" Mau tahu mengapa like lebih banyak daripada menulis di kolom komentar?
Karena pada dasarnya menyukai itu lebih mudah daripada mengungkapkan perasaan."
-Si duta sekolah
***
Ting tung
Suara bel yang dipencet dari luar menarik senyum di bibir Huda. Cepat-cepat ia keluar dari kamarnya dengan membawa gawai dan beberapa gambar yang sudah ia print out di kertas HVS.
" Biar Huda aja Bi yang buka pintunya," cegah Huda saat melihat Bi Mar yang berjalan ke arah pintu.
Bi Mar mengangguk patuh dan kembali ke dapur untuk melanjutkan kegiatan memasaknya. Huda memasukkan ponsel ke dalam kantung celana loreng selututnya. Tangannya tergerak untuk membuka pintu dan ya, saat pintu dibuka lebar di sana sudah berdiri Anggara, Anya, dan Bani.
" Akhirnya kalian datang juga! Ayo masuk." Huda mempersilakan mereka untuk masuk.
Hari ini adalah hari Minggu. Huda sengaja mengundang mereka bertiga untuk datang ke rumahnya siang ini karena ada hal penting yang harus mereka bahas mengenai kasus teror berdarah yang dilakukan Sandra terhadap kembarannya, Hera. Sebenarnya pembahasan ini sudah dibicarakan kemarin saat di rooftop. Tapi sayang pembahasan mereka harus berhenti dan tidak menghasilkan jalan keluar sama sekali karena ada emosi yang meledak di tengah pembahasan.
Alhasil, di sinilah mereka sekarang. Huda membawa mereka ke halaman belakang rumah. Duduk santai di gazebo yang menghadap tepat ke arah kolam renang. Jangan lupakan kehadiran Anya di sini yang sengaja Huda undang. Katanya kehadiran gadis itu di sini sebagai penenang jika mereka para lelaki ditakutkan akan kembali emosi meletup-letup seperti di rooftop kemarin.
" Makasih, Bi," ucap Huda ketika Bi Mar datang membawa minuman dan camilan.
" Sama-sama, Nang. Bibi balik ke dalam dulu, ya? " pamit Bi Mar.
Huda mengangguk mempersilakan. Laki-laki yang memiliki lesung di dagunya itu menatap satu persatu wajah Anggara, Anya, dan Bani secara bergantian. Kemudian menghela napas, di helaan napasnya ada terselip harapan semoga pembahasan kali ini berjalan lancar. Tidak ada emosi seperti kemarin saat di rooftop. Andai itu sampai terjadi lagi, ia tak akan segan-segan untuk menceburkan mereka ke dalam kolam.
" Oke, kali ini gue ngumpulin kalian di sini untuk ngajak kerja sama. Kerja sama untuk menyelamatkan Hera dari teror berdarah itu dan untuk membongkar aksi laknat Sandra ke pihak sekolah," ucap Huda to the point.
Anggara menggenggam erat gelas yang berisi jus jeruk. Entah mengapa setiap kali mendengar nama Sandra dan teror itu pasti ada emosi yang tertahan.
Huda menunjukkan beberapa gambar yang sudah ia print out semalam. Gambar itu adalah foto paket-paket teror berdarah yang pernah Hera dapatkan selama satu minggu terakhir. Di antaranya ada paket yang berisi potongan-potongan boneka yang berlumuran darah dan juga bangkai tikus.
" Ini apa? " tanya Anya yang tak paham dengan gambar-gambar itu.
" Ini semua adalah bukti teror yang pernah Hera dapatkan. Selama seminggu terakhir ini Hera dapat dua paket yang berisi teror di hari yang berbeda. Di hari pertama ada potongan boneka yang berlumuran darah. Kemudian di hari selanjutnya dia dapat kiriman paket yang berisi potongan boneka dan bangkai tikus," jelas Huda seraya menunjuk gambar-gambar tersebut.
" Semua paket itu Hera yang nerima secara langsung? " kali ini Bani yang bertanya.
Huda menggeleng.
" Hera cuma nerima paket di hari pertama. Sedangkan paket yang berisi teror selanjutnya gue yang nemuin lebih dulu," jawab Huda.
" Jadi, yang Hera tau sampai saat ini cuma teror yang berisi potongan boneka berlumuran darah? " tanya Anya memastikan seraya menunjuk gambar paket di hari pertama.
Huda mengangguk membenarkan.
" Setiap teror yang gue dapatkan selalu gue sembunyikan dari Hera. Termasuk pesan ini." Huda menunjukkan pesan teror yang ada di ponselnya.
Mereka kembali meneguk minuman masing-masing. Menghilangkan rasa cekat di tenggorokan setelah melihat foto-foto penuh darah itu.
" Terus rencana kita selanjutnya apa? " tanya Bani setelah menyeruput minumannya.
Huda tersenyum dan merapatkan diri. Mengajak mereka untuk duduk lebih dekat.
" Jadi, lo semua pada tau 'kan kalo Hera akan berada di Jogja selama seminggu? " tanya Huda memancing anggukan dari mereka.
" Nah, gue berpikir untuk mengungkap kasus ini ke pihak sekolah sebelum Hera balik ke sini," terang Huda yang masih tak dimengerti mereka.
" Maksud lo? " tanya Anggara tak paham.
Baru saja Huda ingin membuka suara untuk menjelaskan namun suara Bani telah mengambil alih. Bani membetulkan kacamatanya dulu sebelum bersuara.
" Gini-gini, maksud Huda itu dia mau kita bongkar kasus teror berdarah yang dilakukan Sandra ini ke pihak sekolah sebelum Hera pulang. Jadi, pas nanti Hera udah balik ke sini, masalah teror ini udah selesai dan Hera enggak akan dapat teror lagi. Gitu 'kan, Da? " jelas Bani.
Huda tersenyum lebar dan menjetikkan jarinya.
" Nah! Seratus buat lo, Ban! Akhirnya ada yang paham dengan maksud gue! " lega Huda.
Anggara dan Anya ber'oh' ria. Kemudian menganggukkan kepala paham.
" Tapi ini udah hari kedua Hera di Jogja. Berarti waktu kita gak banyak. Hanya tersisa lima hari lagi," tutur Anya yang dibenarkan mereka.
" Lalu, dengan waktu sesingkat itu apa yang harus kita lakuin untuk membongkar kasus Sandra ke pihak sekolah? " tanya Bani.
Huda mengurut pangkal hidungnya. Menjadi tanda jika laki-laki itu sedang berpikir keras. Namun seperti menemukan air di tengah padang pasir, Anya menyentak meja dan mengatakan sesuatu yang mampu membuat mereka menarik senyum.
" Gue tau kita harus ngapain! "
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Stalker Fifty Meter [Sudah Terbit]
Ficção AdolescenteEksistensi Anggara sebagai Duta Sekolah SMA GARDA yang mampu mengalahkan famous-nya Ketua OSIS ternyata bisa menciptakan dua kubu yang saling bertolak belakang. Apalagi jika bukan Fans Garis Keras dan Haters yang Maha Benar. Menjadi secret admirer A...