T I G A P U L U H T I G A

376 31 0
                                    

Huda :
Temui gue di rooftop skg!

Kedua alis Bani bertaut bingung. Jika dilihat dari pesan tersebut, ada hal penting yang pasti ingin Huda sampaikan. Tak mau membuat laki-laki itu menunggu lama di rooftop, bergegas ia undur diri dari latihan band akustiknya saat ini.

Dengan langkah yang sedikit berlari ia menuju rooftop. Saat tiba di tangga menuju rooftop, kebetulan di sana juga ada Anggara yang juga ingin menaiki tangga.

" Loh, Angga? "

Anggara menghentikan langkahnya sejenak. Sama bingungnya seperti Bani saat melihatnya yang juga ingin menuju rooftop.

" Lo mau kemana? " tanya Anggara.

" Rooftop. Huda yang minta," jawab Bani.

" Sama, gue juga."

Lagi-lagi Bani menautkan kedua alisnya. Berusaha untuk coba mengerti dengan apa yang terjadi. Huda menyuruhnya untuk pergi ke rooftop.  Begitu pula dengan Anggara yang juga disuruh oleh kembaran Hera Achjani itu untuk menemuinya di rooftop.

" Pasti ada hal penting. Ayo kita ke rooftop! "

Anggara mengangguk setuju dan langsung mengikuti langkah Bani yang menaiki anak tangga.

Klek

Huda menoleh ke arah pintu. Di sana ada Anggara dan Bani yang baru saja masuk untuk memenuhi penggilannya. Mereka berdua pun melangkah mendekati Huda yang berdiri tegak di pinggir rooftop.  Laki-laki pemilik lesung di dagu itu menyugai rambutnya ke belakang. Menatap wajah kedua laki-laki yang menyukai adiknya secara bergantian.

" Ya, langsung aja. Ada hal penting yang mau gue sampaikan tentang Hera dan teror berdarah itu ke kalian berdua," ucap Huda membuka obrolan.

" Kenapa dengan Hera? " tanya Anggara yang khawatir.

" Hera di teror lagi? " kali ini nada khawatir berasal dari Bani.

Huda mengeluarkan ponselnya. Membuka pesan kemarin sore dari nomor tak dikenal yang berisi teror.

" Menurut kalian siapa pengirimnya? " tanya Huda.

" Ya udah jelas Sandra lah! " jawab Bani dengan emosi yang tertahan.

Huda tersenyum, ternyata ia tak salah menebak. Ah ralat, ternyata  bukan hanya ia sendiri yang berpikir jika sang pengirim pesan teror itu adalah Sandra.

" Kenapa teror itu bisa masuk di hape lo? " tanya Anggara.

" Jadi gini, sebelum Hera berangkat ke Jogja gue minta dia untuk ganti nomor sementara waktu. Semua akun sosmednya bahkan gue tutup. Nah, nomor Hera ini gue yang pakai, " jelas Huda secara singkat.

Kali ini Bani tersenyum. Ternyata saran yang waktu itu ia berikan kepada Huda benar-benar dilakukan oleh laki-laki itu.

" Gak semudah itu. Lo tau sendiri pintarnya pelaku teror itu gimana. Satu-satunya cara supaya Hera bisa aman dia harus pergi sementara."

Alis kanan Huda menukik tajam.

" Maksud lo? "

" Beberapa hari yang lalu Pak Abu ngajak Hera untuk mewakili sekolah kita buat lomba cipta karya baca puisi di Jogja. Tapi Hera belum nerima tawaran itu. Dengan situasi yang berbahaya seperti ini, gue pikir Hera lebih baik nerima tawaran Pak Abu untuk lomba di Jogja, Da," ucap Bani.

Huda terdiam. Masih mencoba memahami dan berpikir untuk mempertimbangkan. Kalau dipikir - pikir,  apa yang dikatakan Bani ada benarnya juga. Di situasi yang masih penuh dengan aksi teror berdarah seperti ini, ada baiknya jika kembarannya itu pergi sementara waktu. Setidaknya dengan Hera yang berada di Jogja, gadis itu tidak akan menerima teror yang dilayangkan oleh Sandra.

Tidak mungkin Sandra akan nekad mengirim paket boneka berdarah ke Jogja bukan?

" Ya, gue setuju! Hera memang harus pergi sementara waktu untuk menenangkan diri."

" Tapi saran gue, sebelum Hera berangkat ke Jogja ada baiknya lo tukar nomor hapenya dengan nomor hape lo," tambah Bani.

" Maksud lo, gue pakai nomor hape Hera? "

Bani mengangguk membenarkan.

" Untuk apa? "

***

" Saat Hera di Jogja, Sandra gak mungkin bisa melakukan teror secara langsung. Yang cuma bisa dia lakukan adalah melakukan serangan teror lewat pesan ataupun telpon.  Oleh karena itu, gue coba ikutin saran Bani untuk menukar nomor hape Hera. Dan ternyata itu beneran terjadi. Sore kemarin nomor gak dikenal itu ngirim pesan yang berisi teror ke nomor pribadi Hera," jelas Huda yang diangguki paham oleh Anggara.

Baik Anggara maupun Bani sama-sama sedang menahan emosi. Terlihat jelas dari kepalan tangan mereka yang begitu kuat, menggambarkan betapa marah kedua laki-laki itu terhadap aksi teror yang dilakukan Sandra.

" Ya udah, mau tunggu apa lagi? Sekarang kita lapor ke pihak sekolah supaya Sandra gak melanjutkan teror berikutnya! " Anggara berbalik badan, ingin meninggalkan rooftop.

Namun sebelum Anggara benar-benar pergi meninggalkan rooftop dan membongkar semuanya ke pihak sekolah, Huda telah menahan Anggara lebih dulu. Tidak akan ia biarkan Anggara melaporkan kasus ini tanpa disertai bukti yang kuat.

" Jangan sekarang! Belum waktunya, Ga! " cegah Huda dengan tangan yang menahan bahu Anggara.

" Terus harus sampai kapan kita sembunyikan kasus ini? Sampai Hera jadi korban? Sampai Hera jadi kelinci percobaan Sandra selanjutnya? Sampai Hera rusak dan masuk rumah sakit jiwa, huh?! "

***

Stalker Fifty Meter [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang