Selanjutnya

1.2K 158 64
                                    

"Gus aku titipkan rindu dalam doa agar tersampaikan rapi meskipun tanpa suara"

****

(Aku sebagai Rahma)

Aku sudah lebih baik, bukan berarti suka ditinggal pergi. Dari ini aku yakin sesuatu memang harus ada kata rela. Entah rela melepas atau rela menunggu. Aku tau banyak yang akan terjadi setelah ini. Tidak ada yang mulus, jalan ujian itu tidak semuadah yang dibayangkan ketika sudah jadi dan bisa bahagia bersama-sama. Sebuah cerita hanya mengisahkan endding dari bahagia kisah mereka. Namun kadang kenyataan paitnya tak pernah terselip, bukan aku menginginkan kepahitan dari ini juga sudah pahit. Ditinggalkan dengan sebuah tanggung jawab berjuang meski dalam doa, aku tak yakin gus Azmi hanya aku saja yang menyebut namanya dalam doa. Setahuku gus Azmi adalah idaman selain di segi tampan juga dalam segi beriman, siapa yang tak mau coba, kalian juga pasti mau kan?

"Kalian duluan aja aku mau beli buku panduan dulu bentar" ujarku, menyuruh Lida dan Icha pulang duluan.

Kita memang sudah mampir ke cafe terdekat bandara, bukan apa-apa nahan laper jadi nggak konsentrasi sama sekali, terlebih Icha yang sering misuh-misuh perihal masalah perut jadi mendahulukan perut terlebih dahulu dari yang lain.

"Beneran nih?" Tanya Lida.

"Iya beneran, udah sore juga kasian kalian"

"Ya udah deh kita duluan" ujar Icha pamit " Assalamu'alaikum" salam Icha dan Lida bersamaan.

"Wa'alaikum salam"

Baiklah tinggal diriku seorang diri. Rahma kamu harus berani. Aku melangkahkan kaki keluar cafe, tapi sebelum itu aku terkejut karena tarika...sebentar bukannya ini Lisa? Lalu ada apa?

"Heh kamu kan yang caper sama gus Azmi?" Baiklah sepertinya dia cemburu atau bahkan tau semua yang aku lakukan?

Aku menghela nafas sebelum menjawab "Maaf mbak caper bagaimana ya?" Ujarku setenang mungkin walaupun banyak kemungkinan yang mungkin akan terjadi setelah ini.

Gus jenengan pergi membawa harapan buat Lisa atau bagaimana ini? Aku yang kena labrak juga, ya Allah gus untung say..aduh lupakan. Batiku mulai tak jelas, astagfirullah.

"Kamu suka kan sama gus Azmi? Ndak usah sok polos, sok ndak tau gitu deh" benar kan dugaanku, aku dilabrak.

Gus, aku mengenal jenengan baik-baik tapi kenapa wanita yang mendekatiku selalu penuh dengan emosi begini?

"Iya mbak maaf! Tapi siapa si mbak yang nggak suka sama gus Azmi?" Lisa menatapku tajam.

Padahal maksud aku hanya suka dalam artian universal, kalian lihat sajalah siapa yang ndak suka sama gus Azmi, sudah baik, tampan, akhlak jangan ditanya lagi. Bukankah kalian juga suka? Ya Allah aku salah lagi.

"Benar kan! Asal kamu tau ya Rahma dan siapapun, gus Azmi itu calon aku!" Astagfirullah, aku benar-benar ndak tahu soal calon gus Azmi. Dia cuma bilang akan berjuang, akupun sama tapi ini?

"Maaf tapi aku ndak tau mbak"

"Makanya jadi cewek jangan sok kecentilan, ganjen, gatel" aku mengusap dada, sesak nyeri bercampur aduk. Aku tidak tau akan hal ini mbak, maaf.

"Maaf mbak!"

"Muka dua, sok polos" Astagfirullah, aku ndak tau ini ya Allah aku juga yang kena.

Baiklah aku bukan siapa-siapa gus Azmi. Dia hanya ingin aku berjuang. Dan berjuang tak harus memiliki, memang resikonya terlalu berani aku ambil.

"Apa dengan kamu memaki-maki dia kamu bisa mendapatkan cinta gus Azmi?" Aku menoleh ke asal suara.

Degh..

Terima Kasih (DALAM PROSES PENERBITAN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang