D U A P U L U H T U J U H

416 34 0
                                    

Dibalik tatapan sendu ada rasa yang merindu

***

Tok tok tok...

" Ya, masuk! "

Hera tersenyum lega, begitu pula Bani yang turut menyunggingkan senyum. Setelah mendengar suara yang mempersilakan mereka untuk masuk, keduanya langsung dengan sopan membuka pintu kayu itu.

" Ya, ada apa? " tanya Pak Abu saat mendapati kedua anak muridnya yang berdiri kikuk di depannya.

" Begini, Pak. Saya ingin memberitahu jika Hera bersedia untuk mengikuti lomba ke Jogja yang bapak tawarkan tempo hari lalu," jawab Bani memunculkan binar di mata rabun Pak Abu.

Pak Abu mengalihkan tatapannya. Menatap Hera dengan senyum bijak andalannya yang membuat gadis itu tak tahu harus bersikap seperti apa.

" Benar begitu Hera? "

Hera mengangguk mantap.

" Iya, Pak. Setelah saya pikir-pikir, mengikuti lomba sepertinya lebih baik daripada gak masuk di pelajaran bapak selama satu semester." Hera mengusap tengkuknya kikuk.

Kalau boleh jujur, sebenarnya bukan itu alasan Hera untuk menyetujui ikut lomba ke Jogja. Melainkan karena dirinya ingin menjauh dari Anggara sementara waktu. Hatinya tidak setahan itu untuk melihat Sandra yang selalu berada di sisi tetangga lima puluh meternya itu setiap hari. Dalam kata lain, ia ingin menata hati di Jogja nanti.

" Untung saja kamu menghadap sebelum terlambat. Kalau tidak rencananya tadi mau bapak oper ke anak lain,"

Di dalam hati gadis itu ia bersyukur. Hera lagi-lagi menghela napas lega. Jika saja ia terlambat, entah apa yang akan ia lakukan nanti. Satu-satunya cara untuk menetralkan kembali hati dan pikirannya ya hanya dengan pergi sementara dari kota kelahirannya ini.

Ingin bolos sekolah?

Oh maaf saja, Hera masih sayang telinga. Terlalu sakit rasanya mendengar omelan Huda yang nyelekit sampai ke hati itu. Cukup hatinya yang sakit, telinga jangan.

" Jadi kapan kita berangkat, Pak? " tanya Hera.

Pak Abu mengalihkan tatapannya. Melihat kalender kecil yang ada di atas mejanya.

" Tanggal 13," jawab beliau.

Napas gadis itu tertahan. Merasa tak percaya jika ia akan berangkat di tanggal itu.

" Berarti lusa, Pak? "

***

Cokelat panas yang diseduh ke dalam mug mengepulkan asap. Satu dari dua mug hot chocolate yang Huda seduh ia berikan kepada Hera yang tengah sibuk mengeringkan rambutnya menggunakan handuk kecil.

Handuk kecil berwarna biru itu Hera sangkutnya di leher jenjangnya. Setelah mengucapkan terima kasih, ia ambil mug cokelat itu lalu meniupnya.

" Sama-sama," balas Huda saat Hera mengucapkan terima kasih.

Di meja bar yang setinggi bawah dada itu, Hera menjadikan kedua sikunya sebagai tumpuan untuk menopang tubuhnya yang berbalut piyama.

Malam ini hujan kembali turun dengan derasnya. Seperti biasa, Huda akan membuat cokelat panas untuk menghangat tubuh mereka. Meski tidak begitu manis namun Hera sangat menyukainya.

" Persiapkan dirimu, Hera. Lusa pagi kita berangkat."

" Pulangnya kapan, Pak? "

" Paling lama seminggu kita di sana."

Percakapan terakhirnya bersama Pak Abu siang tadi masih berputar-putar diingatan Hera. Ah, ngomong-ngomong mengenai keberangkatannya ke Jogja lusa, gadis itu belum memberitahu Huda.

Stalker Fifty Meter [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang