Aruna- 18. Pulang

2.3K 303 69
                                    

Pagi-pagi sekali aku sudah disambut oleh Musyrifah di depan pintu. Aku sampai berlari ke dalam-mengenakan khimar dan kaus kaki, merasa tak nyaman menjadi yang ditunggu.

Sungguh, budaya on time Jepang itu luar biasa. Pukul 7.15, tak kurang tak lebih- sesuai janji, Musyrifah datang. Dan bodohnya aku, masih saja berprilaku seperti di kampung halaman; bahwa telat sepuluh-lima belas menit itu biasa. Tak mudah   mengubah kebiasaan yang sudah mengakar.

Tujuh belas menit menaiki bus, kami pun sampai. Langsung disambut Ustazah Ina yang baru saja mengantar anaknya ke bus sekolah. Setelah bersalaman, kami dipersilakan masuk  ke washitsu yang beralaskan tatami*, ruangan serba guna yang dapat difungsikan sebagai ruang tamu, ruang makan, bahkan kamar tidur.

Ustazah Ina, perempuan Indonesia yang bersuamikan orang Jepang ini, memang tergolong sibuk sehingga meminta kami datang pagi-pagi.
Langsung saja kuserahkan oleh-oleh kami. Lukisan abstrak-ku ketika mengikuti pelatihan lukis, yang kemarin diadakan oleh komunitas Bipolar Care bekerja sama dengan PPI  Jepang.

Memang sudah sebuah tradisi, untuk selalu membawa buah tangan ketika berkunjung. Tadinya aku benar-benar lupa, sehingga jadilah lukisan itu yang kuserahkan. Untunglah ia  termasuk yang dipuji, kemarin, sehingga bisa sedikit pede memberikannya. Setelah mendengar ceritaku, ustazah mengutip awal surah Al-Ankabut.

Alif Lam Mim. Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan, "Kami telah beriman," sedangkan mereka tidak diuji? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar.

"Dik Aruna tahu, apa tujuan kita hidup?"

"Beribadah, Ustazah."

Beliau tersenyum. "Apa itu ibadah?"

"Solat, ngaji, puasa?" sahutku hati-hati.

"Ibadah ... menjalani hidup,  menurut ketentuan dari Sang pencipta," timpal Musyrifah-di sisi kananku.

Ustazah mengangguki. "Tepat sekali, Nia. Contoh, ini handphone. Dibikin oleh manusia. Punya aturan pakai, aturan perawatan, ada ketentuan  yang harus dipatuhi, biar bagus, biar awet. Maka, janganlah mendobrak aturan. Jika dilanggar maka rusaklah, jika dilanggar akan cepat hancur ia.

"Begitu pun dengan kita. Allah yang ciptakan kita, manusia. Dalam hidup Kita butuh makan, butuh ketenangan jiwa, butuh pasangan, bertetangga, bernegara. Maka penuhi kebutuhan itu dengan mengikuti aturan Allah.

"Makanya, perintah beribadah itu bahasanya bukan kepada orang yang beriman, tapi "yaa ayyuhannas" seruan kepada sekalian manusia.

"Orang beriman yang mengikuti aturan darinya. Menghindari dari mengambil hak orang lain, menghindari dusta, khamr, judi, seks bebas, misal. Menikah, berkeluarga, bermasyarakat dengan cara-cara yang Ia perintahkan, mereka sholat, bersedekah, puasa maka jadilah itu sebagai amal-amal sholeh yang mendatangkan pahala.

"Sedangkan bagi orang-orang tak beriman. Mereka hidup dengan baik, menjauhi diri dari yang haram, tidak berzina, menikah dengan cara mereka sendiri, berbuat baik pada orang lain, bederma. Maka, mereka hanya sampai kepada terhindar dari hal-hal yang menimbulkan mudharat.
Terhindar dari merusak diri sendiri. Sebatas itu, dan tidak menjadi amal sholeh.

"Jadi sejatinya seluruh umat manusia itu tunduk, beribadah kepada Allah ya, Zah?"

"Betul. Makanya, mereka yang melanggar, keluar dari rambu-rambu -Nya, tidak mengikut kepada fitrah, keluar dari tujuan ia diciptakan, disebut sebagai zalim terhadap diri sendiri oleh Allah.

"Lalu ustazah?" tanyaku mulai tak sabar. Maksudku, apa hubungannya dengan kasusku.

"Runa terlalu bersemangat, Zah." komentar Musyrifah. Aku nyengir saja.

ZIKR MAHABBAH Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang