" Jika menatap dari kejauhan itu lebih baik, kenapa enggak? "
- Si penguntit
***
Sebuah motor besar hitam memasuki pelataran parkir SMA GARDA. Memilih tempat teduh yang beratapkan lebatnya dahan pohon beringin sebagai tempat di mana motor mahal itu diparkirkan.Anggara melepas helm full face yang menutupi wajahnya. Jaket kulit hitam itu ia lepas dan dilipat rapi lalu dimasukan ke dalam tasnya. Sebelum memasuki gedung sekolah, ia sempatkan untuk menyugai rambutnya yang mulai melebihi alis. Jika sudah begini, pulang sekolah nanti ia akan pergi ke babershop. Tentunya setelah mengunjungi Anggia.
Anggara berjalan gontai memasuki gedung sekolah yang bertingkat tiga itu. Setiap langkahnya ada senyum yang terukir di wajah tegasnya. Membuat siapapun yang melihatnya pasti akan ikut menyunggingkan senyum. Tapi hanya sebatas senyum biasa, jangan harap ia akan menunjukkan senyum termanisnya itu selain untuk Anggia.
" Pagi, Kak Angga! " sapa seorang gadis yang di lengan kirinya menunjukkan lokasi kelas X IPA 3.
Ah, adik kelas rupanya.
Anggara mengangguk, sebagai balasan.
Anggara sekarang sedang melewati koridor lantai satu, yang artinya kelas yang ia lewati adalah deretan kelas sepuluh.
" Kak, Angga! "
" Pagi, Angga! "
" Angga! "
" Hai, Kak Angga! "
" Oy! "
" Hai, Angga! "
Sapaan sejenisnya juga ia dapatkan saat kakinya menginjak lantai dua dan tiga. Beberapa kali juga ia membalas senyum dan mengangguk sebagai balasan dari sapa mereka. Sudah menjadi risiko untuk bersikap ramah kepada semua orang. Menjadi duta sekolah yang reputasinya nyaris mengalahkan seorang ketua OSIS membuat Anggara menjadi salah satu deretan anak-anak famous di SMA GARDA.
Bruk
Anggara sedikit merasakan nyeri di dada bidangnya saat seorang siswi yang berlari dari arah berlawanan tak sengaja menabraknya hingga buku yang dibawa gadis itu terjatuh di lantai. Merasa tak enak hati, Anggara ikut berlutut. Membantu gadis itu memungut buku tebalnya.
" Shit! "
Umpatan dari gadis itu membuat kening Anggara mengernyit.
" Gue bisa sendiri," ucap gadis itu dingin seraya merebut bukunya yang ada di tangan Anggara.
" O...oke."
Seperti maling yang diciduk polisi, Anggara mengangkat kedua tangannya. Ikut berdiri ketika gadis itu berdiri dan berlalu meninggalkannya. Matanya yang hitam pekat tanpa sengaja sempat menangkap hazel cokelat gadis itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stalker Fifty Meter [Sudah Terbit]
Roman pour AdolescentsEksistensi Anggara sebagai Duta Sekolah SMA GARDA yang mampu mengalahkan famous-nya Ketua OSIS ternyata bisa menciptakan dua kubu yang saling bertolak belakang. Apalagi jika bukan Fans Garis Keras dan Haters yang Maha Benar. Menjadi secret admirer A...