Ahlan wa Sahlan Azmi

11.1K 351 14
                                    

"Boleh jadi apa yang menjadi keinginanmu sudah Allah siapkan di jauh hari sebelum di ciptakannya dirimu"

****

"Bagaimana administrasinya bi, sudah selesai?" Tanya Sania yang sudah siap dengan barang-barang yang sudah ia kemasi.

"Alhamdulillah sudah mi. Umi sudah selesai semua beresnya?" Tanya gus Aji dengan menatap seisi ruangan, barangkali ada yang tertinggal.

"Alhamdulillah sudah juga bi hehe tinggal pulang" jelas Sania dengan senang hatinya.

Gus Aji tersenyum dan mengangguk. Dalam hatinya ia begitu bahagia melihat istrinya yang juga bahagia ini.

Dilihatnya boks bayi yang berisi bayi laki-laki sedang tertidur pulas. Gus Aji mendekat dan mencium pipi gembul Azmi putranya dengan penuh kasih sayang.

Sedang Sania tersenyum, menyaksikan momen indah di depannya. Ia tidak menyangka di usianya yang masih muda ini bisa menjadi seorang istri dan ibu sekaligus. Masih seperti mimpi tapi ini nyata. Subahanallah.

"Azmi tidurnya nyenyak banget ya mi, padahal kan abi ingin gendong" Sania terkekeh dengan penuturan gus Aji, suaminya ini memang suka sekali bayi.

Saat sesudah mengadzani Azmi saja gus Aji terus saja menggendongnya sampai beberapa kali menangis pun gus Aji bisa mengatasinya.

"Iya bi, kan Azmi sudah kenyang makanya tidurnya nyenyak. Sampai di usilin abinya pun tetap diam saja" gus Aji yang tersindir pun menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal.

"Habisnya abi gemes mi, makanya ndak asik kalau ndak di usilin" keduanya tertawa lirih agar anaknya ini tidak terbangun karena terganggu kedua orang tuanya.

"Ada-ada saja abi ini" ucap Sania dengan terkekeh.

"Oh iya bi, kita pulangnya bagaimana?" Tanya Sania karena tahu mobil yang kemarin di kendarai gus Aji di bawa pulang oleh kang santri yang kebetulan menjenguk dan terjebak hujan jadilah gus Aji meminjamkan mobilnya.

"InsyaAllah di jemput sama kang Usman mi, mungkin sebentar lagi" Sania mengangguk dan menunggu sembari duduk dekat dengan boks yang berisi bayinya.

Dua puluh menit pasangan orang tua ini bersiap untuk kembali karena jemputan mereka sudah datang.

Sania berjalan berdampingan dengan gus Aji yang sudah menggendong Azmi yang masih tertidur pulas.

Sedang barang bawaannya sudah dibawa oleh kang Usman dan satu abdi dhalem yang menemani kang Usman.

"Gus nanti ada sambutan kecil-kecilan dari pondok. Dan mohon maaf jika mengganggu karena semua santri memang sengaja dikumpulkan di depan dhalem gus" tutur kang Usman memberitahu jika akan ada penyambutan untuk kembalinya gus Aji dan Sania serta Azmi anak mereka.

"MasyaAllah kang, jadi repot-repot segala. InsyaAllah ndak ganggu kang. Terimakasih" kang Usman mengangguk patuh.

Sekitar lima belas menit mereka sampai di depan gerbang pesantren Al Furqon. Memang sudah terlihat jika suasana ramai namun masih tertata rapi.

Sambutan di lakukan dengan bershalawat di iringi alunan rebana yang menjadikan suasana begitu khidmat.

"Abi turun di sini saja yuk" ajak Sania. Gus Aji menatap istrinya dengan kening berkerut.

"Apa ndak kejauhan mi?" Tanya gus Aji.

"Insya Allah ndak kok bi, lagipula buat hargain mereka yang sudah mau menyambut kedatangan Azmi" gus Aji tersenyum dan mengangguk. Yang ada di pikirannya hanyalah kesehatan istrinya.

Namun justru istrinya yang mengingatkan jika mereka harus tetap menghargai apa yang sudah dilakukan oleh para santrinya.

Jadilah gus Aji dan Sania turun di depan barisan santri dan memilih berjalan dan menyapa mereka. Bukankah ini indah?

Banyak santri yang berdecak kagum dengan kehadiran keluarga kecil ini. Tidak sedikit yang berbisik kagum dengan sosok yang sedang berjalan di depan mereka ini.

Potret keluarga bahagia

Sisain satu yang kaya mereka Ya Allah

Gantengnya putra mereka

Gemes pengen nyubit

Sania terkekeh dengan penuturan para santriwati yang kebanyakan gemas dengan putranya ini.

Sampailah Sania dan gus Aji di depan dhalem yang sudah ada abdi dhalem yang siap menyambut putra kyainya ini. Ada pula Rasyid dan Mirna yang menunggu di depan pintu dhalem dengan senyum yang tidak pernah hilang di bibirnya.

Ada pula Suci dan Rara yang turut berdiri di sebelah Mirna dan sisi sebelahnya lagi ning Ela dengan senyum dan binar matanya.

Gus Aji berbalik dan tersenyum ke arah santri abinya seperti ingin mengatakan sesuatu. Jadilah ada beberapa santri yang langsung mengambil alih barisan dan membuat barisan baru menghadap ke arah dhalem.

Perlu di ketahui antara santri putra dan putri tetap ada sekat untuk menghindari terjadinya zina ataupun fitnah.

"Terimakasih atas sambutan dari kalian semua yang sudah mau repot merasakan panas matahari demi putra saya." Ucap gus Aji setelah memberi salam.

"Saya mohon doanya untuk putra saya Faaz Azmi Maulana Alfarizi, semoga menjadi anak yang shalih dan berbakti kepada kedua orang tua dan berguna bagi nusa dan bangsa serta agama" lanjut gus Aji.

"Aamiin" ucap santri kompak.

****

Kepulangan Azmi membawa kebahagiaan untuk keluarga besar dhalem. Banyak tamu juga sanak saudara yang datang untuk mendoakan putra gus Aji.

Zahra dan Dani juga datang. Dengan menggendong putrinya yang sudah berumur satu tahun itu. Tapi sepeertinya Zahra ingin bayi mungil lagi.

"MasyaAllah ning ganteng banget putranya" Zahra tak henti-hentinya memuji putra Sania dan gus Aji ini.

Memang banyak yang mengatakan jika Azmi ini ganteng karena memang dari segi wajah hampir mirip dengan gus Aji hanya bibirnya saja yang mirip dengan Sania. Manis, jadi perpaduan antara Sania dan gus Aji namun lebih dominan ke wajah gus Aji.

"Sania saja mbak. Alhamdulillah, semoga mbak Zahra segera menyusul lagi ya biar Nasya ada temennya" Zahra mengangguk dan tersenyum.

Sampai saat ini panggilan Sania pada Zahra masih tetap mbak, entahlah memanggil Zahra dengan sebutan bibi masih terasa kaku.

"Aamiin Allahumma aamiin"

"Oh iya ning berarti gus Azmi manggil mbak simbah dong" keduanya tertawa karena penuturan Zahra.

Memang benar karena Dani adalah paman Sania jadilah anak Sania memanggil Dani dan Zahra dengan sebutan simbah atau nenek.

"Asik bener, ngetawain apa sih sampai aku ngucapin salam ndak ada yang jawab" kesal Dani yang sudah berdiri di depan Sania dan Zahra.

"Maaf om maaf habisnya mbak Zahra lucu kalau di panggil simbah" jelas Sania dengan masih terkekeh.

"Lah kan emang bener simbah. Apanya yang lucu?" Bingung Dani.

"Ya lucu aja om"

"Mas pengen gendong gus Azmi tapi masih tidur kasian" jelas Zahra dengan wajah sedihnya.

"Ya Allah mbak tinggal di gendong saja, InsyaAllah ndak rewel kok" ucap Sania dengan mengangkat Azmi menuju pangkuan Zahra.

Dani yang melihat Zahra dengan senang dan tulus hati menggendong bahkan sesekali menoel pipi Azmi pun jadi memikirkan seandainya Nasya punya adik laki-laki mungkin keluarga mereka akan lebih bahagia lagi.

"Om..."

******

Assalamu'alaikum readers hehe
Cerita baru, semoga suka yaa
Jangan lupa tinggalkan jejak
Komentarnya juga hehe sekalian cek typo

Terimakasih❤️

Terima Kasih (DALAM PROSES PENERBITAN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang