Aruna - 3. Bunuh aku saja

4.7K 498 160
                                    

kembali ke rumah sakit ini. Dan semua gara-gara cowok menyebalkan itu.

Naufal atau Zikri? Siapa pun deh namanya.

Aku akhirnya ingat bahwa sebelum ini, aku pernah bertemu dengannya. Di tempat tak terduga.

Guess, what?
Di parkiran klub.
Gila, kan?

Aku nggak tahu ada urusan apa hingga dia bisa di sana. Yang jelas dia bukan seperti seorang kakak dari Syifa yang alim, bukan seperti anak dari seorang ustaz kondang yang terkenal itu-jika dilihat dari siapa yang bersamanya saat itu. Juga dari perempuan di sisinya dengan pakaian kurang bahan itu.

Wajar saja aku tidak mengenali kan? Hingga akhirnya ingatanku kembali-ketika aku lihat sendiri. Zikri bersama perempuan itu lagi, kemarin. Di lobi rumah sakit.

Dan aku tidak bodoh.

Aku memang kalut ketika bangun dari koma-dari mimpi paling mengerikan seumur hidupku. Sehingga ketika aku terjaga, aku segera meraih Zikri agar dia tidak meninggalkanku seorang diri,
Di ruangan yang mendadak menyeramkan itu.

Begitulah, hingga dia mulai melontarkan omong kosong!

Dia bilang apa? Ingin menikahiku?
Tolong, jangan paksa aku untuk mengumpat!

Ekspresinya kaget bukan main. ketika aku panggil dia dengan nama itu. Naufal-sebagaimana teman dan perempuan itu memanggilnya. Sengaja. Memang.

Dia harus tahu bahwa aku tahu semuanya. Dan aku tidak bisa dibodohi semudah itu. Cukuplah ibuku saja yang bodoh. Yang selalu termakan oleh janji-janji palsu Papah. Berulang kali.

Aku tidak bisa lagi memandangnya dengan cara sebelumnya. Memandang dengan tatapan simpati atau semacamnya.

Semakin ia mengungkit soal janji itu. Emosiku rasanya kian memuncak ke ubun-ubun.

Aku benci para lelaki yang suka mengumbar janji seenak jidatnya!

Semua kata yang ia ajukan kujawab ketus. Biar dia kehilangan kendali sekalian!

Aku malah berharap dia menusukku saja dengan pisau yang sedang digunakannya untuk mengupas apel itu.

Tapi, tidak. Aku kalah.
Dia tidak terpancing sama sekali.

Dia mampu menahan diri sejauh ini.
Dan untuk ukuran seorang yang bukan psikater ataupun suster. Zikri punya kontrol diri yang bagus.

Ia bahkan lebih baik dari Khaira, soal ini. Cukup baik, malah. Sehingga singa di tubuhku tidak perlu bangun, dan kembali memporak-porandakan isi kamar ini.

Terus terang aku cukup tersentuh, bagaimana caranya memperlakukanku. Aku suka cara dia bicara yang seperti sungguh-sungguh itu. Aku bahkan tanpa sadar seperti menunggu kedatangannya setiap hari.

Tapi tidak.
Ini tidak benar. Ini bahaya!

Aku harus realistis. Dan semuanya harus segera dihentikan. Aku tidak ingin berharap atau pun bergantung kepada siapa pun lagi.

Aku mengusirnya dengan pura-pura kambuh. Mengamuk sejadi-jadinya. Melemparinya, dengan dalih "aku benci dikasihani."

Dia berusaha menenangkanku dengan sabar, tapi tentu saja aku tidak boleh tunduk olehnya. Tidak akan!

Dan Zikri masih saja bebal. Ia masih belum jua beranjak dari tempatnya berdiri. Aku berteriak memanggil suster. Dan terus melemparinya apa saja biar pergi.
I
Hingga aku melukainya, begitu saja- entah karena barang yang mana. Semua sangat cepat. Orang-orang datang, aku melihat darah menetes di lantai di dekat kakinya entah dari bagian tubuhnya yang mana.

Sontak seseorang memegangiku paksa hingga kemudian aku tak sadarkan diri-karena tiba-tiba saja, suster muncul dan menyuntikkan sesuatu ke tubuhku, lalu gelap.

Ya. Sekali lagi.

Aku telah melukai orang.

Mengusir mereka yang peduli untuk pergi jauh-jauh dari hidupku.

Rasanya menyakitkan. Sangat.

Tolong sampaikan maafku karena telah membuatnya terluka.
Zikri mungkin tidak akan kembali. Sorot matanya terakhir sudah cukup memberi tanda. Dan itu bagus.

Biarlah begitu.

Aku lebih baik sendiri. Aku tidak layak untuk siapa pun. Untuk apa pun. Bahkan tidak layak untuk dikasihani.

Siapapun, tolong. Bunuh aku saja. Sekarang.

______

ZIKR MAHABBAH Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang