Ekstra Part

994 73 18
                                    

“Sudah siap?” tanya  gus  Azmi  saat  mendapati  istrinya  yang sudah  berpakaian  rapi.


“Sudah, Gus,” gus Azmi mengangguk.

Dua minggu setelah pernikahan dan acara resepsi yang diadakan di rumah Rahma, hari ini mereka akan bertemu dengan Reno setelah kemarin hanya bertemu ketika pernikahan saja, itu pun hanya sebentar. Jadi, gus Azmi masih penasaran dengan penjelasan Reno terkait pembatalan pernikahannya dengan Rahma dan memilih merelakan Rahma untuknya.

“Ma,” panggil gus Azmi, menoleh ke arah Rahma.

“Iya?”

“Apa Reno pernah mengatakan sesuatu padamu?”

“Sesuatu—“

“Menyukai seseorang, mungkin?” tanya gus Azmi hati-hati, ia takut menyinggung atau malah membuat istrinya kurang nyaman.

“Icha,”

“Aduh!”

Reflek gus Azmi menginjak rem mobilnya hingga kepala Rahma terbentur kaca depan mobil yang mereka tumpangi.

“Maaf-maaf.” Gus Azmi mengusap kepala Rahma yang terbentur, “Ada yang sakit?” sambungnya masih dengan mengusap kepala istrinya.

“Sudah, tidak apa-apa, Gus.” Rahma memegang tangan gus Azmi yang masih di kepalanya, “Gus, kenapa kaget begitu?” sambungnya meminta sebuah penjelasan.

“Saya hanya terkejut. Kenapa bisa saya tidak tahu jika Reno menyukai Icha, lalu Icha, bagaimana?”

Rahma menghela napas dalam dan tersenyum ke arah suaminya, “Icha lebih memilih kebahagiaan sahabatnya dari pada cintanya.”

“Jadi, Icha—“

“Iya, Gus. Dia mencintai Kak Reno.” Rahma tersenyum dan mengeratkan genggamannya, “Bersyukur dan berterim kasihlah, Gus. Hidup kita diberikan banyak sekali kenikmatan orang-orang baik di sekitar kita,” lanjut Rahma.

Laki-laki dengan kemeja maroon dan lengan dilipat itu tersenyum ke arah sang pujaan hati, “Itu pasti dan semoga mereka selalu dilimpahkan kebaikan seperti kita.”

“Iya, Gus. Aamiin,”

***

Gadis dengan jilbab berwarna cream terus saja termenung, ia masih frustrai sebab cintanya, laki-laki yang ia cintai sudah menikah dengan wanita lain. Ketidakadilan selalu berpihak padanya, seolah ia memang tidak berhak bahagia.

“Makanlah.” Seseorang menyodorkan sepiring nasi dan lauk ke arahnya.

“Gus Az—“

“Aku bukan Mas Azmi, aku Fendi. Mas Azmi tidak mungkin menemuimu, Lisa.” Gus Fendi menyodorkan kembali makanan untuk Lisa, “Makanlah,” sambungnya.

“Tidak napsu makan,”

“Tidak baik menyakiti diri sendiri, terima takdir Allah. Mas Azmi bukan takdirmu. Kamu mau mati sia- sia hanya karena nafsu cintamu yang tidak terbalas?” tanya gus Fendi.

“Apa maksudmu, Gus?”

“Cinta tidak hanya tentang saling membalas, bisa juga saling merelakan agar orang yang dia cintai hidup bahagia bersama pilihannya. Jatuh cinta itu penuh dengan konsekuensi, beresiko dan harus bisa menerima. Jika dari salah satu yang aku sebutkan tadi tidak terpenuhi, itu artinya hanya memburu nafsu saja.”

Lisa menghela nafas dalam, “Tapi aku mencintainya, tidak bisakah dia melihat cintaku?”

“Tentu saja bisa,”

“Tapi tidak pernah sekalipun Gus Azmi menatapku dengan cinta,” ujar Lisa sendu, hatinya kembali sakit saat mengenang tingkah gus Azmi padanya.

“sad girl.” Gus Fendi memosisikan duduk pada rumput, “Mas Azmi sudah menganggapmu seperti saudara sendiri, cara memandanagmu seperti seorang adik. Kamu saja yang tidak pernah merasakan cinta itu.”

“Cinta seorang Kakak pada Adiknya?”

“Iya, Lisa.”

Lisa terdiam, mencerna setiap ucapan yang dikatakan oleh gus Fendi. Laki-lki yng datang di saat ia merasa sendirian.

Gus Fendi sendiri datang bukan tanpa alasan, ia mendapat perintah dari kedua orang tuanya dan orang tua Lisa untuk menenangkan puterinya. Sebenarnya gus Fendi ragu, hanya saja ia kasihan dengan Lisa yang frustrasi karena cintanya bertepuk sebelah tangan.

***

Pasangan pengantin baru ini baru saja sampai bersamaan dengan Reno yang sama saja baru turun dari mobil putihnya. Gus Azmi langsung menjabatnya dan mengajaknya masuk ke dalam, ia tidak lupa tetap menggenggam tangan istrinya, wanita yang sejak lama ia dambakan dan semogakan hingga mereka bisa bersatu dengan berbagai cobaan yang mereka lewati bersama.

“Terima kasih, Ren.” Gus Azmi menepuk lengan Reno yang duduk tak jauh darinya.

“Untuk apa, Gus?”

“Keputusan yang besar melepaskan Rahma untuk saya,”

Reno tertawa lirih, “Gus salah besar, aku justru didatangi seorang wanita yang menurutku bukan sembarang wanita. Dia datang menyadarkanku meskipun aku terkena tinju darinya, tapi dari itu aku berani mengambil langkah.”

Gus Azmi dan Rahma saling pandang seolah tahu siapa wanita yang Reno maksud itu, “Ning Hilda,” ujar Rahma dan gus Azmi bersamaan.

“Kalian mengenalnya?”

Gus Azmi mengangguk, “Iya, kami mengenalnya. Dia mantan calon istri saya, Ren.”

Reno sedikit tersentak akan pengakuan gus Azmi. Dengan berbaik hati gus Azmi menceritakan siapa sebenarnya Hilda Asma Fatimah, mantan tunangan yang dengan berbesar hati merelakan calon suaminya untuk menikahi gadis lain. Wanita tangguh yang pernah gus Azmi temui, satu-satunya wanita yang pernah melukai dan berbicara menohok padanya.

“Gus, Icha—“ Rahma menyerahkan ponselnya ke arah sang suami, ia panik tak bisa melanjutkan pembicaraannya.

“Hari ini?” tanya gus Azmi. Rahma mengangguk, netranya berkaca-kaca.

Gus Azmi menoleh ke arah Reno yang masih terlihat kebingungan, “Masih ingin memperjuangan Icha, tidak?” tanya gus Azmi.

“Masih, Gus.”

“Mari ikut saya,” ajak gus Azmi.

Mereka sengaja menggunakan satu mobil agar bis lebih mengefektifkan waktu, perjalanan menuju ke arah terminal tidak terlalu jauh, kebetulan mereka berada di pusat kota. Kenapa arah terminal? Karena Icha baru saja mengabarkan jika ia akan meneruskan kuliahnya di luar negeri, maka dari itu ia akan pergi ke bandara yang berada di kota Semarang.

Baru sekitar lima belas menit, mobil yang ditumpangi mereka sampai di parkiran terminal, suasana sangat ramai. Bahkan ada beberapa bus jurusan Wonosobo-Semarang yang akan segera berangkat, mereka bingung harus mencari posisi Icha di mana, sebab pesan Rahma sama sekali tidak dibalas oleh Icha.

***

Sebagian Part dihapus karena proses penerbitan.


Cerita ini akan diterbitkan, jadi sebelum open PO ayo nabung dulu buat memeluk gus Azmi dan Rahma😆

Terima Kasih (DALAM PROSES PENERBITAN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang