54 ✈ Akhir yang Sakinah

441 13 1
                                    

"Sah?"

"Sah!"

"Alhamdulillah. Alfatihah," pimpin seorang penghulu. Para undangan serentak menundukkan kepala, mengangkat kedua tangan, berharap doa yang mereka panjatkan dikabulkan oleh Allah. Hari penuh bahagia bagi Bagas dan Vidi usai melaksanakan akad nikah. Keduanya menikah di Indonesia tiga bulan kemudian usai Bagas melamar Vidi dengan berangkat menuju New Delhi bersama orangtuanya.

Pernikahan mereka dihadiri oleh banyak tamu undangan. Dengan perpaduan khas Indonesia-India, dekorasi ruangan dan pelaminan tampak begitu indah. Bagas dan Vidi bahkan tampil dengan mengenakan pakaian pengantin khas India. Prima juga mendapatkan pakaian yang sama, pemberian dari Ayu untuknya.

Saat bersalam-salaman, Prima menghampiri Bagas. Ia mulai meledek, "Alhamdulillah, malam ini ada yang nemenin lo tidur."

Mendengar itu, Bagas pun tertawa. "Bisa aja lo, Prim. Eh, lo mau kenalan nggak sama sepupunya Vidi? Itu ada di sana, tuh," ucap Bagas sambil menunjuk.

Prima lalu bertanya pada Vidi, "Memangnya boleh ya, Vidi?"

Vidi tersenyum. "Boleh. Dia juga katanya pengen dapat suami orang Indonesia."

"Wah, pas banget dong," sahut Prima senang. Padahal ia hanya bercanda saja. Mereka pun tertawa bersama.

"Tapi lo harus belajar bahasa India dulu, Prim," canda Bagas.

👫

Prima senang dengan pakaian yang ia kenakan. Seperti Bagas, di kepala Prima telah terpasang turban yang seringkali dipakai saat ada acara-acara besar khas masyarakat India. Baju dan celananya juga dibuat dengan kain yang begitu lembut. Warnanya yang cerah membuat Prima merasa nyaman, senyaman hatinya pada hari itu. Ia bahagia melihat Bagas telah bertemu jodohnya. Prima juga yakin ia akan bertemu jodohnya di waktu yang terbaik.

"Prim! Sini!" teriak Mami memanggilnya.

Prima lalu beranjak mendekatinya. "Kenapa, Mi?"

"Itu, tuh. Ada Pak RT datang," Mami menunjuk salah satu arah.

"Ya, terus?"

"Ya ampun. Itu lho, di sebelahnya ada anaknya."

Prima melihat perempuan itu, anak Pak RT. Ia belum mengerti maksud Mami.

"Kenapa sih, Mi?"

"Ajak kenalan sana."

"Mi, Prima kan udah bilang kalau Prima nggak mau sama dia."

"Temenan aja dulu, ya?" jawab Mami.

Prima yang awalnya menolak pun akhirnya tidak bisa melihat Mami yang tampak memelas.

"Mami panggilkan dia, ya?" ucap Mami lagi.

Baru saja Mami hendak berteriak memanggil perempuan itu, Prima seketika berusaha pergi. "Eh, Mi. Prima haus banget, nih. Mau makan buah dulu. Dah, Mami."

Prima lalu mencium pipi Mami dengan tergesa-gesa lalu akhirnya pergi. Di saat yang sama, Mami hanya menggeleng-gelengkan kepalanya sambil mengomel, "Haus kok makan, sih?"

Prima bergerak menuju meja dengan sajian buah. Tersaji begitu banyak potongan buah semangka, melon, dan mangga. Ada pula buah pisang dan jeruk. Prima pun memilih buah semangka. Saat hendak kembali ke tempat duduknya, kakinya menginjak sesuatu di lantai. Tampak sebuah pouch berwarna merah muda dengan hiasan pita. Prima pun mengambilnya.

"Punya siapa, nih?" tanyanya sendiri.

Tiba-tiba muncul seorang gadis India dengan Sari berwarna merah muda berpadu cokelat. "Achchaa. You find my pouch. Thank you."

Menyadari kehadiran gadis itu di depannya, Prima pun merasa aliran listrik dari jantungnya seketika membuatnya bergeming. Gadis itu sangat mirip dengan Vidi. Kulitnya putih dan hidungnya yang mancung. Hijabnya juga terbalut menutupi aurat.

Apa ini sepupunya Vidi? tanya Prima dalam hatinya.

"Excuse me," sapa gadis itu melambaikan tangan di depan Prima. Seketika Prima beristighfar. Ia pun segera mengembalikan pouch itu pada pemiliknya.

"You are Bagas's cousin, right?" tanya gadis itu menunjuk Prima. Sesekali kepalanya menggeleng saat bicara.

"Hah?" Prima hanya keheranan. Ia tak mengerti maksud gadis itu.

Gadis itu hanya tersenyum lalu mengenalkan dirinya, "My name Savita Khan. You can call me Vita."

"Vita?"

"Yes, Vita."

Prima hanya mengangguk. Ia yakin gadis itu adalah sepupu Vidi sebab nama mereka juga ada kemiripan. Setelahnya gadis India itu pun pamit dan menuju ke tempat lain. Tinggallah Prima sendiri lagi sambil berdiri dengan memegang buah semangka yang belum ia makan.

Prima melanjutkan kembali langkahnya menuju kursi. Belum sampai di sana, seorang gadis yang ia kenal tiba-tiba berdiri di depannya.

"Assalamu'alaikum," sapanya ramah.

Prima tentu terkejut. Mereka tidak pernah bicara sebelumnya.

"Kamu ...."

"Hei, jawab dulu salamku."

"Oh, iya, wa'alaikumussalam."

Gadis itu tersenyum lagi. Dia adalah sosok yang tadi ingin Mami kenalkan pada Prima, yakni anak Pak RT.

"Tadi Mami kamu bilang, kamu mau ketemu aku. Makanya aku ke sini," ungkapnya.

"Eh, ng-nggak kok. Mami salah dengar kayaknya," jawab Prima sambil mengalihkan pandangannya.

"Lucu, ya. Kita tetanggaan tapi nggak pernah ngobrol."

"He he he, iya," Prima mulai bingung hendak bicara apa.

"Ya udah. Kebetulan aku mau kasih undangan. Tadinya mau kasih ke Mami kamu tapi dia bilang kasih ke kamu aja. Nih, jangan lupa datang, ya."

Prima menerima undangan itu. Walimatul Ursy. Ia berpikir baru sekarang ada orang yang memberi surat undangan sewaktu hadir undangan. "Oh, selamat, ya," ucap Prima.

"Makasih. Aku pergi dulu, ya. Assalamu'alaikum, Prima."

"Iya wa'alaikumussalam."

Terpikir olehnya tentang Mami yang sejak awal sangat senang dengan sikap gadis itu. Bila dilihat fisiknya memang tidak mengagumkan, namun kebaikan hatinya begitu istimewa. Lalu akhirnya lelaki terbaik pun datang padanya.

Prima duduk pada sebuah kursi dan menikmati buah semangkanya. Ia edarkan pandangannya pada suasana undangan itu. Lalu lalang para undangan, orang-orang yang sibuk mengantar dan membereskan hidangan, tampak canda tawa dari Bagas dan Vidi yang duduk di pelaminan, juga Mami yang sedang memeluk gadis kesayangannya itu. Prima tersenyum. Ia bersyukur apa pun yang terjadi dalam hidupnya. Perjalanan masih belum selesai, ia masih harus terus berjalan mencari rida Allah.

Bismillah. Sabarlah. Semua pasti menikah, batinnya penuh yakin.

👫


TRAVELPRIM [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang