S E P U L U H

530 41 0
                                    

Pada akhirnya orang tua jugalah yang menjadi tempat kita untuk kembali pulang.

***

Suara dentingan sendok yang beradu dengan pinggiran piring meramaikan sarapan saudara kembar itu di ruang makan. Keduanya kompak tak mengeluarkan suara saat ritual makan mereka sedang berlangsung. Sudah menjadi aturan di dalam keluarga yang bermarga Atmaja itu jika sedang makan maka tidak ada pembicaraan.

Hanya sarapan sederhana namun nikmat, yakni nasi goreng telur dadar yang bertabur kacang polong. Tak lupa pula ditemani jus jeruk.

" Alhamdulilah, "

Sendok dan garpu dibalik menyilang, menandakan sarapan telah selesai.

" Sudah jam setengah delapan, " ucap Huda kala melirik jam tangan hitamnya.

" Ya udah, kita berangkat sekarang aja." Huda mengangguk setuju.

Mereka beranjak dari ruang makan. Huda berjalan menuju garasi sedangkan Hera berjalan ke arah dapur untuk mencari Bi Mar, ART yang bekerja di rumah yang mereka tinggali ini.

" Bi Mar..."

Hera tersenyum saat mendapati Bi Mar yang sedang mencuci piring.

" Bi..."

" Eh, Non Hera! " Bi Mar terkejut karena mendapati Hera yang telah berdiri di sisinya.

" Kita mau berangkat. Makanannya udah siap 'kan? " tanya Hera.

" Ah, iya. Sudah siap, Non. Sudah saya siapkan di atas meja, " ucap Bi Mar seraya menunjuk meja yang tak jauh dari tempat mereka berdiri.

" Makasih, Bi. Kalo gitu kami berangkat dulu, ya. Assalamu'alaikum," pamit Hera.

" Wa'alaikumsalam, hati-hati ya, Non! "

" Siap, Bi! "

***

Panti Asuhan Kasih Bunda

Hera tersenyum ketika hazel cokelatnya menangkap keberadaan plang yang berdiri kokoh sekitar tiga puluh meter di depan sana. Ini adalah kali pertama mereka kembali menginjakkan kaki ke sini semenjak mereka diadopsi oleh keluarga Atmaja tujuh tahun yang lalu.

Ya, Hera dan Huda bukanlah keturunan Keluarga Atmaja yang sebenarnya. Melainkan mereka adalah dua anak kembar yang beruntung bisa diadopsi oleh keluarga terpandang. Keluarga yang memiliki perusahaan-perusahaan ternama di berbagai kota yang sayangnya masih belum bisa mendapatkan keturunan hingga memutuskan untuk mengadopsi anak yang menurut sepasang suami istri bermarga Atmaja itu cocok dan layak untuk masuk ke dalam keluarga mereka.

" Lo siap, Ra? " tanya Huda saat mobil mereka telah sampai di depan rumah sederhana yang terlihat asri.

Hera menghembuskan napasnya perlahan. Inilah yang selalu Hera nantikan. Bisa kembali berpijak di atas tanah yang dulu membesarkan dirinya dan Huda selama sepuluh tahun. Tempat di mana mereka pertama kali mempunyai teman dan mendapatkan kasih sayang seorang bunda meski tidak sedarah.

" Siap, dong. Ayo kita masuk! "

Huda dan Hera keluar dari sisi mobil yang berbeda. Huda berjalan ke arah belakang mobil, mengambil dua buah plastik besar yang berisi makanan sedangkan Hera membawa satu kardus yang berisi beberapa mainan seperti boneka, mobil-mobilan dan juga beberapa alat tulis lainnya.

Dengan langkah perlahan namun yakin, mereka berdua masuk ke dalam rumah yang pintunya terbuka lebar. Di sana sudah berdiri seorang wanita paruh baya dengan tubuh yang di balut gamis berwarna biru laut dengan jilbab panjang yang berwarna senada pula. Wanita itu tersenyum lebar, mata sayunya memancarkan binar kerinduan pada dua anak yang sudah ia asuh sedari bayi itu.

Stalker Fifty Meter [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang