35 ✈ Bertemu Vidi

203 19 1
                                    

⏰ 9:45PM
📆 Selasa, 22 Oktober 2019

Bismillahirrahmanirrahim. Halo Prim-readers.

Doain saya supaya bisa lolos penerbit mayor untuk cerita ini. Apalagi yang suka novel Islam. It's all for you.

Oke, cerita dimulai. Ini hari kedua mereka di India.

👫

Hari kedua.

Misi mereka kali ini dimulai saat siang hari. Dengan tujuan penerbit koran ketiga sekaligus terakhir yang bernama 'Penerbit Milenial'.

"Nah, kalau ini namanya keren, Prim," ucap Bagas membaca kertas List To Do yang mereka punya.

"Bagas," panggil Pak Adhikara, saat taxi mereka berhenti di traffic light,
"tentang penerbit koran Milenial, itu lebih modern. Bukan cuma koran yang mereka terbitkan, tetapi juga majalah."

"Oh, achcca," jawab Bagas mengiyakan, "terima kasih infonya, Pak. Tempatnya sudah dekat, kan?"

"Iya, tidak jauh lagi."

👫

Tibanya di Penerbit Milenial, ketiganya tampak begitu terpana dengan gedung tinggi menjulang. Desain artistik yang begitu modern membuat gedung itu tampak mewah.

"Saya mau ikut masuk," ucap Pak Adhikara. Ketiganya lalu tiba di meja di resepsionis dan menyampaikan tujuan kedatangan mereka.

"Selamat siang. Ada yang bisa kami bantu?" tanya perempuan dengan pakaian khas India. Ia tampak begitu ramah dan sopan.

"Kami ke sini mau bertemu seseorang. Apakah ada yang bernama Vidiva Ayresvati?"

Jawaban yang selama kemarin ditunggu-tunggu akhirnya pun terdengar. "Oh, ada. Beliau sedang keluar untuk makan siang. Kalian bisa tunggu di ruang tamu. Akan saya hubungi nanti jika dia sudah kembali."

"Alhamdulillah, ya Allah," Bagas mengusap wajahnya. Sangat bersyukur yang ia rasakan.

"Ada, Gas? Vidi ada di sini? Alhamdulillah," Prima tentu ikut senang dengan kenyataan itu.

"Orangnya ada, ya?" tanya Pak Adhikara.

"Iya, Pak. Dia ada di sini!" ucap Bagas kegirangan, "Prim, kita diminta nunggunya di ruang tamu. Katanya Vidi masih makan siang."

"Ya Allah, gue dagdigdug rasanya."

Melihat reaksi Prima membuat Bagas tertawa, padahal sesungguhnya Bagas pun ikut merasa gugup. Pasti semuanya lancar atas izin Allah, batinnya.

Perempuan di meja resepsionis tampak kebingungan dengan bahasa yang digunakan dua orang di depannya, bahkan ciri fisik mereka pun berbeda dengan penduduk lokal. Ia pun memberanikan untuk bertanya, "Maaf, kalian dari mana, ya? Bukan orang India?"

"Iya, kami dari Indonesia," jawab Bagas.

Perempuan itu tersenyum. "Selamat datang di New Delhi. Baiklah, kalian bisa menuju ruang tamu sekarang. Naik saja ke lantai dua dengan menggunakan lift. Terima kasih."

Ketiganya pun memasuki lift. Tampak Prima terus menggerak-gerakkan tangannya. "Gue grogi, Gas. Gimana, nih? Masa gue harus gemetaran di depan Vidi?"

"Eh, jangan, dong. Santai aja lagi. Ntar kalau lo mau ngomong ke dia, gue bantu terjemahin. Tapi, dia blasteran indo-india, kan? Moga aja bisa bahasa Indonesia."

"Iya, moga aja. Biar gue sama dia bisa ngomong berdua. Lo gak usah ikut," ledek Prima.

"Jahat amat lo," decak Bagas.

Tiba di lantai dua, mereka masuk di ruang tamu. Tampak deretan kursi sofa empuk bermotif daun, meja kaca yang besar, serta beberapa vas bunga penghias ruangan.

"Penerbit ini benar-benar mewah," ujar Pak Adhikara.

"Achcca," Bagas menggeleng-geleng sebab begitu takjub, sedangkan Prima segera berjalan cepat menuju deretan foto para pimpinan penerbit yang tertempel di dinding.

"Ini dia! Ini Vidi!" ucap Prima begitu antusias. Jarinya menunjuk salah satu foto yang tertempel di sana. Selain foto, ada pula profil singkat dari masing-masing. Bagas dan Pak Adhikara yang baru saja hendak duduk menikmati sofa mewah segera beranjak menuju tempat Prima berdiri.

Vidiva Ayresvati Khan - Pemimpin Divisi Majalah Anak 'Milenial'. Diposisikan pada jabatan tersebut sejak tahun 2015 hingga sekarang. Pengalaman kerja di penerbit Milenial: Jurnalis (2010), desain grafis dan fotografer majalah (2011), editor majalah anak 'Milenial' (2014)

"Masya Allah. Dia jago desain sama fotografi, pas banget sama tipe cewek yang gue suka," Prima menggeleng-geleng kagum.

"Cerdas dia," ucap Bagas.

"Oh, ini ya, Vidi. Dia pakai hijab?" tanya Pak Adhikara menunjuk foto itu.

"Iya, Pak. Itu perempuan yang kami cari," ucap Bagas.

Prima terus memandang foto itu. Ia lalu bicara pada Bagas, "Kalau petunjuk di mimpi gue waktu itu, Vidi katanya pemimpin divisi koran. Tapi di sini rupanya pemimpin divisi majalah anak."

"Alhamdulillah, yang penting udah bisa ketemu dia. Moga-moga dia benar jodoh lo," ucap Bagas tersenyum. Bagas kembali mengedarkan penglihatannya pada berbagai foto yang tertempel di sana, mulai dari pimpinan utama sampai pimpinan divisi.

"Gas, benar kan, kata gue? Vidi lebih cantik dari Kareena Kapoor," ledek Prima. Ia teringat perdebatannya bersama Bagas soal itu, saat tiba di bandara Indira Ghandi sampai-sampai diusir oleh pramugari dari pesawat.

"Gue akuin, lebih cantik Kareena Kapoor," canda Bagas. Dia tetap setuju Kareena lebih cantik baginya.

"Kalau debat sama lo nggak ada habisnya," kata Prima tersenyum seraya merangkul Bagas, "alhamdulillah. Makasih, ya, Gas. Lo udah bantuin gue. Bentar lagi kita ketemu Vidi."

Bagas tersenyum, ia senang bisa membantu Prima. Bagas melirik Prima yang seakan tak bisa lepas dari memandang foto Vidi di depannya.

Usai menyaksikan kekompakan Prima dan Bagas, Pak Adhikara beranjak menuju sofa. Baru saja ia hendak menduduki sofa itu, muncul seorang perempuan berhijab dari balik pintu. Pak Adhikara kembali berdiri, takut merasa tidak sopan, apalagi sepertinya perempuan itu adalah...

"Halo, selamat siang," sapanya dengan bahasa India.

👫

TRAVELPRIM [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang