laki-laki itu beberapa kali beristighfar. Jika penggaris sudah beradu di atas meja, maka tak lama lagi eksekusi hukuman akan diberikan oleh guru berkepala plontos itu.Tapi sepertinya hal itu tak akan terjadi. Sebab, Dewi Fortuna hari ini sedang berpihak pada laki-laki berkacamata itu. Bel istirahat berbunyi.

Kringgg kringgg

" Kali ini kalian selamat. Jika ini terjadi lagi, kolam lele menunggu kalian! " ancam Pak Galih.

" Silakan istirahat," lanjutnya sebelum akhirnya berlalu keluar dari kelas.

Bani menghela napas lega. Tanpa ia sadari ternyata daritadi ia telah menahan napas. Bersamaan dengan hembusan napas lega dari laki-laki berkacamata itu, suara tawa Hera meledak di udara.

" Lo bener-bener pengen gue lelepin ke kolam lele ya, Ra? "

***

Makan, tidak.

Dua kata itu terus berdengung di telinga Anggara. Kedua mata hitam pekatnya menatap bimbang kotak bekal biru yang ada di atas mejanya. Jangankan tahu rasanya, isinya saja ia tidak tahu apa. Jika isinya saja sudah tidak tahu maka jangan ditanya lagi apakah ia tahu siapa nama pemberinya. Sudah pasti Anggara akan menjawab tidak tahu.

Dari sekian banyak barang dan makanan yang Anggara dapatkan dari secret admirer-nya, baru kali ini ia berhasil dibuat penasaran dengan seseorang pemberi kotak bekal biru ini. Jika mereka yang lain selalu meninggalkan jejak berupa inisial nama ataupun kelas, maka tidak dengan pemberi kotak bekal biru ini. Sang pemberi tidak ada meninggalkan jejak nama sama sekali selain tulisan Hamba Allah.

Dengan ragu-ragu, Anggara membuka kotak bekal biru tersebut. Aroma khas bumbu nasi goreng langsung menyeruak masuk ke dalam indra penciumannya tanpa permisi. Kedua mata hitam pekat itu sempat berbinar kala tahu bahwa isi dari bekal tersebut adalah nasi goreng telur dadar yang pada kenyataannya adalah makanan kesukaannya.

Lagi, dari sekian banyaknya secret admirer hanya pemilik bekal ini yang bagi Anggara adalah secret admirer sejati. Hanya orang itu yang mengetahui dengan tepat makanan kesukaannya.

Namun tetap saja masih ada keraguan di dalam hatinya untuk menyicipi nasi goreng itu. Biar bagaimanapun juga ini adalah jenis makanan berat yang pertama kali Anggara dapatkan selain cokelat, cokelat, dan cokelat.

Bagaimana jika bekal tersebut dari salah satu haters Anggara? Nasi goreng yang ternyata sudah dicampur dengan racun ataupun obat pencuci perut. Bisa saja bukan?

Nyatanya di mana ada fans di situ pasti ada haters.

" Itu makanan gak akan habis dengan cara lo liatin aja gan," celetuk Huda.

" Sebenernya gue suka banget sama ini nasi goreng. Tapi tetap aja gue ragu untuk makan. Biar bagaimanapun juga ini pertama kalinya gue dapat makanan berat selain cokelat dari secret admirer gue," ucap Anggara.

" Ragu kenapa? "

" Ragu aja dengan keamanan tuh bekal. Fans gue kan biasanya ngasih cokelat. Siapa tau yang ngasih bekal ini haters terus udah dicampur sama yang macem-macem. Bisa aja, 'kan? "

" Jangan nething dulu. Bisa aja 'kan itu bekal memang dari salah satu fans lo. Setiap orang 'kan punya cara yang berbeda-beda untuk menunjukan rasa sukanya. Mungkin aja melalui bekal itu dia bisa dapetin perhatian lo. Kalo gue jadi lo, auto gue cari itu orang sampe ketemu! " ucap Huda yang di dalam hati dibenarkan Anggara.

" Lo bener juga sih. Bahkan sejak pertama kali bekal ini ada, gue udah penasaran sama pemilik bekal ini." Anggara tersenyum tipis.

Ya, tipis sekali. Saking tipisnya begitu sulit untuk terlihat karena hanya orang-orang beriman saja yang bisa melihatnya.

***

Stalker Fifty Meter [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang