Aruna - 10. Mitsaqan Ghaliza

2.8K 361 165
                                    

Aku berusaha memenuhi kesepakatan kami. Lebih tepatnya, terpaksa setuju. Bahwa kami akan jaga jarak, jaga interaksi, meminimumkan pertemuan.

Sampai semuanya memungkinan. Sampai kondisinya lebih baik.

Tak sekali pun aku mencoba cari tahu atau menghubungi.
Aku mengerti. Berusaha mengerti posisinya.

Kami harus saling support untuk lebih baik.

Aku mencoba percaya dengan janjinya. Semoga dia juga tidak lupa.

Aku melakukan banyak hal yang tak kulakukan sebelumnya. Jika saat di pondok dulu aku menjalankan segala sesuatunya seperempat hati-karena tak cukup jika disebut setengah. Kini aku berusaha lebih untuk melakukannya dengan kesadaran.

Mempelajari semua bukan sekadar "how" bagaimana rukun ini, dan itu. Tapi mencoba mencari "reason why" dari semuanya.

Segala sesuatu diciptakan pasti memiliki maksud dan tujuan. Jika sepotong pensil saja dibuat agar mampu digoreskan dan menghadirkan kalimat.

Lalu bagaimana dengan manusia dan dunia ini?
Apa sebetulnya maksud Tuhan ciptakan kita? Ciptakan dunia? Untuk apa kita di bumi? apakah sekadar lahir, lalu besar, lalu cari uang, lalu menjaga uang itu supaya tak cepat habis, lalu tua, terus meninggal. Apa begitu saja?

Apa benar setelah kehidupan di dunia ini ada kehidupan akhirat-di mana segala sesuatunya akan dipertanggungjawabkan?
Tahu dari mana? Buktinya apa?

Apa benar Al Quran itu datangnya dari Tuhan bukan ditulis oleh orang arab? Buktinya apa?
Dan sebagainya, dan sebagainya.

Seminggu setelah tinggal di pondok. Ustaz Muaz dan Ustazah Qonita memanggilku. Mereka bertanya banyak, memintaku terbuka. Kami berdiskusi tentang banyak hal.

Ustaz Muaz lah yang memancingku untuk kritis yang kemudian menyuruhku mencari tahu sendiri jawabannya. Beliau bilang,
"ketika jawaban yang kutemukan itu adalah benar- aku pasti akan puas. Sebab, jawabannya memuaskan akal, terjawab sempurna, tak bikin kening berkerut, tanpa menyisakan pertanyaan lagi."

Aku menolak teori yang mengatakan alam semesta ini ada dengan sendirinya. Juga teori Big bang atau apalah itu yang mengatakan bahwa alam semesta ini tercipta-berawal dari sebuah ledakan.

Aku menolak teori Evolusi-nya Darwin yang mengatakan bahwa manusia berasal dari kera. Jika makhluk lain; baik binatang, tumbuh-tumbuhan tidak ada yang berubah; dari dahulu hingga sekarang, lalu mengapa hanya manusia yang berubah? berevolusi?

Jika teori itu benar, tentu sudah tidak ada lagi kera di dunia ini-karena sudah berubah, berevolusi menjadi manusia semua.

Aku mencari kesana kemari. Masuk perpustakaan, googling dengan haus, lalu aku kembali dengan jawaban terka-an, teori cocoklogi dan membawanya kepada Ustaz Muaz.

Terus terang keimananku rasanya naik ketika menemukan jawaban, yang kemudian disempurnakan Ustaz Muaz.

Aku sampai nangis ketika menyadari semuanya.

Semua jawaban tersedia. Sempurna dan luar biasa. Kemana saja aku selama ini? Kenapa aku tidak pernah berpikir dan cari tahu dari dulu?

Aku juga manfaatkan waktu yang tak lama di Az Zubair untuk maksimal fokus membangun kebiasaan baru. Kalau kata Syifa. Untuk menginstal suatu habbit setidaknya kita butuh tiga puluh hari. Biar makin mantep itu tiga bulan. Biar permanen itu setahun.

Bagaimana dengan ikhlas?" tanyaku sekali waktu.

"Ikhlas itu hasil akhir. Kamu mungkin sekarang terpaksa melakukannya, tapi lama-lama, seiring waktu. Kamu akan nyaman. Malahan, akan datang masa ketika kamu justru gelisah jika meninggalkan. Itulah habbit, itulah nanti yang bisa membantumu ikhlas."

ZIKR MAHABBAH Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang