Dua Saudara

1.3K 152 53
                                    

(Aku sebagai Azmi)

"Sebenarnya jika tidak jodoh pun kita masih bisa berteman, saudara bukan hanya tentang ibuku dan ibumu menjadi besan"

*****

Saya sudah enam bulan disini bersama dengan Fendi, adik sepupu saya. Kalian pasti bertanya kan kenapa gus Fendi ada di sini bersama saya?

Jawabannya mengejutkan, dia mengatakan jika ingin terus bersama saya, tapi ketahuilah jika dari ucapannya itu membuat saya sedikit kesal pasalnya memang dia begitu petakilan dan tidak ada berubahnya sama sekali. Kesal? Iya jelas tapi tetap dia adik saya, ada Fendi di sini membuat saya tak terlalu kesepian meskipun ada teman tetap keluarga lebih menyenangkan.

Jadi lupa, liburan semester ini saya tidak pulang. Lebih memilih mengejar target, sungguh disini lebih ketat, bukan universitas di Indonesia tidak ketat hanya kurang sedikit saja. Saya masih dengan Fendi dan Tariq disini, teman baru saya asli Mesir. Jadi bisa diajak jalan sebagai pemandu.

"Budhe gimana mas?" Saya menoleh bingung dengan pertanyaan Fendi.

"Maksudnya?"

"Ya sedih ndak to mas Azmi ndak pulang bulan ini"

"InsyaAllah ndak, tapi mungkin kecewa ya" saya menjeda sebentar "La bulek bagaimana Fen?" Lanjut saya bertanya, percayalah bocah di depan saya ini anak umi tulen.

"Umi nangis mas, tapi ya ndak pa-pa si kan ada mas Azmi katanya bisa menjaga. Katanya lo mas" saya memutar bola mata saya malas.

"Sampean meragukan kemampuan saya?"

"Ya ndak gitu juga, dih sensian ndak bisa diajak bercanda"

"sedang tidak ingin bercanda" balas saya membuat Fendi merajuk, ya kenyataannya begitu. Saya sedang serius disini.

"Rahma tau ndak kalo mas ndak pulang?" Saya menggeleng.

"Kok bisa?"

"Ya bisa nyatanya bisa" lihatlah adik saya merjuk lagi.

"Iyain deh daripada emosi" jeda beberapa detik " tapi apa ndak rindu mas? Biasanya orang jatuh cinta tuh bucin" lanjut Fendi, sepertinya kalau diladenin ndak bakal ada selesainya.

"Biasa aja"

"Bohong dosa"

"Ndak nanya"

"Mas Azmi!!" Saya hanya terkekeh geli melihat wajahnya yang kesal ini.

Membahas soal Rahma memang membuat hati saya berdegup, tapi sebisa mungkin saya hilangkan rasa yang memang belum hak saya ini. Saya juga tak tahu bagaimana rasa ini bisa muncul padahal yang saya tahu saya susah jatuh cinta. Jujur saya dan Rahma jarang bahkan sama sekali tidak berkomunikasi lewat sosial media. Entah Rahma mengeluh atau tidak yang jelas alasan saya begini hanya tak ingin terlalu terbuai dengan kemanisan chat ataupun sosmed lain. Saya lebih lega sekarang, bisa memantaskan diri, menjadikan diri ini paham soal perasaan dan belajar mengenai hukum hubungan berbeda jenis ini. Saya takut kebablasan dan akan menimbulkan fitnah nantinya.

Maka dari itu dengan tanpa komunikasi saya akan belajar lebih baik dan semoga lulus lebih awal.

"Mas"

"Dalem"

"Kalau seandainya Rahma tetap dijodohkan gimana?" Saya menoleh ke arah Fendi. Aneh saja kenapa tiba-tiba bertanya begitu.

"Bukan jodoh" jujur ini bukan jawaban yang ingin saya keluarkan tapi daripada lebih panjang dan membuat saya menerka lebih baik sudahi saja.

"Astagfirullah, ndak mau berjuang lagi?"

Terima Kasih (DALAM PROSES PENERBITAN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang