T I G A P U L U H E M P A T

384 30 0
                                    

Bugh

Satu bogeman mentah mendarat mulus di sudut bibir Anggara.  Bogeman itu juga berhasil membuat tubuh Anggara sedikit oleng karena tak siap mendapat serangan tiba-tiba dari Bani yang sudah kelewat emosi.

Bani maju selangkah. Meraih kasar kerah baju Anggara. Menatap tajam penuh amarah ke arah laki-laki yang sudah berhasil meledakkan amarah yang ia tahan sedaritadi. Cukup sudah dengan melihat pesan teror yang Huda tunjukkan tadi berhasil menyulut emosinya. Tapi tidak dengan kalimat laknat yang Anggara ucapkan tadi. Kalimat yang sukses membuatnya kalap gelap mata.

" Lo pikir, Hera bisa ada di situasi ini karena siapa? Ya karena lo! Gue udah tau semuanya! Kalau aja lo gak gegabah mengikuti logika lo, mungkin Sandra gak akan masuk ke dalam hidup lo dan Hera! "

Anggara menepis kasar tangan Bani dari kerah bajunya.

" Lo pikir gue tau kalo semua ini akan terjadi? Enggak! "

Bugh

Bogeman mentah kembali Bani layangkan, tapi kali ini mengenai tepat di rahang bawah Anggara. Bahkan tubuh laki-laki itu sampai terhuyung karena pukulannya yang cukup kuat.

" Gara-gara pacar lo, Hera diteror!  Kalaupun nanti Hera akan rusak karena teror itu, gue pastikan itu semua karena lo! "

" CUKUP! " bentak Huda melerai.

Anggara dan Bani terdiam di tempatnya. Tapi tetap saja, sorot amarah masih terlihat jelas di mata mereka. 

" Kalian pikir dengan cara adu jotos dan saling menyalahkan seperti ini bisa membuat Hera bebas dari teror itu? "

" Jawab gue!! "  Huda menaikkan volume suaranya.

Anggara dan Bani bungkam.

" Enggak bisa 'kan? Kalian udah bukan anak kecil lagi! Jadi tolong berpikir jernih dan waras untuk menghadapi masalah ini! Jangan asal ngomong dan bertindak gegabah! "

" Untuk lo, Ga. Gue tau lo muak. Gue tau lo khawatir dengan keadaan Hera. Tapi gue mohon untuk bersabar. Ini bukan kasus anak bolos yang bisa lo laporin gitu aja ke guru BK. Ini kasus teror berdarah! Kasus yang bisa buat korbannya masuk ke rumah sakit jiwa! " ucap Huda tegas tertuju untuk Anggara.

" Lo pikir dengan bukti yang ada kita bisa bawa Sandra ke pihak sekolah dan buat mereka percaya? Enggak, Ga! Enggak bisa! Sandra itu pinter,  bukti yang ada sekarang enggak akan cukup untuk buka kedok kejahatan dia. Mulutnya terlalu manis untuk nutupin aksi laknatnya! Apalagi Sandra punya reputasi yang baik di sekolah ini. Sulit untuk buat mereka percaya kalau kapten basket putri SMA GARDA itu pelakunya! " lanjutnya.

Kini Huda menjadikan Bani sebagai titik fokusnya.

" Dan untuk lo, Ban. Gue juga emosi. Gue juga enggak mau kalo Hera berada di situasi ini. Tapi bisa enggak untuk belajar nahan emosi? Kendalikan diri lo! Gue enggak mau karena emosi rencana kita gagal untuk nyelametin Hera! "

Huda mundur, menjauh dari mereka.  Berjalan ke pinggir rooftop. Menatap nanar langit kosong.

" Hera itu satu-satunya keluarga yang gue punya. Gue enggak bisa bayangin gimana hidup gue tanpa dia. Dia adek gue, kembaran gue! " teriak Huda melampiaskan emosinya.

Anggara berdiri, berjalan dengan langkah yang tertatih-tatih mendekati Huda yang membelakangi mereka.

" Sorry, Da. Maafin gue. Gue enggak bermaksud. Gue juga enggak mau Hera kenapa-napa," lirih Anggara.

" Gue juga. Gue sayang sama Hera. Gue juga khawatir sama keadaan dia."

Anggara menatap Bani dengan tajam. Kalimat yang Bani lontarkan benar-benar menyinggung perasaannya. Memangnya hanya laki-laki itu saja yang menyayangi Hera? Mohon maaf saja, Anggara Setiaji juga menyayangi gadis yang bernama Hera Achjani itu.

Mendengar penuturan mereka membuat Huda menatap mereka dan tersenyum miring.

" Demi Hera, apa kalian bisa nyelamatin dia tanpa mengutamakan rasa merah jambu itu? "

***

Tutup botol air mineral Anggara buka.  Dalam heningnya senja, air itu ia alirkan ke atas makam Anggia. Setelah perdebatan di rooftop tadi, hati kalut Anggara memutuskan untuk datang ke makam ini. Ingin menumpahkan segala beban pikiran yang membuat dirinya tak lagi mampu berpikir jernih. Otaknya terlalu buntu karena ditutupi masalah yang terus datang menyapa dan menetap di dalam hidupnya.

Permasalahan keluarga hingga teror Sandra yang mengancam keselamatan gadis yang ia sukai sejak tiga tahun terakhir itu berhasil menjungkir balikkan kehidupan Anggara.

" Anggi...." panggil Anggara lirih.

" Gue akui, apa yang Bani tuduhkan ke gue itu semuanya bener. Gue udah gegabah, enggak mikirin efek dari keputusan gue saat memilih Sandra. Hera diteror gara-gara gue."

Anggara menatap langit senja. Merasa malu saat melihat burung -burung yang beterbangan di langit seolah-olah sedang menertawakan kebodohannya. Mungkin Anggara adalah sosok yang pantas untuk menjadi leader bagi orang lain, terbukti dengan kemampuannya yang bisa mengemban amanat sebagai duta sekolah SMA GARDA. Tapi sayang, ia merasa gagal menjadi leader untuk dirinya sendiri.

" Demi Hera, apa kalian bisa nyelamatin dia tanpa mengutamakan rasa merah jambu itu? "

Pertanyaan Huda saat di rooftop tadi kembali berdengung di dalam pikirannya.

Menyelamatkan Hera tanpa melibatkan perasaan hati?

Ah, terlalu sulit rasanya jika Anggara harus melupakan rasa itu. Perlu kalian tahu jika laki-laki ini sudah dibuat sejatuh-jatuhnya ke dalam hati gadis berhazel cokelat itu. Anggara tidak akan bisa berhenti memperbanyak rasa merah jambu di dalam hatinya jika bukan gadis itu sendiri yang memintanya untuk berhenti.

Tapi, tidak ingatkah ia jika beberapa hari lalu Hera telah menolak melalui permintaannya pada malam itu?

" Pergi! Tinggalin gue, Gara! "

Apakah permintaan Hera yang menyuruh dirinya untuk pergi meninggalkan harus ia lakukan?

Apabila gadis berhazel cokelat itu memintanya untuk pergi, apa itu merupakan tanda jika perasaan merah jambu Anggara kepada Hera bertepuk sebelah tangan?

***

Stalker Fifty Meter [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang