"Halo, selamat siang."
Dialah Vidi, perempuan yang mereka cari. Reaksi Prima dan Bagas hanya terdiam, seakan tak percaya dengan sosok nyata di depan mereka.
Bagas tahu adab bertemu sesama muslim. Ia pun memberi salam, seraya mengangkat telapak tangan kanannya menghadap wajah, sebagaimana salam warga muslim di India. "Assalamu'alaikum."
Melihat Bagas dengan caranya memberi salam, Prima pun ikut menyamakan, "Assalamu'alaikum."
Vidi tersenyum lalu menjawab salam itu dengan cara yang sama, "Wa'alaikumussalam."
Berbeda dengan Pak Adhikara yang merapatkan kedua telapak tangannya di depan dada, memberi salamnya, kepalanya menggeleng sedikit, "Salam, Nona."
"Salam, Pak," balasnya, "selamat datang. Apa benar kalian mencari saya?"
"Eh, V-Vidiva?" tanya Prima. Ia bingung ingin mengutarakan apa saking gugupnya.
Vidi kembali bertanya dengan bahasa Indianya, "Apakah kita saling kenal?" mendengar itu tentu hanya Bagas dan Pak Adhikara yang paham artinya, sedangkan Prima hanya kebingungan.
"Are you Vidiva Ayresvati? We came from Indonesia."
Vidi tampak berbinar mendengar ungkapan Bagas. Apalagi saat mengucapkan kata 'Indonesia'.
"Serius? Kalian orang Indonesia?" tanyanya dengan menggunakan bahasa Indonesia, begitu lancar dan fasih. Prima dan Bagas tercengang mendengarnya.
"J-jadi benar kamu blasteran indo-India?" tanya Prima, sulit mengontrol rasa gugupnya.
"Iya, tentu saja. Saya bisa bahasa Indonesia," ucap Vidi begitu semangat, "mari, silahkan duduk."
Mereka berempat pun duduk di sofa mewah itu. Pembicaraan kembali dimulai. Prima tampak sangat senang, apalagi mengetahui bahwa Vidi bisa berbahasa Indonesia.
"Saya memang blasteran Indo-India. Ayah saya India, Ibu saya Indonesia, tepatnya Sumatera," jelas Vidi. Ketiga tamunya mengangguk mendengarnya. Prima dan Bagas menggangguk karena paham, sedangkan Pak Adhikara hanya ikut mengangguk saja, sebab tidak tahu terjemahannya.
"Oh, maaf. Kita belum berkenalan. Nama lengkap saya Vidiva Ayresvati Khan. Panggil saja Vidi," ucapnya begitu ramah. Nama yang bagus, wajah yang begitu cantik, juga sikapnya yang sangat sopan. Tentu sempurna sebagai seorang istri.
"Saya Prima Rafideswira. Panggilannya Prima. Ini sepupu saya," ucap Prima. Perlahan ia tidak lagi merasa gugup karena sikap ramah Vidi.
"Saya Bagas. Dude Bagaskara. Salam kenal."
"Masya Allah. Nama kalian bagus," ucap Vidi. Prima merasa hatinya berbunga-bunga seketika.
Vidi lalu beralih memandang Pak Adhikara. Ia tahu bahwa Pak Adhikara adalah penduduk lokal. Dengan bahasa India, Vidi pun bertanya, "Nama anda siapa?"
"Oh, saya Adhikara Roshan. Saya sopir taxi."
"Iya, jadi kami meminta Pak Adhikara menjadi sopir kami selama di New Delhi," jelas Bagas.
Vidi mengangguk-ngangguk. Dengan begitu ia telah mengenal ketiga tamunya. "Saya rindu sekali dengan Indonesia, tapi karena sibuk bekerja, saya belum bisa ke sana. Orangtua juga belum mengizinkan," jelasnya lagi.
"Sumatera di mana?" tanya Prima.
"Di Palembang."
"Wah, suka pempek, dong?" tanya Prima antusias. Bagas melirik Prima, berharap sepupunya bisa sedikit lebih sopan.
"Iya, saya suka sekali. Sekarang saya sampai lupa seperti apa rasanya makanan itu. Saya tinggal di Palembang hanya sampai usia saya tujuh tahun saja, setelah itu pindah ke India," jelas Vidi, "oh, iya. Kalian ada perlu apa kemari?"
Prima dan Bagas saling tatap, seakan memilih siapa di antara mereka yang harus bicara. Hasilnya Bagas yang berucap, "Kami datang ke sini karena Prima mau ketemu kamu. Prima rencananya mau kenal..."
Serta-merta, Prima lalu menyela, "Saya mau nawarin kamu ikut kerja sama dengan saya. Saya ada tugas kantor, mau cari fotografer."
👫
KAMU SEDANG MEMBACA
TRAVELPRIM [TAMAT]
Novela JuvenilHighest rank 🏆 #1 novelhumor (11/1/2021) "Gue mau ajak lo pergi ke India!" ujar Prima pada sepupunya, Bagas. "Serius? Alhamdulillah, ya Allah. Nggak sia-sia gue lulus dari akademi bahasa asing, akhirnya bisa juga ke negeri nehi-nehi," ucap Bagas. P...