T I G A P U L U H T U J U H

365 22 0
                                    

Binatang memang tak beradab. Tidak seperti manusia yang memiliki adab. Tapi mengapa manusia bisa bertingkah layaknya binatang yang tak beradab?

***

Mungkin mulai saat ini hingga seterusnya, Huda akan menjadikan rooftop sebagai markas tetap mereka untuk mengungkap kasus teror berdarah yang masih belum bisa dipecahkan oleh pihak sekolah. Seperti saat ini, Huda menatap satu persatu tiga wajah berbeda yang duduk dihadapannya.

Hazel coklat itu pada akhirnya terpaku pada Anggara.  Ralat, lebih tepatnya terpaku pada sebuah benda yang baru saja Anggara keluarkan dari saku celana abu-abunya. Tak hanya Huda. Anya dan Bani pun kini juga ikut menatap benda tajam yang berbalut sapu tangan hitam itu.

Anya menahan napasnya sejenak saat melihat Huda membuka sapu tangan itu yang memperlihatkan sebuah pisau lipat yang masih terdapat bercak darah di mata pisaunya. Bau anyir yang berasal dari pisau lipat itupun samar-samar masih dapat mereka cium.

" Pisau lipat itu gue temuin di bawah kasur Sandra," ucap Anggara memberitahu.

Bani mengunyah permen karetnya.  Sesekali membuat balon dimulutnya hingga meletup dan menempel di bibirnya.

" Lo masuk ke dalam kamar Sandra? " tanya Bani tak percaya.

Anggara mengangguk kemudian meneguk minuman botol rasa jeruk yang sempat ia beli di kantin sebelum ia pergi ke rooftop.

" Apalagi yang lo temuin di kamar Sandra? " tanya Huda seraya kembali membalut pisau lipat berdarah itu menggunakan sapu tangan.

Anggara menjetikkan jarinya. Hampir saja ia melupakan satu penemuannya lagi. Segera ia buka galeri di ponselnya dan menunjukkan sebuah foto paket yang berisi potongan-potongan tikus yang berlumuran darah.

Anya meneguk air mineralnya.  Melihat foto berdarah yang Anggara tunjukkan kepada mereka berhasil membuat nafsu makannya menghilang.

" Saat pertama kali gue masuk ke kamar Sandra, gue memang udah cium bau anyir. Bau anyir itu makin nyengat saat gue duduk di kasur Sandra. Saat gue liat ke bawah, gue nemuin pisau lipat yang gak jauh dari kaki gue," ucap Anggara dengan mata yang melirik benda berbalut sapu tangan hitam di tangan Huda.

" Sebelum gue ambil pisau lipat itu, gue minta Sandra untuk buatin gue bekal nasi goreng. Untungnya aja Sandra nurut dan langsung pergi ke dapur. Kesempatan itu gue gunain untuk ngambil pisau lipat itu dan ngeliat sesuatu yang membuat gue ngerasa ganjil dengan apa yang ada di bawah kasur itu," tutur Anggara yang disimak baik oleh mereka.

" Dan ternyata bener, bau anyir itu berasal dari sebuah paket yang Sandra sembunyikan di bawah kolong kasur. Pas gue buka, isinya ya... seperti apa yang kalian lihat difoto itu." Anggara menunjuk foto yang terpampang jelas di layar ponselnya.

Bani membetulkan kacamatanya yang sempat terturun.

" Tapi untuk apa Sandra melakukan itu? Sedangkan Hera sendiri sedang ada di Jogja yang jauh dari jangkauan dia kan? " tanya Bani yang berhasil membuat mereka memutar otak.

" Apa jangan-jangan Sandra berniat ngirim paket itu ke Jogja? Secara gak mungkinlah dia ngirim paket ke rumah sedangkan targetnya sendiri lagi gak di rumah, " tambah Anya.

" Itu gak mungkin! " sanggah Huda.

" Da, gak ada yang gak mungkin. Lo lupa sepicik apa pelaku teror itu? Kalau dia gak bisa melakukan sesuatu di luar batas,  gak mungkin korban teror berdarah akan selalu berakhir di rumah sakit jiwa! " seru Anggara mengingatkan betapa berbahayanya sosok sang pelaku teror.

Stalker Fifty Meter [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang