Tiba di penerbit koran "Pasti Fakta", Bagas dan Prima segera masuk, sedangkan Pak Adhikara memilih untuk tetap berada di mobil, menunggu di parkiran.
Sembari melangkah dari parkiran menuju pintu masuk, Prima berkata, "Gedungnya kayak udah tua banget ya, Gas."
"Iya. Pak Adhikara bilang ini penerbit yang paling tua."
"Oh," Prima mengangguk-ngangguk. Keduanya pun tiba di dalam dan terlihat meja resepsionis atau semacam itu.
"Gue duduk aja ya," pinta Prima. Dirinya mendekati kursi yang ada di dekat pintu masuk. Ia berpikir lebih baik duduk menunggu Bagas yang bicara dengan orang-orang di tempat itu.
Bagas pun menemui seorang bapak yang duduk di depan meja resepsionis. Usianya barangkali seperti Adhikara. Dengan bahasa India, Bagas menyapa dengan sopan.
"Selamat pagi, Pak."
"Pagi," jawab orang itu dengan cuek. Bagas tetap memberi senyum.
"Saya ke sini mau cari..."
"Tidak ada! Tidak ada sumbangan!"
Bagas terbelalak. Baju yang ia kenakan ia pakai sudah bermerek, begitu pun tas, jam tangan, hingga sepatu. Lalu si Bapak dengan tegasnya menganggap dirinya peminta sumbangan?
Tidak semudah itu Pak Ferguso, batin Bagas. Demikian ia menamai sang Bapak.
"Maaf, Pak. Saya mau cari seseorang."
"Kamu lihat? Kami sedang sibuk," jawabnya begitu cuek. Padahal sedari tadi ia hanya menghitung lembaran uang Rupee. Bagas menjadi curiga apakah meja ini meja resepsionis ataukah meja kasir?
"Pak, can you help me?" tanya Bagas kini berbahasa Inggris. Mungkin dengan begini, si Bapak bisa berpikir bahwa Bagas adalah turis, bukan orang India bahkan bukan peminta sumbangan.
"Oh, what can i help?" tanyanya. Bagas melega sebab Bapak itu seketika tidak lagi cuek seperti di awal.
"I need to see Vidiva Ayresvati. Is she working here?"
Alis bapak itu kini bertaut. Matanya berkedip cepat seakan sedang berpikir. Lalu ia menjawab, "Sorry. Tidak ada nama itu di sini."
"Benarkah?"
"Nahin. Tidak ada nama itu di sini. Silahkan cari ke tempat lain, ya. Thank you, Sir. Jangan lupa bayar biaya parkirnya."
Bagas mengucapkan terima kasih dan berlalu. Ia beralih duduk di samping Prima.
Melihat wajah Bagas yang lesu, Prima tahu apa yang mereka dapat dari penerbit koran yang pertama ini:
Tidak ada yang bernama Vidi.
👫
KAMU SEDANG MEMBACA
TRAVELPRIM [TAMAT]
Fiksi RemajaHighest rank 🏆 #1 novelhumor (11/1/2021) "Gue mau ajak lo pergi ke India!" ujar Prima pada sepupunya, Bagas. "Serius? Alhamdulillah, ya Allah. Nggak sia-sia gue lulus dari akademi bahasa asing, akhirnya bisa juga ke negeri nehi-nehi," ucap Bagas. P...