3

559 67 7
                                    

Happy reading

.

.

.

Pagi yang cerah kini kembali mengintip permukaan kota seoul. Waktunya semua orang untuk melakukan aktivitas mereka masing-masing.

Donghyuk menyibak gorden putihnya yang sudah bersinar mengganggu penglihatan mata. Oh itu tidak bagi pria ini. Dia bahkan tidak merasakan cahaya sedikitpun yang menusuk ke retinanya.

'Ddog-ddog-ddog'

"Donghyuk-ah apa kau sudah bangun? "

Merasa dipanggil dari balik pintu, tangan donghyuk meraba udara dan berjalan menuju suara dibalik pintu. Dirasa telah mendapatkan gagang pintu, ia memutar knop perlahan hingga terbukalah papan kayu yang menghalanginya.

"E-eomma? Eomma sudah baik-baik saja?" Tanyanya dengan nada sedikit mengkhawatirkannya. Dia masih merasa takut dengan insiden kemarin sore. Dimana ibunya hampir mencelakai orang lain bahkan dirinya sendiri.

"Nee, eomma baik-baik saja. Seharusnya eomma yang bertanya itu padamu. Apa kau terluka?" Tanyanya balik dan memandangi setiap inci permukaan wajah donghyuk.

"Tidak eomma, seperti yang kau lihat. Aku baik-baik saja" jawabnya untuk memastikan bahwa dia baik-baik saja.

Secara fisik dia memang baik-baik saja. Tapi, bagimana dengan hatinya. Hatinya bahkan remuk saat mengetahui ibunya kembali kacau. Hatinya terlalu ringkih untuk mendapatkan itu semua.

Merasa canggung donghyuk segera menyunggingkan senyumannya.

"Eomma, hari ini aku ada jadwal bekerja. Jadi jangan lupa untuk memasakan sesuatu untukku. Cepatlah pergi kedapur, dan aku akan menyiapkan diriku, nee?" Sambil mendorong pelan ibunya agar segera bergerak. Ibunya hanya menerima perlakuan putranya itu. Mereka berjalan bersama menuju dapur mereka.

Ibu donghyuk menuntun putra semata wayangnya itu sampai didepan pintu kamar mandi. Dan setelah donghyuk memasukinya dia kembali menuju ke meja dapur.

Bohong jika wanita itu tidak merasakan keanehan pada putranya. Dia tau betul dengan sikap putranya. Donghyuk akan selalu bersikap seperti anak kecil jika dia merasa sakit hati. Donghyuk adalah satu-satunya orang yang selama ini mendampinginya. Sangat di mustahilkan untuk tidak mengetahui karakter donghyuk.

"Maafkan, eomma.." lirihnya saat hendak berjalan menuju meja dapurnya. Sedikit ada suara isakan yang mengiris pendengaran. Sungguh keluarga yang malang.

.

.

.

.


"Andwe eomma, apapun itu. Dia adalah pria yang baik, bahkan eomma bisa melihatnya" suara berat terdengar menggelegar di dalam rumah mewah bernuansa abu-abu itu. Terlihat jelas mereka sedang duduk berhadapan di sofa empuk nan mewah itu.

"Lalu? Apa kau ingin bersama nya? Bersama pria yang mungkin akan selalu merepotkanmu setiap saat?" Kata-kata dari wanita paruh baya yang sangat menusuk kini menembus pendengaran seorang pria dihadapannya yang diyakini adalah anaknya.

"Cukup, eomma! Tidak bisakah eomma menghargai sikap donghyuk !? Dia bahkan tidak ingin menjadi beban semua orang. Meski dia tidak dapat melihat, itu bukanlah alasan yang tepat untuk membuatku menjauhinya" tegas pria itu dengan sangat lantangnya hingga membuat wanita dihadapannya mengepalkan tangannya erat.

Merasa tidak suka dengan bentakan dari putranya. Ia segera bangkit dengan kilatan kemarahannya.

"Goo junhoe!! Sejak kapan kau berani meninggikan perkataanmu pada eomma-mu sendiri june-ya!"

MY STORY (✔✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang