"Saya mau menawarkan kamu kerja sama. Saya cari fotografer."
Bagas sontak terkejut dengan jawaban Prima yang sangat tiba-tiba itu. Vidi sampai menyadari adanya kecanggungan pada saat itu. "Oh, ya? Kenapa jauh sekali cari fotografer sampai ke sini?"
"Itu karena kamu direkomendasikan oleh bos saya," jawab Prima lagi.
"Bos kamu kenal sama saya?"
"Majalah Milenial kan, bagus. Itu sebabnya bos saya merekomendasikan kamu," kilah Prima.
Alasan Prima sebenarnya masih kurang akurat bagi Vidi. Namun, jika memang Prima perlu bantuannya, maka ia siap membantu.
"Ada bawa surat pengantarnya?" tanya Vidi lagi.
Prima gelagapan. Otaknya berusaha keras mencari jawaban, "Aduh, suratnya saya nggak bawa. Saya kira kamu nggak perlu itu."
"Oke, tidak apa-apa. Saya senang bisa dipercayakan membantu orang lain. Fotografi seperti apa yang kamu butuhkan?"
"Ya, gedung-gedung bersejarah di New Delhi. Masjid, museum, dan lain-lain," ucap Prima. Sedari tadi ia terus mengarang.
Mendengar itu, Vidi mengangguk setuju. Namun, ada persyaratan yang ia buat. "Tapi maaf, saya hanya punya waktu free esok hari. Jadi, jika memang fotonya bisa dikerjakan besok, kita kerjakan bersama. Satu hari saja cukup, kan?"
"Baiklah, besok kami kembali ke sini lagi," Prima tersenyum lega, ia akan bisa bertemu Vidi lagi.
Vidi beralih memandang Bagas. "Kalian sudah lama di New Delhi?"
"Baru dua hari di sini. Kami menginap di penginapan," ucap Bagas dengan bahasa India.
Vidi tersenyum, ia merasa Bagas begitu fasih dengan bahasa Indianya. "Penginapannya di mana?" balas Vidi juga dengan bahasa India. Dengan begitu, Prima hanya kebingungan sendiri mendengarnya.
"Dekat Masjid Pandara Road," jawab Bagas.
"Yang benar? Pandara Road?" tanya Vidi tampak senang.
"Iya, Pandara Road. Kenapa?" tanya Bagas.
"Rumah saya juga di situ."
"Yang benar? Pandara Road?" giliran Bagas yang bertanya.
"Achcca, Bagas."
Keduanya tampak senang dengan obrolan yang mereka bahas. Prima sama sekali tidak paham apa maksudnya.
Vidi pun kembali bicara dengan bahasa Indonesia, "Jadi begini, maaf jika saya kurang sopan. Saya mau pulang sekarang, tapi sopir saya baru saja telepon kalau dia mau mengantar Ayah saya ke bandara. Jadi kalau boleh, saya ingin menumpang pulang bersama kalian. Alhamdulillah, alamat kita sama."
"Alamat kita sama? Beneran?!" ucap Prima begitu kegirangan. Vidi hanya tersenyum melihat kelakuannya.
"Baiklah," kata Bagas, "Pak Adhikara juga pasti mau membantumu."
Kemudian Bagas, Prima, dan Vidi secara bersamaan melihat Pak Adhikara yang sedang duduk di sofa berdekatan dengan pendingin ruangan. Pak Adhikara ternyata telah tertidur pulas di sana, entah sejak kapan.
Vidi tertawa kecil. "Kasihan Pak Adhikara. Apa dia capek?"
"Mungkin dia bosan karena tidak paham dengan bahasa Indonesia. Jadi akhirnya tertidur sendiri," terka Prima.
👫
KAMU SEDANG MEMBACA
TRAVELPRIM [TAMAT]
Novela JuvenilHighest rank 🏆 #1 novelhumor (11/1/2021) "Gue mau ajak lo pergi ke India!" ujar Prima pada sepupunya, Bagas. "Serius? Alhamdulillah, ya Allah. Nggak sia-sia gue lulus dari akademi bahasa asing, akhirnya bisa juga ke negeri nehi-nehi," ucap Bagas. P...